Rabu, 30 April 2025

Gedong Tumpang Lima/Gedong Dalem Pancapatha

Gedong Dalem Pancapatha dalam Arsitektur Pura Kahyangan Dharma Smṛti: Simbol Lima Jalan Menuju Kesucian Tertinggie


Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Abstrak:

Gedong Dalem Pancapatha adalah sebuah Gedong batu dengan atap lima susun sebagai simbol arsitektur suci dalam Pura Kahyangan Dharma Smṛti yang mencerminkan keluhuran spiritual dan perjalanan manusia menuju moksha melalui lima jalan utama: Bhakti, Jnana, Karma, Raja, dan Yoga. Makalah ini menganalisis makna simbolik, fungsi pengayatan, dan fondasi filosofis gedong beratap tumpang lima tersebut. Landasan teologis disertai dengan kutipan sloka Sanskerta memperkuat konsep kesucian dan tujuan spiritual struktur ini.



Pendahuluan:

Pura dalam tradisi Hindu Bali bukan hanya tempat ibadah, melainkan juga wadah simbolik dari kosmologi dan spiritualitas Hindu. Gedong beratap tumpang lima, khususnya yang dinamai Gedong Dalem Pancapatha, mencerminkan perjalanan ruhani umat menuju penyatuan dengan Brahman. Arsitektur ini mencerminkan pemahaman lokal yang dalam terhadap nilai-nilai universal dalam ajaran Veda.


Makna dan Fungsi Gedong Dalem Pancapatha

1. Makna Nama dan Struktur:

  • Gedong Dalem Kawitan: Tempat pemujaan suci yang bersifat dalam, tersembunyi, dan mulia.
  • Pancapatha: Lima jalan spiritual yang diakui dalam filsafat Hindu untuk mencapai moksha, yaitu:
    • Bhakti: Jalan pengabdian dan cinta kasih pada Tuhan.
    • Jnana: Jalan pengetahuan sejati.
    • Karma: Jalan tindakan suci dan tanpa pamrih.
    • Raja: Jalan pengendalian diri dan disiplin batin.
    • Yoga: Jalan penyatuan jiwa individu (atman) dengan Tuhan (Brahman).

2. Struktur Lima Tumpang:
Lima atap tumpang melambangkan naiknya tingkat spiritualitas dari duniawi menuju kesadaran ilahiah, paralel dengan lima unsur (Panca Mahabhuta) dan Panca Dewata.


Tujuan Pengayatan:

  1. Dewa Pitara / Dalem Kawitan:
    Dituju oleh para keturunan Pasek, Pande, Dalem Tarukan, Bujangga, dan Arya sebagai tempat penghormatan suci kepada leluhur utama.

  2. Dewa-Dewi Seperti Wisnu dan Brahma:
    Mengarah pada pemujaan terhadap Dewa Pemelihara dan Dewa Pencipta sesuai fungsi dan tradisi pura setempat.

  3. Gunung atau Tempat Suci (Gunung Agung / Hyang Parama Kawi):
    Mengandung makna makrokosmik, sebagai penyatuan antara alam dan spiritualitas melalui arah hulu atau tempat yang dianggap sebagai stana Hyang tertinggi.


Landasan Sloka dan Filosofi

Sebagai dasar teologis dan simbolik dari keberadaan Gedong Dalem Pancapatha, berikut dikutip sebuah sloka Sanskerta:


Sloka (dari Taittirīya Upaniṣad II.6):
सत्यं ज्ञानमनन्तं ब्रह्म।
Satyam jñānam anantam brahma.

Transliterasi:
Satyam jñānam anantam brahma.

Makna:
"Kebenaran, pengetahuan, dan ketidakterbatasan—itulah Brahman."

Sloka ini menekankan bahwa Tuhan adalah esensi dari kebenaran mutlak, pengetahuan suci, dan keberadaan yang abadi. Lima jalan spiritual yang dilambangkan oleh Pancapatha adalah sarana menuju pemahaman akan Brahman.


Sloka Tambahan (Bhagavad Gītā IV.11):
ये यथा मां प्रपद्यन्ते तांस्तथैव भजाम्यहम्।
Ye yathā māṁ prapadyante tāṁs tathaiva bhajāmy aham.

Transliterasi:
Ye yathā māṁ prapadyante tāṁs tathaiva bhajāmy aham.

Makna:
"Sejauh mana seseorang menghampiri-Ku, sejauh itu pula Aku menyambutnya."

Ini menguatkan filosofi bahwa semua jalan (bhakti, jnana, karma, raja, yoga) adalah sah menuju ke hadirat Tuhan.


Kesimpulan:

Gedong Dalem Pancapatha tidak hanya struktur fisik, melainkan simbol luhur dari tangga spiritual dalam Hindu Bali. Ia mengandung nilai-nilai filosofi mendalam yang menuntun umat melewati lima jalur pembebasan diri. Maknanya dipertegas melalui pengayatan kepada leluhur, dewa, dan manifestasi Tuhan dalam bentuk gunung atau tempat suci. Sloka-sloka suci dari teks Weda dan Upaniṣad memperkuat posisi gedong ini sebagai pusat kesucian dalam perjalanan spiritual umat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar