Tata Cara Puasa Memutih Setelah Pawintenan Wiwa dalam Garis Parampara Griya Agung Bangkasa: Laku Tapasya Menuju Kesucian Diri
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Abstrak
Dalam tradisi spiritual Hindu Bali, pawintenan wiwa merupakan salah satu bentuk penyucian diri yang dilakukan sebagai persiapan mendalami ajaran dharma. Pasca-pawintenan, seorang sadhaka atau sisya melaksanakan puasa memutih sebagai bentuk tapasya (penyucian diri lahir dan batin). Artikel ini menjabarkan tata cara puasa memutih menurut garis ajaran parampara Griya Agung Bangkasa, dengan pendekatan naratif-teologis disertai kutipan sloka Hindu sebagai dasar filosofisnya.
Pendahuluan
Puasa (upavāsa) bukan hanya praktik pengendalian nafsu jasmani, tetapi juga langkah menuju pencerahan batin. Dalam parampara (garis ajaran) Griya Agung Bangkasa, puasa memutih merupakan ritual wajib pasca pawintenan wiwa yang dilakukan untuk menyelaraskan tubuh, pikiran, dan jiwa. Tradisi ini bertujuan memperkuat tekad spiritual serta membuka pintu kesadaran menuju moksha.
---
Dasar Filosofis
Puasa dalam Hindu memiliki dasar kuat dalam kitab-kitab suci. Salah satu sloka dari Bhagavad Gītā menyatakan:
Sloka:
“yuktāhāra-vihārasya yukta-ceṣṭasya karmasu
yukta-svapnāvabodhasya yogo bhavati duḥkha-hā”
(Bhagavad Gītā VI.17)
Makna:
“Bagi orang yang seimbang dalam makan, istirahat, kerja, dan disiplin dalam tidur dan bangunnya, yoga akan melenyapkan segala penderitaan.”
Sloka ini menekankan pentingnya pengendalian diri dalam segala aspek hidup, termasuk makan, tidur, dan bertindak. Puasa memutih merupakan implementasi dari pengendalian ini secara praktis dan spiritual.
---
Tata Cara Puasa Memutih
1. Niat dan Persiapan (Sankalpa dan Śuddhi)
Niat suci diucapkan di hadapan pelinggih atau sanggah dengan pemusatan pikiran kepada Ista Dewata.
Mandi atau melukat sebagai simbol penyucian lahiriah.
2. Waktu dan Lama Puasa
Dimulai: Saat matahari terbit.
Diakhiri: Saat matahari terbenam.
Durasi: 1 hari atau lebih sesuai petunjuk guru nabe.
3. Pantangan dan Kewajiban
Pantangan:
Hanya makan makanan berwarna putih.
Tidak mengonsumsi daging, bawang, minuman berwarna.
Menjauhi amarah, konflik, dan kegiatan duniawi yang berat.
Kewajiban:
Melakukan japa atau meditasi sesuai ajaran guru.
Menjaga kesucian pikiran, ucapan, dan tindakan.
4. Jenis Makanan
Nasi putih tanpa lauk.
Air putih.
Parutan kelapa, ketela putih, atau umbi putih (tanpa bumbu).
Boleh makan telor, susu, madu dan tahu (tanpa garam & penyedap rasa)
5. Penutup Puasa
Sembahyang sore (sandhya vandana atau surya sewana).
Mengakhiri puasa dengan doa syukur dan santapan sederhana.
---
Makna Spiritual dan Konteks Parampara
Dalam ajaran Griya Agung Bangkasa, puasa memutih tidak hanya bersifat asketik, tetapi juga berfungsi sebagai jembatan untuk menerima getaran spiritual dari guru nabe. Praktik ini memperkuat koneksi guru-sisya, memperhalus batin, dan memperkuat kesiapan seseorang untuk menjalani tapa, yoga, dan belajar kitab suci (śāstra).
---
Penutup
Puasa memutih pasca pawintenan wiwa merupakan bentuk nyata dari penyatuan antara disiplin diri dan aspirasi spiritual. Melalui garis parampara Griya Agung Bangkasa, praktik ini diwariskan secara turun-temurun untuk menjaga kemurnian adhyatmika margi. Sebagaimana ajaran Bhagavad Gītā, hanya dengan keseimbangan dan kesucian batin, penderitaan dapat dilampaui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar