Kamis, 24 April 2025

Proses Pengabenan Nis Prateka Nir Prabhawa Jala Agni Samyojana Pemargi Ngelanus

Proses Pengabenan Nis Prateka Nir Prabhawa Jala Agni Samyojana Pamargi Ngelanus: Tinjauan Filosofis dan Tahapan Ritus dalam Tradisi Hindu Bali

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Abstrak Ritus pengabenan dalam agama Hindu Bali merupakan salah satu upacara yadnya penting yang mencerminkan hubungan manusia dengan alam, leluhur, dan Hyang Widhi. Artikel ini bertujuan untuk menguraikan secara sistematis dan filosofis proses pengabenan Nis Prateka Nir Prabhawa Jala Agni Samyojana Ngelanus (Jala = air; Agni = api; Samyojana = penyatuan/penggabungan), yaitu upacara penyatuan unsur tubuh kembali ke alam semesta. Pengabenan ini diuraikan berdasarkan tahapan upacara, makna simbolik, dan relevansi spiritualnya dalam konteks kepercayaan masyarakat Hindu Bali.

A. Pendahuluan

Pengabenan (ngaben) adalah salah satu upacara penting dalam ajaran Hindu Bali yang menandai proses pelepasan roh (atma) dari belenggu duniawi untuk kembali menyatu dengan Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam konteks ini, pengabenan tidak hanya bersifat ritual, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai filosofis, spiritual, dan ekologis yang tinggi. Pengabenan Nis Prateka Nir Prabhawa yang dimaknai sebagai jalan pengembalian unsur kepada asalnya melalui proses Jala (air) dan Agni (api), menjadi salah satu manifestasi dari ajaran tentang kesadaran akan ketidakkekalan dan penyatuan dengan sumber abadi.


B. Landasan Filosofis

Ajaran Hindu mengenal konsep Panca Mahabhuta yaitu lima elemen pembentuk alam dan tubuh manusia: tanah (prthivi), air (apah), api (teja), udara (vayu), dan ruang (akasa). Pengabenan merupakan proses spiritual untuk mengembalikan kelima unsur ini ke asalnya. Filosofi ini selaras dengan sloka:

सर्वे भवन्तु सुखिनः सर्वे सन्तु निरामयाः
Sarve bhavantu sukhinaḥ, sarve santu nirāmayāḥ
Semoga semua makhluk hidup bahagia dan terbebas dari penderitaan.

Upacara ini juga merupakan realisasi dari konsep moksha, yaitu pembebasan atma dari siklus kelahiran dan kematian (samsara), menuju penyatuan dengan Brahman.


C. Tahapan Upacara dan Makna Simbolik


I. Tahap Nusang /Memandikan Sawa (Inti Upacara Sawa, Canang, Rantasan)

Tahapan ini menjadi awal prosesi pengabenan di mana sawa atau jenazah dimandikan sebagai lambang pembersihan lahiriah dan simbol permulaan penyucian jiwa. Air yang digunakan dalam prosesi ini melambangkan unsur tirtha yang menyucikan dan menghubungkan antara dunia nyata dan niskala.

Sloka: "Apah punantu prithivim, prithivi punatu mam"
Transliterasi: Apaḥ punantu pṛthivīm, pṛthivī punātu mām.
Makna: Semoga air menyucikan bumi, dan bumi menyucikan diriku.


II. Tahap Ngaskara (Inti Upacara Adegan+Tungked Penuntun & Kajang+Canang Rantasan) 

Merupakan inti penyucian jiwa. Tahap ini terdiri dari beberapa bagian:

  • Ngajum Kajang: penulisan aksara suci pada kajang sebagai identitas Atma.
  • Pemetikan Adegan Sawa: pemisahan unsur badan kasar (prthivi) dari Atma.
  • Munggah Kajang di Atas Peti dan Adegan+Tungked Panuntun: menyimbolkan transisi ke alam niskala.
  • Ayaban Pangaskaran dan Upacara Pemerasan: memperhalus unsur jiwa.
  • Sembah Bhakti dan Pepegatan: pelepasan ikatan Atma dari badan.
  • Caru Tedun Sawa: netralisasi unsur bhuta kala yang menyertai.

Sloka: "Antah karana shuddhim, chitta vritti nirodhah"
Transliterasi: Antaḥkaraṇa śuddhiṁ, citta vṛtti nirodhaḥ.
Makna: Penyucian alat batin adalah pengendalian gelombang pikiran.


III. Tahap Pekiriman (Inti Upacara Abu & Puspa Suku Tunggal+Canang+Rantasan+Tungked Penuntun) 

Pada tahap ini, sawa diangkat dengan tiyuk pengentas dan diperciki tirtha pralina sebagai tanda pelepasan menuju alam niskala. Pembakaran jenazah menghasilkan abu halus, sementara adegan juga dibakar secara simbolis. Abu adegan dimasukkan ke dalam bungkak puspa suku tunggal sebagai simbol tubuh halus Atma. Dilanjutkan dengan:

  • Pabersihan Pangresikan
  • Ngelinggihang Atma ring Adegan
  • Ngaturang Pecaruan ring Sor Surya
  • Ayaban ring Puspa Suku Tunggal
  • Puspa Nangkil ring Ida Sulinggih
  • Mapamit dan Ngayut Abu serta Puspa

Sloka: "Agne naya supathā rāye asmān"
Transliterasi: Agne naya supathā rāye asmān.
Makna: Wahai Agni, tuntunlah kami pada jalan kebenaran.


IV. Tahap Ngayut Puspa Suku Tunggal dan Abu (Inti Upacara Tungked Panuntun, Canang & Rantasan) 

Abu dan puspa suku tunggal disentuhkan ke air tiga kali sebagai lambang pelepasan terakhir unsur kasar. Tungked penuntun yang berisi kekitir diposisikan pada banten pengangkidan, diperciki tirtha penglukatan, dan disertai persembahan ubakti dari keluarga.

Sloka: "Tasmād yajñāt sarvahutah ṛcah sāmani jijñire"
Transliterasi: Tasmād yajñāt sarvahutaḥ ṛcaḥ sāmani jijñire.
Makna: Dari persembahan suci ini muncul segala puja dan mantra.


V. Tahap Atmawedana / Penyekahan (Inti Upacara Puspa Sekah+Canang+Rantasan+Tungked Penuntun) 

Merupakan transformasi Atma ke wujud Dewa Pitara. Tungked penuntun dan canang rantasan disatukan dalam upacara penyekahan. Dilangsungkan:

  • Mapuja dan Pengresikan
  • Penyatuan Puspa Sekah
  • Pecaruan Penyekahan
  • Puspa Sekah nangkil ring Ida Sulinggih
  • Murwa Daksina dan Ayaban ring Bale Peyadnyan

Sloka: "Atmaiva hy amritam prāpyam"
Transliterasi: Ātmāiva hy amṛtaṁ prāpyam.
Makna: Atma-lah yang sejatinya menuju keabadian.

VI. Tahap Pangesengan Sekah, Nganyut dan Mendak Nuntun Ngangkid (Inti Upacara Tapakan Lingga & Tungked Panuntun) 

Prosesi sekah dibakar (pangesengan), kemudian abu dan tungked penuntun ditaruh di tapakan Lingga Hyang Pitara. Proses ini menandai kesiapan Atma untuk di-linggihkan.


VII. Tahap Ngelinggihang Dewa Pitara di Kemulan (Canang, Rantasan & Tungked Panuntun) 

Tahap terakhir, Atma yang telah menjadi Dewa Pitara secara sakral didudukkan (linggih) di Pelinggih Kemulan sebagai leluhur yang siap menerima bhakti dan menjadi pelindung keluarga.


Kesimpulan 

Pengabenan Nis Prateka Nir Prabhawa Swasta Gni Ngelanus merupakan perjalanan suci Atma dari dunia profan menuju moksa. Setiap tahapan mengandung makna mendalam yang mencerminkan kepercayaan akan siklus reinkarnasi, karma, dan penyatuan kembali dengan Brahman. Oleh sebab itu keberadaan tungked panuntun, canang dan rantasan merupakan inti upakara pengabenan ini yang akan selalu di utpeti, setiti dan prelina sebagai simbolik penyucian berulang-ulang pada tiap tahapannya. Melalui pemahaman ini, pelestarian budaya dan penghayatan spiritual dapat diperkuat dalam kehidupan masyarakat Bali.



Proses Pengabenan Nis Prateka Nir Prabhawa Jala Agni Samyojana Pamargi Ngelanus: Tinjauan Filosofis dan Tahapan Ritus dalam Tradisi Hindu Bali


Abstrak
Ritus pengabenan dalam agama Hindu Bali merupakan salah satu upacara yadnya penting yang mencerminkan hubungan manusia dengan alam, leluhur, dan Hyang Widhi. Artikel ini bertujuan untuk menguraikan secara sistematis dan filosofis proses pengabenan Nis Prateka Nir Prabhawa Jala Agni Samyojana Pamargi Ngelanus. Istilah ini bermakna “penyatuan unsur tubuh kembali ke alam semesta melalui medium air dan api.” Pengabenan ini dijelaskan melalui tahapan upacara, makna simbolik, dan relevansi spiritualnya dalam konteks kepercayaan masyarakat Hindu Bali.



I. Tahap Nusang (Memandikan Sawa)

Upacara diawali dengan memandikan sawa, simbol pembersihan fisik dan penyucian awal jiwa.

Sloka Kutipan:

सर्वे भवन्तु सुखिनः सर्वे सन्तु निरामयाः
Sarve bhavantu sukhinaḥ, sarve santu nirāmayāḥ
Semoga semua makhluk hidup bahagia dan terbebas dari penderitaan.

Makna air dalam tahap ini adalah tirtha—penyuci yang menjembatani dunia sekala dan niskala.


II. Tahap Ngaskara

Merupakan tahap inti penyucian jiwa (atma-samskara), yang terdiri atas beberapa bagian seperti Ngajum Kajang, Pemetikan Adegan Sawa, hingga Pepegatan.

Sloka Kutipan:

अग्निर्ज्योतिः रश्मिः सविता सविता हृदयम्।
Agniḥ jyotiḥ raśmiḥ savitā savitā hṛdayam.
Agni adalah cahaya, sinar, matahari—dan matahari ada dalam hati.

Api melambangkan energi transformatif untuk melepaskan jiwa dari ikatan badan kasarnya.


III. Tahap Pekiriman (Tanpa Ngereka Galih)

Tubuh dibakar dan abu dikumpulkan ke dalam bungkak puspa suku tunggal. Ini merupakan simbol dari badan halus yang siap menuju alam niskala.

Sloka Kutipan:

यदग्निना दह्यमानः शरीरं, तेनात्मा विशुद्ध्यति।
Yadagninā dahyamānaḥ śarīraṁ, tenātmā viśuddhyati.
Ketika tubuh dibakar oleh api, maka jiwa menjadi murni.

Upacara ini merupakan simbol pelepasan dari alam prakriti menuju purusha.


IV. Tahap Ngayut Puspa Suku Tunggal dan Abu

Abu dan puspa disentuhkan ke air sebanyak tiga kali, melambangkan pelepasan unsur kasar tubuh ke alam semesta.

Sloka Kutipan:

अपो हि ष्ठा मयोभुवाः ता न उर्जे दधातन।
Apo hi ṣṭhā mayobhuvāḥ tā na urje dadhātana.
Air adalah sumber kebahagiaan, semoga ia memberi kita kekuatan hidup.

Air di sini melambangkan elemen pembersih terakhir dan pengantar menuju transformasi jiwa.


V. Tahap Atmawedana / Penyekahan

Proses transendensi atma ke bentuk Dewa Pitara, dilaksanakan dengan upacara penyekahan.

Sloka Kutipan:

न तस्य प्रतिमा अस्ति यस्य नाम महद्यशः।
Na tasya pratima asti yasya nāma mahadyaśaḥ.
Tidak ada bentuk yang dapat menggambarkan-Nya, Dia yang agung namanya.

Tahap ini melambangkan atma telah bebas dari atribut duniawi dan siap bersatu dengan Brahman.


VI. Tahap Pangesengan Sekah, Nganyut dan Mendak Nuntun Ngangkid

Pembakaran sekah dan peletakan abu serta tungked penuntun ke tapakan sebagai simbol kesiapan atma dilinggihkan sebagai pelindung keluarga.


VII. Tahap Ngelinggihang Dewa Pitara di Kemulan

Tahapan akhir ini mewujudkan atma sebagai Dewa Pitara, yang ditempatkan di pelinggih kemulan untuk menerima ubakti dan melindungi keluarga.

Sloka Kutipan:

अहं आत्मा गुडाकेश सर्वभूताशयस्थितः।
Aham ātmā guḍākeśa sarvabhūtāśayasthitaḥ.
Akulah Atma yang tinggal di dalam hati semua makhluk.

Makna terdalam dari tahap ini adalah atma mencapai kembali ke sumber asalnya—menjadi saksi abadi di hati keturunan yang hidup.


Kesimpulan

Pengabenan Nis Prateka Nir Prabhawa Jala Agni Samyojana Pamargi Ngelanus merupakan bentuk ritual suci yang sarat makna filosofis. Ia menggambarkan proses pelepasan jiwa dari badan kasar menuju kesatuan abadi dengan Brahman, melalui elemen air (jala) dan api (agni). Melalui pemahaman filosofis ini, masyarakat Hindu Bali diharapkan dapat memperkuat spiritualitas dan kesadaran kosmisnya dalam menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Hyang Widhi.


Daftar Pustaka

Titib, I Made. (2000). "Veda dan Upanishad: Telaah Teks Suci Hindu." Surabaya: Paramita.

Putra, I Nyoman. (2012). "Upacara Pitra Yadnya dalam Perspektif Hindu Bali." Denpasar: Widya Dharma.

Bhaktivedanta, A. C. (1972). "Bhagavad Gita As It Is." Bhaktivedanta Book Trust.

Berikut contoh penulisan daftar pustaka untuk lontar Atma Reka yang berasal dari koleksi Griya Agung Bangkasa dalam format ilmiah:

Lontar Atma Reka. Koleksi Lontar Griya Agung Bangkasa, Abiansemal. Ditulis tangan dengan aksara Bali, tanpa tahun. Disimpan dan dirawat oleh pemangku Griya sebagai bagian dari warisan sastra spiritual Hindu Bali.

Manuaba, I Gede Sugata Yadnya. (2025). "Catatan Lapangan dan Wawancara Tradisi Pengabenan." Abiansemal.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar