Rabu, 16 April 2025

Struktur Makna dan Fungsi Pura Kahyangan Dharma Smrti

Struktur, Makna, dan Fungsi Padmasana Ngelayang, Meru Tumpang 5, dan Gedong Pejenengan Arca Ida Bhatara Hyang Sinuhun di Pura Kahyangan Dharma Smerti: Perspektif Teo-Kosmologis dalam Tradisi Siwa Putra Paramadaksa Manuaba

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Abstrak

Pura Kahyangan Dharma Smerti merupakan pusat pemujaan suci yang menstana Ida Bhatara Hyang Sinuhun, manifestasi spiritual dari Siwa Putra Paramadaksa Manuaba, seorang tokoh pelopor suci yang berafiliasi dengan Mpu Gana di Pura Panataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek, Pundukdawa. Penelitian ini mengkaji struktur, makna simbolik, serta fungsi spiritual dari tiga elemen utama bangunan suci yaitu Padmasana Ngelayang, Meru Tumpang 5, dan Gedong Pejenengan sebagai tempat pemujaan Arca Ida Bhatara. Penelaahan dilakukan secara kualitatif melalui pendekatan simbolis, tekstual, dan teologis dengan dukungan kutipan sloka Sanskrit sebagai dasar filosofisnya.


Pendahuluan

Dalam tradisi Hindu Bali, bangunan suci tidak hanya berfungsi sebagai tempat pemujaan, tetapi juga sebagai ekspresi filsafat dan struktur kosmos. Di Pura Kahyangan Dharma Smerti, terdapat tiga struktur suci utama yang penting secara teologis, yaitu Padmasana Ngelayang, Meru Tumpang 5, dan Gedong Pejenengan Arca Ida Bhatara Hyang Sinuhun. Ketiganya saling melengkapi dalam representasi niskala Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba.


1. Padmasana Ngelayang: Lambang Ketunggalan Paramasiwa

Struktur:
Padmasana Ngelayang berbentuk singgasana kosong (padma) yang melayang diatas Benawangnala yang di lilit oleh dua ekor naga, melambangkan aspek Nirguna Brahman — Tuhan dalam kemurnian absolut.

Makna Teologis:
Padmasana melambangkan tempat Ida Sang Hyang Widhi Wasa bersemayam dalam wujud sunya. Bentuknya yang mengambang menunjukkan bahwa Tuhan berada di luar jangkauan dunia materi.

Sloka Sanskrit:
"Ekaṁ sad viprā bahudhā vadanti"
(Ṛgveda I.164.46)
Transliterasi:
"Ekaṁ sad viprā bahudhā vadanti"
Makna:
"Kebenaran itu satu, namun para rsi menyebutnya dengan banyak nama."

Fungsi Spiritual:
Padmasana menjadi pusat penyatuan spiritual dalam ritual utama dan sebagai tempat pemujaan aspek tertinggi Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam sunyatatwa.


2. Berikut Struktur, Makna, dan Fungsi Meru Tumpang 5 

Meru tumpang lima merupakan salah satu arsitektur sakral penting dalam sistem pura Hindu Bali. Di Pura Kahyangan Dharma Smerti, keberadaan meru ini tidak hanya memiliki nilai estetika dan spiritual, tetapi juga menjadi perwujudan dari filosofi Hindu yang mendalam. Tulisan ini menguraikan struktur fisik, makna simbolis, serta fungsi teologis meru tumpang lima dengan landasan kutipan sloka dalam bahasa Sanskerta sebagai penguat nilai-nilai dharma yang diemban oleh bangunan suci tersebut.

Pura Kahyangan Dharma Smerti merupakan tempat suci yang berfungsi sebagai sarana pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan para manifestasinya. Salah satu unsur penting di pura ini adalah Meru Tumpang 5, sebuah bangunan suci bertingkat lima yang berfungsi sebagai stana dewa-dewi atau roh suci tertentu. Pemaknaan meru tidak bisa dilepaskan dari ajaran tattwa, etika, dan kosmologi Hindu.


Struktur Meru Tumpang 5

Secara fisik, Meru Tumpang 5 terdiri dari beberapa bagian pokok:

  1. Batur (dasar meru) – melambangkan dunia bawah (bhur loka), tempat segala kehidupan bermula.
  2. Badan (bale) – tempat persemayaman simbolis roh suci atau dewa.
  3. Tumpang (atap) – lima atap bertingkat sebagai simbol lapisan langit atau kesadaran spiritual.
  4. Kemuncak (puncak) – dihiasi dengan mustika, lambang sunya (kekosongan absolut), tempat Ida Sang Hyang Widhi Wasa bersemayam secara niskala.

Makna Teologis dan Filosofis

Meru Tumpang 5 merepresentasikan Panca Maha Bhuta, yaitu lima elemen dasar pembentuk alam semesta:

  • Pṛthivī (tanah)
  • Āpas (air)
  • Tejas (api)
  • Vāyu (angin)
  • Ākāśa (eter/ruang)

Juga merepresentasikan Panca Yadnya dan lima aspek kesadaran manusia, serta tahapan spiritual dalam mencapai mokṣa.


Sloka Suci sebagai Landasan

Sloka Sanskrit:
"Pañca mahābhūtāni dhārayan prabhavanti ca |
Eṣāṁ saṅghaṭanād dehaḥ sarvabhūtānukampakaḥ"

(Bhagavata Purāṇa, 3.26.53)

Transliterasi:
"Pañca mahābhūtāni dhārayan prabhavanti ca |
Eṣāṁ saṅghaṭanād dehaḥ sarvabhūtānukampakaḥ"

Makna:
"Lima unsur agung (Panca Maha Bhuta) menopang dan membentuk segala ciptaan. Dari perpaduan unsur-unsur ini, terbentuklah tubuh yang seharusnya penuh kasih kepada semua makhluk."

Sloka ini menegaskan bahwa Meru Tumpang 5 bukan sekadar simbol, melainkan pengingat akan kewajiban dharma manusia untuk hidup harmonis dengan seluruh ciptaan.


Fungsi Meru Tumpang 5 di Pura Kahyangan Dharma Smerti

  1. Sebagai Stana Dewa Wisnu atau Leluhur Suci
    Di Pura Dharma Smerti, meru ini seringkali dipakai sebagai pemujaan kepada Dewa Wisnu, penguasa aspek pelestarian (sthiti), atau sebagai stana pitara suci (leluhur yang telah disucikan).

  2. Sebagai Pusat Energi Suci (Taksu)
    Bangunan ini menjadi poros spiritual pura, tempat turunnya taksu untuk menyucikan dan menjaga keseimbangan rohani umat yang sembahyang.

  3. Simbol Kosmis
    Lima tumpang menggambarkan lapisan semesta, dari yang paling kasar (materi) sampai yang paling halus (kesadaran), dan menjadi simbol perjalanan jiwa menuju penyatuan dengan Brahman.


Penutup

Meru Tumpang 5 di Pura Kahyangan Dharma Smerti tidak hanya memiliki struktur fisik yang khas, tetapi mengandung makna mendalam dalam ajaran Hindu. Bangunan ini menjadi simbol pencerahan, keseimbangan semesta, dan wujud pengabdian umat kepada Tuhan beserta manifestasinya. Melalui pemahaman filosofis dan teologis ini, umat diajak untuk menyelaraskan hidup secara dharmika dan spiritual.


########00000"""""000000########

Meru umpang 5: Simbol Pelestarian Kosmis dan Linggih Pitara Suci

Struktur:
Meru ini memiliki lima tumpang (atap) sebagai simbol lima elemen semesta dan lima arah kesadaran.

Makna Filosofis:
Melambangkan Panca Mahabhuta, Panca Yadnya, serta tingkatan spiritual menuju moksa.

Sloka Sanskrit:
"Sarvam khalv idam brahma"
(Chāndogya Upaniṣad 3.14.1)
Transliterasi:
"Sarvam khalv idam brahma"
Makna:
"Sesungguhnya segala sesuatu ini adalah Brahman."

Fungsi Spiritual:
Menjadi tempat bersemayamnya Dewa Wisnu atau leluhur suci, dalam hal ini adalah Siwa Putra Paramadaksa Manuaba, sebagai pengayom dan pelestari kehidupan niskala umat.


3. Gedong Pejenengan: Wadah Arca Ida Bhatara Hyang Sinuhun

Struktur:
Bangunan berbentuk bilik suci tempat menyimpan arca atau pratima Ida Bhatara.

Makna Teologis:
Gedong Pejenengan menjadi wadah manifestasi sakral Ida Bhatara dalam wujud arca, sebagai simbol pemusatan energi spiritual dan tempat komunikasi antara niskala dan sekala.

Sloka Sanskrit:
"Mām eva ye prapadyante māyām etāṁ taranti te"
(Bhagavad Gītā 7.14)
Transliterasi:
"Mām eva ye prapadyante māyām etāṁ taranti te"
Makna:
"Mereka yang berlindung sepenuhnya kepada-Ku, akan mampu melampaui kekuatan maya (ilusi dunia)."

Fungsi Spiritual:
Gedong Pejenengan menjadi pusat meditasi dan pemujaan Ida Bhatara Hyang Sinuhun sebagai roh suci pengayom Pura Dharma Smerti dan keturunan spiritual beliau.

Kesimpulan

Ketiga bangunan suci ini — Padmasana Ngelayang, Meru Tumpang 5, dan Gedong Pejenengan — merupakan representasi sempurna dari ajaran Siwa Siddhanta dan kosmologi Hindu Bali. Dalam konteks Pura Kahyangan Dharma Smerti, mereka menstana Ida Bhatara Hyang Sinuhun sebagai manifestasi Siwa Putra Paramadaksa Manuaba, yang jejak sucinya berafiliasi langsung dengan Mpu Gana di Pura Panataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek, Pundukdawa. Melalui pemujaan di ketiga struktur tersebut, umat membangun hubungan spiritual dengan Ida Sang Hyang Widhi dan para leluhur suci secara utuh — lahir dan batin, sekala dan niskala.


CATATAN:

Penjelasan Historis-Spiritual Frasa "Berafiliasi Langsung dengan Mpu Gana"

Dalam tradisi Hindu Bali, keberadaan seorang tokoh suci seperti Ida Bhatara Hyang Sinuhun tidak terlepas dari jejak spiritual leluhur yang diwariskan turun-temurun melalui silsilah dharma, karya suci, dan pawisik niskala. Salah satu tokoh sentral dalam hal ini adalah Mpu Gana, seorang Maharsi dan pengabdi Siwa yang dikenal sebagai pelopor spiritual awal dalam sejarah danghyang dan kependetaaan Pasek Bali.

Afiliasi Spiritual dan Kultural

Frasa “berafiliasi langsung dengan Mpu Gana” bermakna bahwa Ida Bhatara Hyang Sinuhun, yang distanakan di Pura Kahyangan Dharma Smerti, merupakan bagian dari silsilah atau jejak dharma yang berakar kuat pada ajaran, cakra tatanan spiritual, dan warisan pustaka yang ditanamkan oleh Mpu Gana. Hal ini dapat dilacak melalui:

  1. Genealogi spiritual (silsilah keturunan pitra/kependetaan) yang menghubungkan Siwa Putra Paramadaksa Manuaba dengan Mpu Gana.
  2. Warisan ajaran dharma yang serupa dalam penataan pura, struktur pelinggih, serta pemujaan arca pratima.
  3. Pawisik dan pewacakan dalam upacara pemelastian, yang menegaskan hubungan batin dan cakra suci antara Ida Bhatara Hyang Sinuhun dan Catur Parhyangan Ratu Pasek.

Rujukan Simbolik dalam Lontar

Dalam beberapa lontar klasik, seperti Lontar Ratu Pasek, Dwijendra Tattwa, maupun Usana Bali, dikisahkan bahwa Mpu Gana merupakan pendeta Siwa Siddhanta yang menyebarkan ajaran spiritual ke berbagai wilayah Bali, mendirikan catur parhyangan suci, dan mewariskan arca linggih kepada para pengikut dharmanya.

Contoh kutipan lontar (bermuatan simbolik):

"Mpu Gana sang yoga siddha mangguhang dharma Siwaning idep, sang mapageh ring tatwa niskala."
Artinya: "Mpu Gana, seorang yang telah mencapai yoga siddhi, menegakkan ajaran Siwa dalam pikiran, teguh dalam kebenaran niskala."

Kesimpulan Perluasan Makna

Dengan demikian, frasa "berafiliasi langsung dengan Mpu Gana" tidak hanya mengandung makna hubungan silsilah biologis atau organisatoris, namun lebih dalam sebagai hubungan rohani dan kultural yang menyambungkan Ida Bhatara Hyang Sinuhun dengan mata rantai suci Mpu Gana, baik melalui warisan arca, ajaran dharma, hingga penguatan pura sebagai pusat spiritual di berbagai kawasan Bali, khususnya Pundukdawa dan Dharma Smerti.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar