Minggu, 18 Mei 2025

Pengimbasan Tatalungguh

"Pengimbasan Tatalungguh dalam Pendidikan Calon Pemangku Milenial: Praktikum Mahasiswa Teologi UHN I Gusti Bagus Sugriwa di Griya Agung Bangkasa, 18 Mei 2025"


Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Abstrak:
Kegiatan praktikum mahasiswa teologi Hindu di UHN I Gusti Bagus Sugriwa merupakan bentuk nyata pendidikan spiritual berbasis nilai tradisi. Pada tanggal 18 Mei 2025, Griya Agung Bangkasa menjadi saksi perwujudan pengimbasan nilai tatalungguh—sikap duduk suci dalam pemujaan—sebagai proses transformasi rohani calon pemangku milenial. Artikel ini mengkaji relevansi nilai tatalungguh terhadap pembentukan karakter pemangku Hindu yang berakar pada kearifan lokal dan teks suci Hindu.
---
Pendahuluan:
Dalam tradisi Hindu Bali, tatalungguh bukan sekadar sikap duduk, melainkan representasi kesadaran spiritual dalam setiap prosesi keagamaan. Generasi milenial sebagai calon pemangku perlu memahami makna mendalam tatalungguh agar dapat mewarisi nilai-nilai Dharma secara utuh. Griya Agung Bangkasa, sebagai pusat spiritual dan pendidikan dharma, memainkan peran penting dalam membentuk pemangku yang berakar pada sastra dan adhyatmika (spiritualitas).
---
Makna Tatalungguh dalam Tradisi Hindu Bali:
Tatalungguh berasal dari kata “tata” (tertib) dan “lungguh” (duduk). Secara filosofis, tatalungguh mengajarkan etika tubuh, keheningan pikiran, dan ketulusan hati sebagai sarana menuju penyatuan dengan Ida Sang Hyang Widhi. Posisi duduk bersila dengan penuh hormat mencerminkan rasa bhakti dan swasthya (keseimbangan diri).

Sloka Suci Terkait:

Sanskerta:
शरीरमाद्यं खलु धर्मसाधनम्।
Transliterasi:
śarīram ādyaṁ khalu dharma-sādhanam
Makna:
Tubuh adalah alat utama untuk melaksanakan Dharma.

Sloka ini dari Kālidāsa dalam karya Kumārasambhava, menggarisbawahi pentingnya pengendalian tubuh, termasuk dalam sikap duduk yang tepat, sebagai dasar untuk menapaki jalan Dharma.
---
Pengimbasan Nilai Tatalungguh dalam Praktikun Griya Agung Bangkasa:
Pada Minggu, 18 Mei 2025, 21 mahasiswa teologi dari UHN I Gusti Bagus Sugriwa mengikuti praktikum di Griya Agung Bangkasa. Praktik ini melibatkan pelatihan sauca (kesucian), achara (tatacara), dan tatalungguh dalam berbagai konteks puja, seperti nunas tirta, mapuja, dan manggala sraya.

Kegiatan ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga menanamkan nilai spiritual melalui meditasi duduk, doa hening, dan pembacaan mantra. Sebagai calon pemangku, mereka diajarkan bahwa tatalungguh adalah sikap rohani yang menghubungkan antara diri, alam, dan Tuhan.
---

Kutipan Sloka Tambahan:

Sanskerta:
योगस्थः कुरु कर्माणि सङ्गं त्यक्त्वा धनञ्जय।
Transliterasi:
yogasthaḥ kuru karmāṇi saṅgaṁ tyaktvā dhanañjaya
Makna:
Berdirilah teguh dalam yoga, laksanakan tugasmu tanpa keterikatan, wahai Arjuna.
(Bhagavad Gītā 2.47)

Sloka ini menekankan bahwa dalam posisi tatalungguh, yang menjadi fondasi yoga bhakti, seseorang harus bertindak dengan ketulusan dan tanpa pamrih.
---

Pembentukan Karakter Calon Pemangku Milenial:
Melalui pengimbasan tatalungguh, mahasiswa diarahkan untuk mengembangkan sikap:

1. Adab Bhakti – Menghormati Dewa, leluhur, dan guru.

2. Keteguhan Diri – Mengembangkan daya tahan dalam tapa dan pelayanan.

3. Kebeningan Batin – Mengolah pikiran untuk senantiasa selaras dengan Satya.

4. Kesinambungan Tradisi – Melestarikan praktik leluhur dengan sentuhan kontekstual masa kini.
---

Penutup:
Pengimbasan tatalungguh pada generasi milenial merupakan investasi spiritual yang penting dalam regenerasi pemangku Hindu. Kegiatan praktikum di Griya Agung Bangkasa membuktikan bahwa nilai-nilai leluhur dapat ditransmisikan secara elegan kepada generasi muda, melalui pendekatan tekstual, kontekstual, dan spiritual. Pendidikan pemangku bukan semata belajar mantra, namun menghayati Dharma melalui laku tubuh, hati, dan pikiran.
---

Daftar Pustaka:

Bhagavad Gītā.

Kālidāsa, Kumārasambhava.

Titib, I Made. (2004). Veda dan Upanishad. Surabaya: Paramita.

Manuaba, I Wayan. (2007). Tradisi Pemangku di Bali. Denpasar: Widya Dharma.

Tim Penyusun. (2023). Pedoman Praktikun Mahasiswa Teologi Hindu. Denpasar: UHN IGB Sugriwa Press.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar