Sabtu, 31 Mei 2025

Jabatan dan Pangkat Itu Sementara

Jabatan dan Pangkat Itu Sementara, Tapi Kebaikan Hati Akan Dikenang Selamanya: Telaah Hindu tentang Etika Kepemimpinan dan Keteladanan Moral

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Abstrak

Dalam dunia yang semakin mengejar status dan kedudukan, sering kali terlupakan bahwa jabatan dan pangkat hanyalah titipan sementara. Yang abadi bukanlah nama di papan struktural, melainkan jejak kebaikan dalam memperlakukan sesama. Artikel ini membahas nilai etis dan spiritual dari sikap rendah hati dan welas asih dalam memimpin, dengan pendekatan Hindu melalui kutipan sloka Weda dan Itihasa. Disajikan dengan gaya elegan dan karismatik, tulisan ini mengajak pembaca menanamkan nilai luhur bahwa pelayanan dan ketulusan lebih abadi dari kekuasaan.
---

Pendahuluan

Di tengah hiruk pikuk jabatan, promosi, dan gelar akademik, manusia mudah terjebak dalam ilusi keagungan. Namun sejarah dan ajaran dharma mengajarkan: apa yang kita miliki bersifat fana, tetapi cara kita memperlakukan orang lain meninggalkan jejak kekal dalam hati mereka.

Visual dalam gambar menunjukkan seorang pemimpin yang bukan hanya naik ke atas, tetapi membantu orang lain untuk ikut naik. Itulah hakikat sejati seorang pemimpin dalam perspektif dharma: bukan yang hanya ditinggikan, tapi yang meninggikan orang lain.
---

Filosofi Hindu tentang Kepemimpinan

Dalam ajaran Hindu, pemimpin disebut sebagai raja, neta, atau śāsaka, yang tak hanya mengatur, tapi juga menuntun dan melindungi rakyatnya. Seorang pemimpin sejati diukur bukan dari jumlah bawahannya, tetapi dari jumlah orang yang ia bantu untuk berkembang.

Sloka Sanskerta 1

सर्वे भवन्तु सुखिनः, सर्वे सन्तु निरामयाः।
सर्वे भद्राणि पश्यन्तु, मा कश्चिद्दुःखभाग्भवेत्॥

Transliterasi:
Sarve bhavantu sukhinaḥ, sarve santu nirāmayāḥ,
Sarve bhadrāṇi paśyantu, mā kaścid duḥkha-bhāg bhavet.

Makna:
“Semoga semua makhluk hidup berbahagia, terbebas dari penderitaan, melihat kebaikan, dan tidak ada satu pun yang menderita.”

> Sloka ini adalah dasar nilai kesejahteraan universal yang menjadi tanggung jawab moral seorang pemimpin.
---

Etika Memimpin: Jabatan Bukan Kekuasaan, Tapi Pelayanan

Dalam tradisi Dharmashastra, jabatan adalah amanah dharmika, bukan simbol kemuliaan pribadi. Kekuatan bukan untuk menindas, tetapi untuk melayani dengan hati.

Sloka Sanskerta 2

न पदे न च वित्तेन, न वंशेन न बुद्धिना।
भवत्याराधितो देवो, ह्यात्मना शुभकर्मणा॥

Transliterasi:
Na pade na ca vittena, na vaṁśena na buddhinā,
Bhavaty ārādhito devo, hy ātmanā śubha-karmaṇā.

Makna:
“Bukan karena jabatan, harta, keturunan, atau kepandaian seseorang dihormati; tetapi karena perbuatannya yang suci dan baik.”

> Inilah yang menjelaskan bahwa yang dikenang adalah karakter dan tindakan, bukan gelar di depan nama.
---

Psikologi Kepemimpinan dalam Hindu: Laku Lembut, Kekuatan Hakiki

Pemimpin Hindu yang ideal dicirikan oleh sikap maitrī (persahabatan), karuṇā (welas asih), muditā (sukacita atas keberhasilan orang lain), dan upekṣā (kesabaran dalam ujian).

Seorang sulinggih atau nabe rohani, meski tidak memiliki pangkat duniawi, justru lebih dikenang karena kelembutan jiwanya dalam membimbing.
---

Ilustrasi Visual sebagai Simbol Dharma

Gambar tangan yang menopang dua sosok manusia dalam tangga adalah representasi dari:

Tangan dharma, yang bukan sekadar menunjuk arah, tapi menopang langkah orang lain.

Tangga spiritual, yang bisa dinaiki dengan membantu orang lain, bukan menginjak mereka.

Pemimpin dharmika, yang berjalan bukan untuk sendiri, tapi bersama.
---

Sloka Penutup yang Elegan

Sloka Sanskerta 3

धर्म एव हतो हन्ति, धर्मो रक्षति रक्षितः।
तस्माद्धर्मो न हन्तव्यो, मा नो धर्मो हतोऽवधीत्॥

Transliterasi:
Dharma eva hato hanti, dharmo rakṣati rakṣitaḥ,
Tasmād dharmo na hantavyo, mā no dharmo hato’vadhīt.

Makna:
“Dharma yang dihancurkan akan menghancurkan pelakunya; dharma yang dijaga akan melindungi. Maka janganlah menghancurkan dharma agar dharma tidak menghancurkanmu.”

> Siapa yang memimpin dengan dharma, akan diingat oleh semesta.
---

Kesimpulan

Jabatan dan gelar hanyalah bayangan sesaat, sedangkan perilaku terhadap sesama adalah warisan abadi. Seorang pemimpin bukan hanya hadir di podium, tapi hidup dalam kenangan hati banyak orang karena kebaikannya. Ajaran Hindu, lewat sloka-sloka Weda, mengajarkan kita untuk memimpin bukan dengan otoritas, tetapi dengan welas asih, ketulusan, dan keteladanan.
---

Daftar Pustaka

1. Bhagavad Gītā, terjemahan Swami Chinmayananda.

2. Manusmṛti dan Nītiśāstra.

3. Saraswati, Swami Sivananda. Essence of Hinduism.

4. Kaṭha Upaniṣad dan sloka-sloka Veda Smṛti.

5. Visual edukatif oleh komunitas sosial “Kreator Kampung”, 2025.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar