JAGA BAYA DULANG MANGAP: Rekonstruksi Historis Pasukan Khusus Bali Menjadi Pilar Pengamanan Sakral Pura Penataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Abstrak
Tulisan ini membahas transformasi historis dan spiritual dari satuan pasukan tempur Bali kuno bernama Dulang Mangap menjadi sebuah institusi pengamanan adat modern bernama Jaga Baya Dulang Mangap (JB Dulang Mangap). Berdasarkan sumber tradisi lisan dan narasi lokal Pasek, artikel ini menelaah peran strategis Dulang Mangap di era kerajaan Bali, serta metamorfosisnya menjadi komponen vital dalam pembangunan dan pengamanan Pura Penataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek di Pundukdawa. Simbolisme, spiritualitas, dan nilai darma yang terkandung dalam satuan ini menjadi fokus kajian, dengan dukungan kutipan sloka Sansekerta sebagai kerangka etik dan filosofisnya.
---
Pendahuluan
Dalam khazanah sejarah Bali kuno, nama Dulang Mangap muncul sebagai pasukan elit hasil gagasan strategis dari Patih Kyayi Ularan menjelang ekspedisi ke tanah Jawa. Nama ini bukan muncul sembarangan, melainkan merupakan hasil kontemplasi antara Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel dan Pangeran Pasek Padang Subadra, mengadopsi nama dari spesies laut: Ikan Mang yang buas dan sulit dipantau gerakannya—mirip pasukan gerilya.
Makna leksikal "dulang mangap" secara harfiah adalah "dulang yang terbuka lebar". Dulang adalah wadah atau nampan besar yang terbuat dari anyaman atau kayu, yang biasa digunakan dalam tradisi Bali untuk menyajikan berbagai macam makanan, terutama dalam upacara keagamaan. "Mangap" berarti terbuka lebar. Jadi, "dulang mangap" bisa diartikan sebagai dulang yang terbuka lebar, siap untuk menampung berbagai macam sesajian.
Dalam konteks tertentu, "dulang mangap" juga bisa memiliki makna kiasan, yaitu:
Simbul Kekayaan:
- Dulang yang terbuka lebar melambangkan kekayaan dan kemurahan hati karena siap menampung berbagai macam sesajian.
- Sikap Terbuka:Dulang yang terbuka lebar bisa diartikan sebagai sikap yang terbuka, siap menerima dan memberikan.
- Keberanian dan Sikap Tentu:Dulang yang terbuka lebar juga bisa diartikan sebagai keberanian dan sikap yang mantap, siap menghadapi tantangan.
- Cinta Kasih:Dulang yang terbuka lebar juga bisa diartikan sebagai cinta kasih yang besar, siap memberikan kepada semua orang.
Secara umum, "dulang mangap" dalam konteks Bali seringkali melambangkan kekayaan, kemurahan hati, dan sikap terbuka. Penggunaan dulang mangap dalam upacara keagamaan memberikan makna bahwa masyarakat Bali siap untuk menerima dan memberikan berkah kepada sesama.
Makna teologis dari logo Jagabaya Dulang Mangap dapat ditafsirkan berdasarkan unsur-unsur visual dan filosofis yang terkandung di dalamnya. Berikut adalah interpretasi teologisnya:
1. Nama “Jagabaya Dulang Mangap”
- Jagabaya berasal dari kata “jaga” (menjaga) dan “baya” (bahaya atau ancaman), secara teologis menggambarkan sosok pelindung dharma atau kebenaran.
- Dulang Mangap merupakan simbol persembahan suci, di mana dulang sebagai wadah dan mangap (terbuka) menunjukkan keterbukaan dalam menerima anugrah dan semangat tulus ngayah.
2. Lambang Api Merah Menjulang
- Api melambangkan api suci (Agni) yang dalam ajaran Veda adalah perantara persembahan kepada para Dewa.
- Api juga mewakili kesucian, semangat pengabdian, dan pembersihan diri secara rohani (tapasya).
- Jumlah lidah api dapat dimaknai sebagai simbol banyaknya semangat pengabdian dari setiap elemen semeton Pasek.
3. Dulang Putih
- Wadah atau dulang warna putih menggambarkan kesucian niat dan ketulusan hati dalam ngayah atau melayani. Dalam konteks upacara Hindu Bali, dulang adalah media untuk banten atau persembahan kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi).
- Dulang juga sebagai simbol wadah universal yang mempersatukan segala profesi, status, dan latar belakang dalam satu pengabdian suci.
4. Warna Merah, Putih, dan Hitam (Tri Datu)
- Warna-warna ini adalah simbol Tri Murti:
- Merah: Brahma – pencipta, lambang semangat dan kreativitas.
- Putih: Siwa – pelebur, lambang kesucian dan kebijaksanaan.
- Hitam (pada lingkar luar dan teks): Wisnu – pemelihara, lambang kestabilan dan keberlanjutan.
- Ketiganya menyimbolkan keselarasan dalam karya, niat, dan tujuan yang ditujukan demi kebajikan umat dan semesta.
5. Ornamen Ukiran Bali
- Ornamen yang mengelilingi melambangkan nilai-nilai lokal sakral dan estetika spiritual Bali, tempat di mana budaya dan agama menyatu dalam satu napas kehidupan.
- Bentuknya seperti teratai (padma), lambang kesadaran spiritual yang tinggi dan tumbuh dari kesucian hati.
Kesimpulan Teologis:
Logo Jagabaya Dulang Mangap secara teologis mencerminkan semangat ngayah berdasarkan prinsip dharma, kesucian, pengabdian, dan kesatuan. Organisasi ini adalah representasi nyata dari pelindung spiritual dan sosial yang bergerak dalam nilai Satya Ring Sesana (kebenaran) dan Wirang Ring Semeton (kesetiaan pada saudara), sebagai pengejawantahan ajaran Hindu Bali yang luhur dan dinamis.
Senopati pertama dari pasukan ini adalah Kyayi Pasek Dangka, kemudian diteruskan oleh Ki Pasek Tohjiwa, yang oleh Raja Çri Gajah Wahana diberi gelar kesatria: Kyayi Gusti Pangeran Pasek Tohjiwa dan menjabat sebagai Amancabhumi. Hadiah berupa keris "I Pecalang" menjadi simbol peran barunya.
Makna leksikal kata "pecalang" adalah petugas keamanan tradisional di desa adat Bali yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban saat upacara keagamaan atau kegiatan adat. Kata ini berasal dari bahasa Bali "celang" yang berarti "awas" atau "waspada".
Elaborasi:
"Pecalang" sebagai Petugas Keamanan:
Pecalang adalah satuan pengamanan adat yang berperan menjaga keamanan dan ketertiban di tingkat desa atau banjar adat Bali.
Asal-Usul Kata:
Kata "pecalang" berasal dari bahasa Bali "celang" yang memiliki arti "awas" atau "waspada". Hal ini mencerminkan peran pecalang sebagai penjaga yang selalu waspada dan mengawasi wilayahnya.
Tugas dan Kewenangan:
Pecalang memiliki wewenang untuk menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah desa adat. Mereka juga membantu mengatur lalu lintas dan menjaga keamanan saat upacara keagamaan atau kegiatan adat.
Peran dalam Masyarakat:
Pecalang memiliki peran penting dalam menjaga adat istiadat dan keamanan di desa adat Bali. Keberadaannya sangat disegani karena mereka tidak digaji, tetapi menjalankan tugas sosial dengan penuh tanggung jawab.
Karakteristik Pecalang:
Pecalang biasanya memiliki ciri khas pakaian, seperti kamen Bali, saput poleng (hitam dan putih), destar, dan bunga pucuk. Mereka juga sering membawa keris sebagai simbol kekuatan dan wewenang.
---
Transformasi Menjadi Jaga Baya
Setelah jatuhnya Kerajaan Bedahulu, kekuasaan di Bali dilanjutkan oleh Keturunan Pasek Sanak Sapta Rsi, dan eksistensi Dulang Mangap tak lagi dalam fungsi militer, melainkan sebagai institusi pengamanan adat. Atas inisiasi Panitia Pembangunan Pura Penataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek, satuan ini dibentuk ulang menjadi:
> JAGA BAYA DULANG MANGAP
Sebuah organisasi sayap dari Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR)
---
Fungsi dan Filosofi Kekinian
JB Dulang Mangap kini berfungsi sebagai:
1. Pengaman area suci saat upacara
2. Penjaga ketertiban dalam pembangunan pura
3. Simbol pelestarian sejarah spiritual dan budaya Pasek
---
Sloka Sansekerta Pendukung
> शूरो धर्मेण जीवति।
Śūro dharmeṇa jīvati
(Pahlawan hidup melalui Dharma)
Makna: Seorang kesatria sejati tidak diukur dari kekuatan fisik, melainkan dari keberaniannya menjalankan kebenaran (Dharma).
---
Motto Etika Organisasi
> "Satya ring Sesana, Wirang ring Semeton"
(Setia pada aturan suci, malu bila mengecewakan saudara)
---
Kesimpulan
Jaga Baya Dulang Mangap bukan sekadar rekonstruksi militeristik historis, melainkan transformasi nilai spiritual dan budaya luhur Bali. Dalam dinamika zaman modern, entitas ini menjadi benteng darma dalam menjaga kemuliaan pura dan harmoni masyarakat adat Pasek. Nilai-nilai ini relevan dipelajari, dipahami, dan diwariskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar