Minggu, 11 Mei 2025

Bergaya Itu Bagian dari Bahagia: Perspektif Śrīṅgāra Rasa

Ekspresi Bahagia: Perspektif Filosofis Hindu dalam Memandang Penampilan, Jiwa, dan Kebahagiaan

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Abstrak:
Kebahagiaan adalah dambaan universal setiap insan. Dalam era modern, ekspresi kebahagiaan sering diwujudkan melalui gaya hidup dan penampilan luar. Artikel ini mengkaji bagaimana perspektif Hindu, melalui sloka-sloka suci dalam kitab suci seperti Bhagavad Gītā dan Upaniṣad, memaknai hubungan antara penampilan, kestabilan jiwa, dan kebahagiaan. Dengan pendekatan filsafat dharma dan estetika spiritual (śrīṅgāra rasa), penulis menguraikan bahwa menjaga penampilan bukan sekadar gaya, tetapi juga bisa menjadi jalan menuju kebahagiaan spiritual yang seimbang.


---

Pendahuluan
"Maaf... foto model numpang lewat!" Sebuah kalimat sederhana namun penuh warna kehidupan. Di tengah riuhnya dunia dan gelombang rasa galau, manusia tetap ingin tampil stabil, perlente, dan bergaya. Fenomena ini, meski terkesan dangkal, memiliki akar yang dalam dalam filsafat Hindu, khususnya dalam aspek sattva (keseimbangan batin) dan rasa (rasa estetik dan spiritual).


---

Filsafat Bahagia dalam Hindu: Bukan Hanya Soal Jiwa, Tapi Juga Tampilan

Sloka berikut menggambarkan prinsip penting mengenai keseimbangan batin dan ekspresi luar:

संयुक्ता आसने स्थित्वा समं कायशिरोग्रिवम्।
धारयन् नचलं स्थिरः सम्प्रेक्ष्य नासिकाग्रं स्वम्॥
saṁyuktā āsane sthitvā samaṁ kāya-śiro-grivam
dhārayan nacalaṁ sthiraḥ samprekṣya nāsikāgraṁ svam
(Bhagavad Gītā 6.13)

Makna:
"Duduklah dengan tegap, tubuh, kepala, dan leher sejajar; pandangan diarahkan ke ujung hidung dan tetap stabil."

Ayat ini menekankan pentingnya postur dan tampilan luar sebagai refleksi kestabilan batin. Artinya, dalam meditasi maupun hidup sehari-hari, penampilan bukan hanya untuk pamer, melainkan sebagai cerminan dari disiplin dan keseimbangan jiwa.


---

Bergaya Itu Bagian dari Bahagia: Perspektif Śrīṅgāra Rasa

Dalam estetika Hindu, terdapat konsep rasa, yaitu rasa emosi murni yang timbul dari pengalaman hidup dan seni. Salah satu dari nava-rasa (sembilan rasa utama) adalah śṛṅgāra rasa, yaitu rasa keindahan, cinta, dan pesona. Ini bukan semata-mata soal romantika, melainkan juga tentang bagaimana manusia memelihara penampilan, keanggunan, dan estetika sebagai bentuk ekspresi kebahagiaan dan penghormatan terhadap hidup itu sendiri.

Sloka terkait:

रूपं सौन्दर्यमायत्तं शीलं धर्मनिवेशनम्।
रूपेण हि मनुष्याणां संप्रयोगो भवेद् दृढः॥
rūpaṁ saundaryamāyattaṁ śīlaṁ dharmaniveśanam
rūpeṇa hi manuṣyāṇāṁ saṁprayogo bhaved dṛḍhaḥ

Makna:
"Keindahan rupa menggugah daya tarik, namun kepribadian berakar pada dharma; melalui keindahanlah hubungan antar manusia pertama kali terbentuk dengan kuat."

Sloka ini mengisyaratkan bahwa menjaga tampilan bukanlah kesia-siaan. Ia adalah pintu awal dari pertemuan, dari perhatian, dan bisa menjadi jalan menuju relasi yang lebih bermakna. Dengan kata lain, tampang perlente bukanlah keangkuhan, tapi bentuk rasa hormat pada kehidupan dan sesama.


---

Antara Galau dan Perlente: Memaknai Keseimbangan

Kalimat:
"Hati boleh galau tetapi tampilan harus tetap stabil..."
memiliki makna filosofis mendalam. Dalam ajaran yoga dan samkhya, terdapat prinsip sthita-prajña (kebijaksanaan stabil). Seorang yang bijak bukan berarti tidak pernah sedih, tetapi mampu menjaga keseimbangan diri dalam berbagai situasi.

Sebagaimana disebutkan dalam Bhagavad Gītā 2.56:

दुःखेष्वनुद्विग्नमना: सुखेषु विगतस्पृह:।
वीतरागभयक्रोध: स्थितधीर्मुनिरुच्यते॥
duḥkheṣv-anudvigna-manāḥ sukheṣu vigata-spṛhaḥ
vīta-rāga-bhaya-krodhaḥ sthita-dhīr-munir-ucyate

Makna:
"Dia yang tak terguncang dalam duka, tak terikat dalam suka, bebas dari nafsu, takut, dan amarah — dialah bijak yang mantap jiwanya."


---

Kesimpulan: Bahagialah, dan Bergayalah dengan Dharma

Sebagaimana kutipan penutup yang menginspirasi:

"Semua orang berhak bahagia, bahagialah dengan orang yang memang membuatmu bahagia...."

Filsafat Hindu mengajarkan bahwa kebahagiaan adalah hasil dari keharmonisan antara ātman (jiwa), prakṛti (alam), dan dharma (kebenaran hidup). Jika bergaya membuat hati lebih riang, selama tidak melanggar dharma, maka itu adalah bagian dari jalan spiritual yang sah.

Jadi, bergayalah bukan karena dunia melihatmu, tapi karena jiwamu merayakan hidup.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar