“Sinuhun Raga Siwa, Cahaya di Pundukdawa”
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Di bumi Bali yang harum dalam dupa suci,
Terbit cahaya dari timur, menembus kabut pagi,
Sang Mpu Raga, putra Siwa yang agung,
Membawa dharma dari nyala semadhi yang mendalam.
Wahai Sinuhun, penjaga gerbang sunya,
Dari Bangkasa turun garis Manuaba,
Langkahmu bukan sekadar menapak tanah,
Tapi menggurat cakra di langit kahyangan.
Dari tubuhmu, ragamu, terbit weda tak tertulis,
Suaramu seperti lonceng niskala, memanggil yang terlupa,
Kau bangkitkan kembali Pundukdawa yang lengang,
Menjadi Panataran Agung, tempat para leluhur pulang.
Engkaulah percikan dari api Siwa Mahadewa,
Menitis dalam tubuh yang telah kau taklukkan,
Ragamu cermin semesta kecil — Bhuwana Alit nan agung,
Atmamu menari dalam kidung tirtha tak berujung.
Kau rengkuh empat penjuru dalam satu lingga suci,
Catur Parhyangan bersujud di bawah tedungmu,
Mpu Gnijaya, Kuturan, Semeru, Baradah bersatu,
Dalam satu japa: Om Pasekaya Svaha!
Kau bangun pura bukan dari batu atau bata,
Namun dari dharma, kesunyian, dan tapa,
Kau ajar kami tentang kereta yang bernama raga,
Dan penunggangnya: atma menuju Siwa.
Katha Upanishad kau bawa dalam napas,
“Ātmānam rathinam…” bisikmu lirih dalam sunyi,
Kami pun sadar — hidup ini bukan sekadar jalan,
Tapi perjalanan suci menuju penyatuan.
Di Pundukdawa, angin membawa suara gamelan tak kasat mata,
Itulah kidung bhakta dan leluhur berpelita,
Menyebut namamu, oh Sang Sinuhun mulia,
Sebagai jembatan antara sakala dan niskala.
Hari ini kami berdiri, bersujud dalam karang suci,
Di bawah panji Ratu Pasek yang kau tegakkan kembali,
Pundukdawa bukan hanya pura, tetapi pusaka jiwa,
Warisanmu, Sinuhun, adalah terang tak akan pudar.
Maka, biarkan puisi ini menjelma bunga cempaka,
Menghiasi altar tempat namamu didoakan,
Engkaulah guru, engkaulah tapak, engkaulah cahaya,
Sang Mpu Raga, kami sanjung dengan tulus bhakti dan cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar