Senin, 28 April 2025

Dilema Seorang Acharya

Dilema Seorang Acharya: Refleksi atas Sosok Dronacharya dalam Mahabharata

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba



Pendahuluan

Dalam epos Mahabharata, Dronacharya dikenal sebagai guru agung dari Hastinapura, sosok cendekia dan pejuang yang menjadi panutan. Ia berhasil mendidik para pangeran seperti Arjuna, Bhima, Yudhishthira, Duryodhana, dan lainnya menjadi kesatria-kesatria unggul. Namun, ironinya, ia gagal membentuk karakter luhur dalam diri putranya sendiri, Ashwatthama. Hal ini mencerminkan dilema universal seorang guru—mampu membentuk orang lain, namun lemah dalam membina keluarganya sendiri.


Sloka Hindu Terkait Makna Seorang Guru dan Tantangannya

Sanskerta (Sloka Bhagavad Gita 3.26):
न बुद्धिभेदं जनयेदज्ञानां कर्मसङ्गिनाम् ।
जोषयेत्सर्वकर्माणि विद्वान्युक्तः समाचरन् ॥

Transliterasi:
na buddhi-bhedaṁ janayed ajñānāṁ karma-saṅginām
joṣayet sarva-karmāṇi vidvān yuktaḥ samācaran

Makna:
"Orang bijak seharusnya tidak menyebabkan kebingungan dalam pikiran mereka yang kurang berpengetahuan, tetapi ia harus mendorong mereka untuk melaksanakan tugas mereka dengan memberikan contoh melalui tindakan bijaksana."

Refleksi:
Sloka ini menekankan bahwa seorang bijak (guru) sepatutnya tidak hanya mengajarkan kebenaran, tetapi juga menunjukkan jalan melalui teladan. Kegagalan Dronacharya dalam membimbing Ashwatthama bisa dipahami sebagai kurangnya keseimbangan antara ajaran dan contoh nyata dalam konteks batin keluarga.


Makna dan Refleksi

1. Peran Ganda yang Tak Selalu Seimbang
Drona, sebagai Acharya, mencetak kesatria-kesatria hebat dengan disiplin dan ketegasan. Namun, terhadap Ashwatthama, kasih sayangnya menjadi kabur antara pengasuhan dan ambisi. Ikatan emosional membuatnya sulit objektif, berbeda dengan sikapnya terhadap murid lain.

2. Harapan dan Ambisi yang Membebani
Keinginan agar Ashwatthama melampaui Arjuna justru menjerumuskannya ke dalam ego dan kecemburuan. Setelah perang, Ashwatthama menjadi pelaku pembantaian tragis, cerminan bahwa ambisi orang tua tanpa penanaman nilai moral hanya melahirkan kehancuran batin.

3. Pengajaran Teknis vs. Nilai Moral
Drona unggul dalam ilmu perang, namun gagal menanamkan kebajikan dan pengendalian diri pada anaknya. Ini menegaskan bahwa guru sejati bukan hanya yang pandai mengajar, tetapi juga menanamkan moralitas.


Pelajaran untuk Masa Kini

  • Menjadi guru bukan hanya soal keahlian, tetapi juga pembentukan karakter dan keadilan.
  • Dalam mendidik anak, kasih sayang harus disertai kebijaksanaan dan batas.
  • Keluarga bukan tempat ambisi pribadi dicurahkan, melainkan ladang utama penumbuhan nilai-nilai luhur.

Kutipan Bijak

"Seorang guru mampu menyalakan cahaya dalam hati banyak murid, namun sering kali lupa bahwa pelita di rumahnya sendiri pun butuh nyala yang sama."


Tulisan Pendek Reflektif

Dronacharya adalah lambang kebesaran seorang guru, tetapi juga simbol ironi dalam pengasuhan. Ia menjadikan Arjuna pemanah tak terkalahkan, namun gagal menuntun Ashwatthama pada jalan kebajikan. Inilah pelajaran besar bagi kita: bahwa mendidik anak sendiri bukan hanya soal mengajar, tapi tentang hadir sepenuh hati, menanam nilai luhur dengan kasih, bukan hanya keinginan besar. Guru sejati bukan hanya membentuk prestasi, tetapi mencetak pribadi yang arif—terutama di dalam rumahnya sendiri.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar