Jumat, 23 Mei 2025

Bhawati: Rahim Pengetahuan

Bhawati: Rahim Pengetahuan dan Konsepsi Rohani Menuju Dwijati dalam Teologi Hindu Bali

I. Pendahuluan

Tradisi Hindu Bali mengenal berbagai tahapan transformasi spiritual yang mendalam dalam proses menuju kependetaannya. Salah satu tahapan yang bersifat sakral adalah Bhawati, khususnya bagi perempuan yang menapaki jalan sulinggih. Bhawati bukan sekadar gelar, tetapi suatu status spiritual yang menandai proses masuknya seseorang ke dalam rahim pengetahuan seorang sulinggih (nabe), sebagai cikal bakal lahirnya seorang brahmana dwijati. Makalah ini akan mengupas dimensi teologis dari Bhawati, baik secara filosofis, ritualistik, maupun kontekstual dalam Hindu Bali.


---

II. Konsep Dwijati dalam Hindu

A. Pengertian Dwijati

Dalam bahasa Sanskerta, Dwijati berarti “kelahiran kedua” (dwi = dua, jati = lahir). Kelahiran pertama adalah biologis, sedangkan kelahiran kedua adalah spiritual melalui proses diksa. Dwijati melambangkan kelahiran kesadaran baru sebagai insan rohani, utamanya dalam golongan brahmana sulinggih.

B. Makna Spiritual Dwijati

Dwijati mengisyaratkan bahwa seseorang tidak hanya hidup sebagai makhluk sekala (duniawi), tetapi memasuki tahap adhyatmika sebagai wakil dharma. Dalam tradisi Bali, proses ini diawali melalui hubungan guru-śiṣya (nabe dan sisya) dan secara formal melalui tahapan seperti pawintenan dan diksa.


---

III. Bhawati sebagai Tahapan Rahim Pengetahuan

A. Etimologi dan Konotasi Bhawati

Kata Bhawati berasal dari bhava (menjadi, eksistensi) dan merupakan bentuk feminin, yang berarti “ia menjadi” atau “ia hadir”. Dalam konteks teologi Hindu Bali, Bhawati menjadi istilah sakral untuk perempuan yang menjalani pawintenan awal, memasuki laku brahmacari tapa, dan secara niskala menjadi “anak” dari sang nabe sulinggih.

B. Makna Rahim Pengetahuan

Secara simbolik, Bhawati adalah calon sulinggih yang “dikandung” oleh ajaran, kesadaran, dan kekuatan spiritual seorang guru (nabe). Ini disebut garbhadhāna jñāna, yaitu konsepsi spiritual—sebuah proses suci sebelum seseorang “dilahirkan kembali” sebagai dwijati.

C. Proses Ritual Bhawati

1. Pawintenan Bhawati: Pembersihan lahir-batin calon Bhawati, menandai pelepasan keterikatan duniawi.


2. Pengakuan oleh Nabe: Secara simbolik, nabe menerima Bhawati sebagai putri rohani, yang akan dituntun hingga diksa.


3. Penataan Laku: Bhawati menjalani disiplin suci (brahmacari), seperti tapa, japa, mauna, nyepi, dan pengendalian diri total.


4. Pemakaian Simbol Khusus: Bhawati mengenakan pakaian putih dan nama suci, sebagai pertanda transformasi status kesadaran.




---

IV. Landasan Teologi Bhawati

A. Sloka Weda yang Mendukung

> गुरुर्ब्रह्मा गुरुर्विष्णुः गुरुर्देवो महेश्वरः।
गुरुः साक्षात्परं ब्रह्म तस्मै श्रीगुरवे नमः॥
Gurur Brahmā Gurur Viṣṇuḥ Gurur Devo Maheśvaraḥ,
Guruḥ sākṣāt paraṁ Brahma tasmai śrī-gurave namaḥ.



Makna: Guru adalah Brahma, Wisnu, dan Maheswara. Ia adalah Brahman yang sejati. Aku menghaturkan sembah kepada Guru Agung.

Sloka ini menegaskan bahwa nabe sebagai guru spiritual memiliki otoritas suci untuk “melahirkan” murid secara rohani.

> या देवी सर्वभूतेषु शक्तिरूपेण संस्थिता।
नमस्तस्यै नमस्तस्यै नमस्तस्यै नमो नमः॥
Yā devī sarvabhūteṣu śaktirūpeṇa saṁsthitā
namastasyai namastasyai namastasyai namo namaḥ.



Makna: Kepada Dewi yang bersemayam dalam semua makhluk sebagai Shakti (energi), aku menyembah dengan hormat.

Sloka ini menegaskan bahwa Bhawati adalah aspek hidup dari Shakti, kekuatan ilahi perempuan yang disiapkan untuk menjadi sulinggih.


---

V. Nilai-Nilai Teologis dalam Bhawati

A. Pengosongan Ego (Apodgala)

Bhawati melepaskan identitas duniawi sebagai wujud kerendahan hati rohani. Ia siap diisi oleh jnana (pengetahuan suci).

B. Kesucian sebagai Rahim Dharma

Bhawati bukan hanya wadah, tapi juga pelaku aktif yang mengandung, merawat, dan menyalurkan ajaran dharma kelak setelah diksa.

C. Lahir sebagai Subjek Spiritual

Tradisi Bhawati menjungkirbalikkan sistem patriarki spiritual, di mana perempuan tak lagi hanya pendamping, tapi juga subjek utama dalam pewarisan Weda.


---

VI. Konteks Sosio-Religius

A. Revitalisasi Peran Perempuan

Dalam konteks Hindu Bali kontemporer, Bhawati merepresentasikan bangkitnya kesadaran perempuan sebagai pemimpin spiritual, seiring tumbuhnya jumlah sulinggih perempuan di berbagai griya.

B. Pendidikan dan Pewarisan Dharma

Bhawati juga menempati posisi strategis dalam mentransmisikan ajaran kepada umat, terutama perempuan dan anak-anak, karena aspek keibuan yang melekat secara spiritual.


---

VII. Penutup

Bhawati adalah rahim pengetahuan dalam makna teologi Hindu Bali. Ia bukan sekadar status atau gelar, melainkan sebuah konsepsi spiritual yang melahirkan dwijati sejati. Proses ini menyatukan murid dengan nabe dalam satu ikatan rahim jnana, sehingga memungkinkan transformasi rohani menuju moksha. Dengan memahami dan menghargai makna Bhawati secara teologis, masyarakat Hindu Bali dapat terus menghidupkan peran sakral perempuan dalam menjaga dan mewariskan api dharma.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar