Meru tumpang lima merupakan salah satu arsitektur sakral penting dalam sistem pura Hindu Bali. Di Pura Kahyangan Dharma Smerti, keberadaan meru ini tidak hanya memiliki nilai estetika dan spiritual, tetapi juga menjadi perwujudan dari filosofi Hindu yang mendalam. Tulisan ini menguraikan struktur fisik, makna simbolis, serta fungsi teologis meru tumpang lima dengan landasan kutipan sloka dalam bahasa Sanskerta sebagai penguat nilai-nilai dharma yang diemban oleh bangunan suci tersebut.
Pura Kahyangan Dharma Smerti merupakan tempat suci yang berfungsi sebagai sarana pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan para manifestasinya. Salah satu unsur penting di pura ini adalah Meru Tumpang 5, sebuah bangunan suci bertingkat lima yang berfungsi sebagai stana dewa-dewi atau roh suci tertentu. Pemaknaan meru tidak bisa dilepaskan dari ajaran tattwa, etika, dan kosmologi Hindu.
Struktur Meru Tumpang 5
Secara fisik, Meru Tumpang 5 terdiri dari beberapa bagian pokok:
- Batur (dasar meru) – melambangkan dunia bawah (bhur loka), tempat segala kehidupan bermula.
- Badan (bale) – tempat persemayaman simbolis roh suci atau dewa.
- Tumpang (atap) – lima atap bertingkat sebagai simbol lapisan langit atau kesadaran spiritual.
- Kemuncak (puncak) – dihiasi dengan mustika, lambang sunya (kekosongan absolut), tempat Ida Sang Hyang Widhi Wasa bersemayam secara niskala.
Makna Teologis dan Filosofis
Meru Tumpang 5 merepresentasikan Panca Maha Bhuta, yaitu lima elemen dasar pembentuk alam semesta:
- Pṛthivī (tanah)
- Āpas (air)
- Tejas (api)
- Vāyu (angin)
- Ākāśa (eter/ruang)
Juga merepresentasikan Panca Yadnya dan lima aspek kesadaran manusia, serta tahapan spiritual dalam mencapai mokṣa.
Sloka Suci sebagai Landasan
Sloka Sanskrit:
"Pañca mahābhūtāni dhārayan prabhavanti ca |
Eṣāṁ saṅghaṭanād dehaḥ sarvabhūtānukampakaḥ"
(Bhagavata Purāṇa, 3.26.53)
Transliterasi:
"Pañca mahābhūtāni dhārayan prabhavanti ca |
Eṣāṁ saṅghaṭanād dehaḥ sarvabhūtānukampakaḥ"
Makna:
"Lima unsur agung (Panca Maha Bhuta) menopang dan membentuk segala ciptaan. Dari perpaduan unsur-unsur ini, terbentuklah tubuh yang seharusnya penuh kasih kepada semua makhluk."
Sloka ini menegaskan bahwa Meru Tumpang 5 bukan sekadar simbol, melainkan pengingat akan kewajiban dharma manusia untuk hidup harmonis dengan seluruh ciptaan.
Fungsi Meru Tumpang 5 di Pura Kahyangan Dharma Smerti
-
Sebagai Stana Dewa Wisnu atau Leluhur Suci
Di Pura Dharma Smerti, meru ini seringkali dipakai sebagai pemujaan kepada Dewa Wisnu, penguasa aspek pelestarian (sthiti), atau sebagai stana pitara suci (leluhur yang telah disucikan). -
Sebagai Pusat Energi Suci (Taksu)
Bangunan ini menjadi poros spiritual pura, tempat turunnya taksu untuk menyucikan dan menjaga keseimbangan rohani umat yang sembahyang. -
Simbol Kosmis
Lima tumpang menggambarkan lapisan semesta, dari yang paling kasar (materi) sampai yang paling halus (kesadaran), dan menjadi simbol perjalanan jiwa menuju penyatuan dengan Brahman.
Penutup
Meru Tumpang 5 di Pura Kahyangan Dharma Smerti tidak hanya memiliki struktur fisik yang khas, tetapi mengandung makna mendalam dalam ajaran Hindu. Bangunan ini menjadi simbol pencerahan, keseimbangan semesta, dan wujud pengabdian umat kepada Tuhan beserta manifestasinya. Melalui pemahaman filosofis dan teologis ini, umat diajak untuk menyelaraskan hidup secara dharmika dan spiritual.
########00000"""""000000########
Penjelasan Historis-Spiritual Frasa "Berafiliasi Langsung dengan Mpu Gana"
Dalam tradisi Hindu Bali, keberadaan seorang tokoh suci seperti Ida Bhatara Hyang Sinuhun tidak terlepas dari jejak spiritual leluhur yang diwariskan turun-temurun melalui silsilah dharma, karya suci, dan pawisik niskala. Salah satu tokoh sentral dalam hal ini adalah Mpu Gana, seorang Maharsi dan pengabdi Siwa yang dikenal sebagai pelopor spiritual awal dalam sejarah danghyang dan kependetaaan Pasek Bali.
Afiliasi Spiritual dan Kultural
Frasa “berafiliasi langsung dengan Mpu Gana” bermakna bahwa Ida Bhatara Hyang Sinuhun, yang distanakan di Pura Kahyangan Dharma Smerti, merupakan bagian dari silsilah atau jejak dharma yang berakar kuat pada ajaran, cakra tatanan spiritual, dan warisan pustaka yang ditanamkan oleh Mpu Gana. Hal ini dapat dilacak melalui:
- Genealogi spiritual (silsilah keturunan pitra/kependetaan) yang menghubungkan Siwa Putra Paramadaksa Manuaba dengan Mpu Gana.
- Warisan ajaran dharma yang serupa dalam penataan pura, struktur pelinggih, serta pemujaan arca pratima.
- Pawisik dan pewacakan dalam upacara pemelastian, yang menegaskan hubungan batin dan cakra suci antara Ida Bhatara Hyang Sinuhun dan Catur Parhyangan Ratu Pasek.
Rujukan Simbolik dalam Lontar
Dalam beberapa lontar klasik, seperti Lontar Ratu Pasek, Dwijendra Tattwa, maupun Usana Bali, dikisahkan bahwa Mpu Gana merupakan pendeta Siwa Siddhanta yang menyebarkan ajaran spiritual ke berbagai wilayah Bali, mendirikan catur parhyangan suci, dan mewariskan arca linggih kepada para pengikut dharmanya.
Contoh kutipan lontar (bermuatan simbolik):
"Mpu Gana sang yoga siddha mangguhang dharma Siwaning idep, sang mapageh ring tatwa niskala."
Artinya: "Mpu Gana, seorang yang telah mencapai yoga siddhi, menegakkan ajaran Siwa dalam pikiran, teguh dalam kebenaran niskala."
Kesimpulan Perluasan Makna
Dengan demikian, frasa "berafiliasi langsung dengan Mpu Gana" tidak hanya mengandung makna hubungan silsilah biologis atau organisatoris, namun lebih dalam sebagai hubungan rohani dan kultural yang menyambungkan Ida Bhatara Hyang Sinuhun dengan mata rantai suci Mpu Gana, baik melalui warisan arca, ajaran dharma, hingga penguatan pura sebagai pusat spiritual di berbagai kawasan Bali, khususnya Pundukdawa dan Dharma Smerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar