Mantra Penghalau Hujan
Karya: I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Dalam lengang yang menggantung awan,
kulafalkan suara semesta dengan lidah api.
Bukan kutuk, bukan amarah,
hanya pinta suci dari altar yang bersinar berseri.
Apasarpatu me varṣaṁ —
Hujan, pergilah jauh membawa rintikmu,
biar altar ini tak lelah menunggu terang,
biar doa tak basah oleh air yang belum diminta.
Vidyuttadi-tsahasrāṇi —
Wahai kilat dan guntur yang menyambar langit,
janganlah putuskan tali upacara kami,
biarlah mantra bersinar lebih dari cahaya itu sendiri.
Sthiro bhavatu me deśaḥ —
Bumi ini hendak kudirikan damai,
tempat para tapa memusatkan semesta,
agar langkah tak goyah,
dan jiwa tak gentar.
Vāyorvegaṁ nirudhya tvaṁ —
Angin, diamlah dalam pelukan mantra,
kubisikkan kekuatan Brahma dalam napas,
turunkan kecepatanmu ke nadi keharmonisan.
Jalapātaṁ nigṛhṇāmi —
Kutahan gerimis dengan nyanyian suci,
yang tak terlihat namun didengar langit,
mantra ini adalah pedang cahaya
yang menebas kelabu dari udara.
Tejasā tapasā divyaṁ —
Dengan api tapaku yang tak padam,
aku bukan sekadar manusia,
aku adalah pemilik mantra leluhur
yang menggenggam arah angin.
Na varṣatu na megho’pi —
Biarlah tak turun hujan,
dan awan pun tiada berani menggumpal,
karena hari ini bukan milik alam,
melainkan milik dharma yang ingin menutup dengan sempurna.
Iyaṁ karmaṇā siddhyatu —
Maka jadilah,
segala kekuatan tunduk pada pengabdian.
Upacara ini—penutupan diklat ke-27—
ditingkahi doa dan diselimuti karisma
sebagai lambang keberhasilan suci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar