Kamis, 24 April 2025

MENILAI DIRI SEBELUM MENILAI ORANG LAIN

MENILAI DIRI SEBELUM MENILAI ORANG LAIN: Telaah Etis dan Filosofis dari Perspektif Hindu


Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba


Abstrak

Kebiasaan menilai orang lain tanpa introspeksi diri merupakan gejala sosial yang umum dijumpai dalam kehidupan modern. Dalam perspektif Hindu, pengendalian diri, introspeksi, dan pengakuan atas kekurangan diri adalah bagian penting dari pembentukan karakter luhur (sattva). Artikel ini menyoroti pentingnya menilai diri sendiri sebelum menghakimi orang lain melalui lensa filosofi Hindu dan ajaran Sansekerta yang abadi.


1. Pendahuluan

Gambar dengan kutipan berikut:

"Pandai menghina tapi lupa berkaca.
Bijak dalam menilai orang tapi bodoh menilai diri sendiri."

— Gibran Rakabuming Raka

Kutipan ini menyentil kebiasaan manusia dalam memberikan penilaian sepihak, tanpa refleksi terhadap diri sendiri. Pesan moralnya selaras dengan nilai-nilai Hindu yang menekankan swadhyaya (introspeksi diri) dan viveka (kebijaksanaan membedakan benar dan salah).


2. Ajaran Sansekerta tentang Introspeksi dan Kesadaran Diri

Salah satu sloka yang relevan adalah dari Manusmṛti, kitab hukum Hindu:

Sanskerta:
आत्मानं सततं पश्येद् यच्च किच्चिदसम्पदि ।

Transliterasi:
Ātmānaṁ satataṁ paśyed yac ca kiccid asampadi.

Makna:
Seseorang hendaknya selalu mengamati dirinya sendiri, bahkan dalam hal sekecil apa pun yang tidak pantas.

Sloka ini mengajarkan pentingnya kesadaran dan pengamatan terhadap perilaku serta pikiran diri sendiri, bukan hanya terhadap orang lain.


3. Introspeksi sebagai Dasar Etika Hindu

Introspeksi (atmavichara) dalam ajaran Hindu bukan sekadar refleksi pasif, tetapi sebuah praktik aktif menuju pembebasan (moksha). Dalam Bhagavad Gita, Krishna mengajarkan:

Bhagavad Gita 6.5

Sanskerta:
उद्धरेदात्मनात्मानं नात्मानमवसादयेत्।

Transliterasi:
Uddhared ātmanātmānaṁ nātmānam avasādayet.

Makna:
Seseorang harus mengangkat dirinya sendiri dengan pikirannya sendiri, dan tidak merendahkan dirinya sendiri.

Pesan ini menyiratkan bahwa hanya dengan memahami dan mengangkat diri sendirilah seseorang dapat menjadi pembimbing bagi orang lain.


4. Menjadi Diri Sendiri, Bukan Menjadi Bayangan Orang Lain

Bagian kutipan lainnya mengatakan:

"Jadilah diri sendiri tak peduli mereka mau suka ataupun tidak."

Ini sejalan dengan konsep Swadharma—melakukan tugas hidup pribadi tanpa bergantung pada pengakuan sosial.

Sanskerta:
श्रेयान्स्वधर्मो विगुण: परधर्मात्स्वनुष्ठितात्।

Transliterasi:
Shreyān svadharmo viguṇaḥ para-dharmāt sv-anuṣṭhitāt.

Makna:
Lebih baik menjalankan kewajiban sendiri meskipun kurang sempurna, daripada menjalankan kewajiban orang lain dengan sempurna.


5. Kesimpulan

Menilai diri sendiri adalah laku spiritual dan etis yang membawa manusia pada kebijaksanaan sejati. Dalam era digital dan media sosial, ketika semua orang bisa menjadi pengkritik, ajaran ini menjadi semakin relevan. Refleksi diri lebih sukar daripada menilai orang lain, tetapi di sanalah letak nilai spiritualitas yang sejati.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar