Rabu, 21 Mei 2025

Menapak ke Atas Tanpa Melupakan yang di Bawah

Etika Kepemimpinan dan Rasa Syukur dalam Perspektif Dharma: Menapak ke Atas Tanpa Melupakan yang di Bawah

Abstrak

Kesuksesan individu dalam kehidupan sosial maupun profesional tidak terlepas dari dukungan lingkungan sekitar. Dalam konteks etika Hindu, keberhasilan harus disertai dengan rasa syukur, kerendahan hati, dan pengakuan atas kontribusi orang lain. Artikel ini membahas nilai-nilai tersebut melalui kutipan motivatif populer dan ditinjau dari perspektif Hindu, khususnya melalui sloka dalam kitab Mahābhārata dan Bhagavad Gītā. Penekanan diberikan pada pentingnya mengingat dan menghormati peran pihak lain dalam perjalanan menuju kesuksesan.
---

Pendahuluan

Dalam masyarakat modern, keberhasilan sering diukur dari pencapaian pribadi. Namun, budaya timur khususnya ajaran Hindu menekankan bahwa setiap pencapaian merupakan hasil kolaborasi, karma kolektif, dan berkah dari sesama makhluk serta Hyang Widhi. Gambar motivatif yang berbunyi:

> “Ingat kalau sudah berada di atas jangan lupa sama yang di bawah,
karena kamu bisa sampai di atas itu, ada bantuan dari bawah.
Ingatlah kalau gak ada yang di bawah kamu gak bisa sampai ke atas.”

Menjadi refleksi sosial tentang pentingnya bhakti (pengabdian) dan seva (pelayanan) sebagai fondasi kesadaran etis dalam kehidupan.
---

Kutipan Sloka Hindu

Sloka 1 – Mahābhārata, Udyoga Parva 34.3

Sanskerta:
यदा हि धर्मार्थसहस्रवृत्तं, लोकं समस्तं प्रति पश्यति स्म।
Transliterasi:
Yadā hi dharmārthasahasravṛttaṁ, lokaṁ samastaṁ prati paśyati sma.
Makna:
“Ketika seseorang telah mencapai puncak dharma dan kekayaan, ia seharusnya tetap memandang semua makhluk dengan rasa hormat dan welas asih.”

Sloka ini mengajarkan bahwa posisi tinggi dalam kehidupan tidak boleh membuat seseorang lupa akan peran dan keberadaan orang lain. Setiap langkah menuju "atas" dibangun dari fondasi "bawah" yang menopangnya.
---

Sloka 2 – Bhagavad Gītā 5.18

Sanskerta:
विद्याविनयसम्पन्ने ब्राह्मणे गवि हस्तिनि।
शुनि चैव श्वपाके च पण्डिताः समदर्शिनः॥
Transliterasi:
Vidyā-vinaya-sampanne brāhmaṇe gavi hastini,
śuni caiva śvapāke ca paṇḍitāḥ sama-darśinaḥ.
Makna:
“Orang bijaksana memandang sama seorang brāhmaṇa yang terpelajar dan rendah hati, seekor sapi, gajah, anjing, maupun pemakan anjing.”

Kebijaksanaan dan pencapaian sejati tidak membuat seseorang merasa lebih tinggi dari yang lain. Justru, keagungan spiritual ditandai dengan kemampuan untuk menghargai semua makhluk setara dalam jiwa.
---

Pembahasan

Ungkapan dalam gambar menyiratkan nilai-nilai kerendahan hati dan kesadaran sosial yang sangat relevan dalam etika Hindu. Dalam filsafat Hindu, kesuksesan bukanlah semata hasil dari usaha pribadi (puruṣārtha), tetapi juga bagian dari karma kolektif (sahakāra-karma), peran lingkungan, guru, orang tua, dan masyarakat luas. Maka dari itu, seseorang tidak boleh “melupakan yang di bawah” setelah berada “di atas.”

Ajeg dalam Dharma (kebenaran) berarti mengakui bahwa setiap orang memiliki peran. Bahkan posisi tinggi (atas) tidak bisa eksis tanpa dasar (bawah). Ini selaras dengan konsep Ṛṇa-traya (tiga utang suci): utang pada dewa, leluhur, dan sesama manusia.
---

Kesimpulan

Pesan moral dari kutipan tersebut mempertegas ajaran Hindu bahwa pencapaian sejati bukanlah soal kedudukan, tetapi soal seberapa besar kita bersyukur dan menghargai setiap bantuan yang membuat kita mampu berdiri. Tidak ada 'atas' tanpa 'bawah', dan tidak ada 'aku' tanpa 'kita'. Maka dari itu, keberhasilan sejati menuntut kesadaran spiritual untuk selalu merunduk dalam hormat dan pelayanan.
---

Daftar Pustaka

1. Bhagavad Gītā. (Terjemahan dan Tafsir oleh Swami Chinmayananda).

2. Mahābhārata – Critical Edition, Bhandarkar Oriental Research Institute.

3. Sharma, Arvind. Hindu Ethics: Purity, Abortion, and Euthanasia.

4. Radhakrishnan, S. The Hindu View of Life.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar