Rabu, 23 April 2025

Etika Ahimsa dalam Kehidupan Sosial

Etika Ahimsa dalam Kehidupan Sosial: Antara Kewajiban untuk Tidak Menyakiti dan Ketidakharusan untuk Menyenangkan Semua Orang


Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Pendahuluan

Dalam dinamika kehidupan sosial, sering kali muncul dilema batin: antara keinginan untuk menyenangkan semua orang dan kebutuhan untuk menjaga integritas diri. Namun dalam ajaran dharma, khususnya dalam etika Hindu, diajarkan bahwa tujuan utama manusia bukanlah menyenangkan semua orang, melainkan tidak menyakiti siapa pun. Prinsip ini selaras dengan ajaran Ahimsa (tidak menyakiti) yang menjadi salah satu pilar utama dalam perilaku etis (Yama) menurut filsafat Yoga dan Vedanta.


Sloka Sanskerta Terkait

सत्यं ब्रूयात् प्रियं ब्रूयात् न ब्रूयात् सत्यमप्रियं।
प्रियं च नानृतं ब्रूयात् एष धर्मः सनातनः॥

Transliterasi: Satyaṁ brūyāt priyaṁ brūyāt, na brūyāt satyam apriyam,
Priyaṁ ca nānṛtaṁ brūyāt, eṣa dharmaḥ sanātanaḥ.

Makna: “Katakanlah yang benar dan menyenangkan; jangan katakan kebenaran yang menyakitkan.
Jangan pula mengatakan yang menyenangkan bila itu tidak benar. Inilah Dharma yang kekal.”

Sloka ini menekankan pentingnya keseimbangan dalam komunikasi dan interaksi sosial. Kebenaran tetap perlu disampaikan, tetapi dengan cara yang tidak melukai perasaan orang lain.


Penjelasan Filosofis

Dalam Bhagavad Gita maupun Yoga Sutra Patanjali, terdapat ajaran yang mendalam tentang Ahimsa—tidak menyakiti makhluk hidup, baik melalui pikiran, ucapan, maupun tindakan. Ajaran ini tidak berarti kita harus selalu menuruti kehendak orang lain, tetapi kita wajib menghindari menyakiti mereka, meskipun kita tak dapat selalu menyenangkan mereka.

Ahimsa paramo dharmaḥ
"Ahimsa adalah dharma tertinggi."
(Slokā dari Mahabharata, Anushasana Parva)

Artinya, dalam seluruh laku hidup, menghindari menyakiti adalah tindakan tertinggi dari kebenaran (dharma).


Refleksi dan Aplikasi

1. Tidak semua orang bisa kita senangkan, karena ekspektasi tiap orang berbeda. Namun sikap bijaksana dalam menyikapi perbedaan akan meminimalisasi konflik.

2. Menghindari kata-kata dan tindakan yang menyakiti lebih bernilai daripada berpura-pura menyenangkan semua pihak.

3. Menjadi tempat yang aman bagi orang lain, bukan dengan menuruti semuanya, tapi dengan tidak menjadi sumber luka bagi siapa pun.

Penutup

Hidup dalam kebenaran tidak berarti kita harus menjadi orang yang disukai semua orang. Dalam ajaran dharma, yang utama adalah kita tidak menjadi penyebab penderitaan bagi makhluk lain.

“Kita tidak ditugaskan untuk menyenangkan semua orang,
tapi kita ditugaskan untuk tidak menyakiti siapa pun.”

Dengan berpegang pada prinsip ini, kita melangkah dalam jalan kebijaksanaan, kasih sayang, dan kesadaran yang luhur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar