Kamis, 29 Mei 2025

Menggenggam Hari Ini, Menyusun Masa Depan

šŸ“° Menggenggam Hari Ini, Menyusun Masa Depan: Telaah Filosofis atas Waktu dan Kebahagiaan

Oleh: Redaksi Harian Rang dilangit Cakrawala Jiwa

Bongkasa, 29 Mei 2025 — Dalam dinamika hidup modern yang semakin cepat, manusia dituntut untuk merancang masa depan dengan segala perencanaan dan target. Namun, seringkali dalam upaya menata esok, momen berharga di hari ini terlupakan. Apakah fokus pada masa depan harus mengorbankan kebahagiaan sekarang?

Dalam filosofi hidup, waktu dibagi menjadi tiga dimensi: masa lalu (atītā), masa kini (vartamāna), dan masa depan (anagata/bhaviṣyat). Ketiganya penting, namun masa kini adalah satu-satunya ruang aktual untuk mengalami hidup secara nyata.


Fokus Masa Depan: Perangkap atau Harapan?

Pakar psikologi eksistensial menyebutkan bahwa manusia modern cenderung mengalami "future-oriented anxiety" — kecemasan berlebih terhadap masa depan yang belum pasti. Akibatnya, aktivitas sehari-hari lebih banyak dipenuhi dengan "tugas menyusun masa depan" daripada "merasakan masa kini".

Menurut filsuf Jerman Martin Heidegger, manusia hidup dalam keadaan "dasein", keberadaan yang sadar akan waktu, namun rawan kehilangan dirinya dalam kecemasan akan hal-hal yang belum terjadi.


Momen Bahagia: Realitas Hari Ini yang Sering Terabaikan

Sebuah kutipan viral menyatakan:
"Fokus dengan masa depan memang baik, namun jangan sampai kita sia-siakan momen bahagia di hari ini."

Pernyataan ini sederhana namun sarat makna. Dalam ajaran filsafat Timur, khususnya dalam Bhagavad Gītā 2.47, Krishna berkata:

> karmaṇy-evādhikāras te mā phaleį¹£u kadācana
"Engkau hanya berhak atas tindakanmu, tetapi jangan pada hasilnya."


Makna sloka ini menegaskan pentingnya berfokus pada apa yang dilakukan sekarang — bukan terlalu tergila-gila pada hasil di masa depan.


Mencari Keseimbangan: Hidup dalam Kesadaran Waktu

Untuk menghindari jebakan mental yang menjauhkan kita dari kebahagiaan saat ini, diperlukan pendekatan keseimbangan:
šŸ”¹ Merancang masa depan dengan bijak,
šŸ”¹ Menikmati masa kini dengan penuh kesadaran,
šŸ”¹ Belajar dari masa lalu tanpa terjebak di dalamnya.

Dalam praktik spiritual Hindu Bali, hal ini tampak pada konsep “Tri Kāla”: AtÄ«ta, Wartamāna, dan Anāgata. Ketiganya harus dihayati secara proporsional dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.


Refleksi

Hidup yang terlalu berorientasi ke masa depan melahirkan kecemasan. Sebaliknya, hidup yang hanya mengejar kebahagiaan sesaat tanpa arah, akan berakhir dalam kehampaan. Maka perlu bagi manusia modern untuk menggenggam momen hari ini — sebagai fondasi yang otentik dalam menyusun masa depan yang lebih berharga.


Akhir Kata:

Jangan biarkan esok mengaburkan sinar hari ini. Karena sejatinya, masa depan adalah kumpulan hari ini yang kita jalani dengan penuh makna.

šŸ“ø “Carpe Diem — Petiklah hari ini, karena esok belum tentu datang.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar