Sabtu, 26 April 2025

Harmonisasi Sosial-Religius di Griya Agung Bangkasa.

Jejak Historis dan Filosofis Ki Dalang Tangsub dan Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba: Harmonisasi Sosial-Religius di Griya Agung Bangkasa


Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Abstrak

Artikel ini mengkaji peran historis dan filosofis dua tokoh besar dari Griya Agung Bangkasa, yaitu Ki Dalang Tangsub dan Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba, dalam pembentukan harmoni sosial-religius di Bali. Melalui telaah tradisi lisan dan lontar-lontar klasik, dipaparkan bagaimana Ki Dalang Tangsub menjadi penyatu komunitas Pasek Aan dan Brahmana Manuaba, sementara Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba melanjutkan misi tersebut dengan membangun kembali solidaritas pretisentana spiritual di Pundukdawa.



Pendahuluan

Dalam sejarah sosial Bali, Griya Agung Bangkasa memiliki posisi strategis sebagai pusat penyebaran nilai-nilai spiritual, budaya, dan integrasi sosial. Dua tokoh sentral yang berperan besar dalam proses ini adalah Ki Dalang Tangsub dan keturunannya pada generasi ke-8, Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba. Keduanya tidak hanya berfungsi sebagai pewaris garis keturunan, tetapi juga sebagai agen harmonisasi antara kelompok-kelompok sosial yang semula memiliki perbedaan fungsi religius.


Peran Historis Ki Dalang Tangsub

Berdasarkan kajian tradisi lisan dan lontar tua, Ki Dalang Tangsub dikenal sebagai leluhur awal Pasek Manuaba. Dalam konteks sosial-religius Bali masa itu, masyarakat terbagi dalam komunitas dengan fungsi yang berbeda, antara lain Pasek Aan (berkarakter ksatria dan rakyat biasa) dan Brahmana Manuaba (berkarakter rohaniawan).
Ki Dalang Tangsub berperan sebagai titik temu dari dua komunitas besar tersebut, menyatukan mereka tanpa menghapus identitas aslinya, melainkan membangun sebuah harmoni baru yang mengintegrasikan nilai duniawi (sekala) dan nilai adikodrati (niskala).

Fungsi brahmanikal Ki Dalang Tangsub tercermin dalam beberapa aspek utama:

  • Pelestarian harmoni sosial dengan mengintegrasikan komunitas sosial-religius yang berbeda latar.
  • Penguatan identitas kolektif berdasarkan prinsip kesetaraan dalam keberagaman.
  • Pewarisan nilai dharma (kebenaran, keadilan, harmoni) dalam interaksi antar-golongan.

Dalam makna filosofis, Ki Dalang Tangsub mempresentasikan nilai penyatuan polaritas, yaitu mendamaikan dunia sekala dan niskala sebagai fondasi sosial masyarakat Bali.


Peran Lanjutan Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba

Sebagai generasi ke-8, Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba dari Griya Agung Bangkasa melanjutkan visi besar Ki Dalang Tangsub. Dalam sejarah, beliau berperan penting dalam penyatuan kembali pretisentana spiritual keturunan Ida Bhatara Panca Rsi dan Sapta Rsi di Pundukdawa.
Langkah ini memperlihatkan kesinambungan misi leluhur untuk menjaga keharmonisan spiritual di tengah pluralitas Bali.

Selain itu, kontribusi monumental beliau adalah pembangunan Pura Panataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek di Pundukdawa. Pura ini menjadi pusat pemujaan terhadap Ida Bhatara Mpu Gana, salah satu resi agung dalam sejarah Bali, sekaligus menegaskan pentingnya spiritualitas kolektif dalam menjaga kesatuan sosial Bali.


Kesimpulan

Baik Ki Dalang Tangsub maupun Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba merupakan figur sentral yang tidak hanya memainkan peran genealogis, tetapi juga misi filosofis dan spiritual dalam sejarah Bali. Keduanya menanamkan nilai harmoni sosial, kesetaraan spiritual, dan integrasi kultural, yang masih dapat dirasakan hingga kini di komunitas-komunitas Pasek dan Brahmana di Bali.

Dengan menelaah perjalanan kedua tokoh ini, kita memahami bahwa kesatuan dalam keberagaman bukan hanya ideal modern, tetapi sudah menjadi ajaran luhur yang diwariskan oleh para leluhur Bali sejak berabad-abad lalu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar