Ki Dalang Tangsub: Sang Pelopor Desa Rangdilangit-Bangkasa-Bongkasa Kecamatan Abiansemal, Badung, Bali
Penulis: I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Abstrak
Makalah ini membahas peran historis dan kultural Ki Dalang Tangsub sebagai figur sentral dalam sejarah berdirinya dan berkembangnya kawasan Rangdilangit–Bangkasa–Bongkasa di Kecamatan Abiansemal, Badung, Bali. Dengan mengkaji tradisi lisan, lontar tua, dan jejak ritual budaya, penelitian ini mengungkap bahwa Ki Dalang Tangsub bukan sekadar pendiri wilayah, melainkan juga pelopor integrasi sosial dan religius di Bali Kuno. Pendekatan kualitatif dan studi pustaka digunakan untuk menguraikan signifikansi sosial, teologis, dan budaya dari sosok ini.
Kata kunci: Ki Dalang Tangsub, Rangdilangit, Bangkasa, Bongkasa, Teologi Lokal, Integrasi Sosial
---
1. Pendahuluan
Sejarah Bali tidak bisa dilepaskan dari peran tokoh-tokoh karismatik yang mendirikan, membangun, dan membentuk identitas komunitasnya. Salah satu figur tersebut adalah Ki Dalang Tangsub, yang dalam berbagai sumber tradisional disebut sebagai pelopor berdirinya wilayah Rangdilangit–Bangkasa–Bongkasa.
Makalah ini bertujuan mengupas peran Ki Dalang Tangsub dalam konteks teologi lokal, sosial-budaya, serta warisan spiritual yang terus hidup di masyarakat Bali hingga kini.
---
2. Latar Sejarah Ki Dalang Tangsub
Menurut sumber lisan dan berbagai lontar seperti Lontar Pasek Manuaba Bangkasa, Ki Dalang Tangsub adalah keturunan dari jalur Pasek Aan yang berbaur dengan pengaruh Brahmana Manuaba. Ia hidup pada masa transisi besar pasca-dominasi kerajaan-kerajaan Bali Kuna, saat desa-desa agraris dan pusat-pusat spiritual mulai dibangun secara sistematis.
Rangdilangit, Bangkasa, dan Bongkasa merupakan kawasan penting yang strategis dalam jalur ekonomi dan keagamaan masa itu.
---
3. Kontribusi Ki Dalang Tangsub dalam Pembangunan Desa
3.1 Pengembangan Wilayah
Ki Dalang Tangsub secara aktif memimpin pembukaan hutan dan membangun kawasan pemukiman baru. Ia mempraktikkan prinsip Tri Hita Karana — menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan — sebagai dasar pengelolaan wilayah baru.
3.2 Integrasi Sosial dan Religius
Ki Dalang Tangsub berhasil menyatukan berbagai kelompok sosial, baik yang berkarakter ksatria, rakyat biasa, maupun rohaniawan. Ia mendirikan pura-pura suci yang menjadi pusat ritual kolektif, memperkuat kohesi sosial masyarakat.
3.3 Pewarisan Nilai Spiritual
Salah satu kontribusi besarnya adalah mengajarkan pentingnya mudra, astra, dan mantra dalam praktik keagamaan desa. Nilai spiritual yang diwariskan berpusat pada keseimbangan dunia sekala (nyata) dan niskala (spiritual).
---
4. Teologi Kehidupan ala Ki Dalang Tangsub
Dalam pendekatan teologi lokal Bali, Ki Dalang Tangsub mengajarkan bahwa hidup adalah cermin kehendak ilahi.
Sebagaimana dikatakan dalam kutipan sloka sanskerta:
> Sloka Sanskrit:
"यथा दर्पणदर्शनेन हसति तव प्रतिबिम्बः।
तथा जीवनं तव कर्मानुसारं प्रतिबिम्बति॥"
Transliterasi:
Yathā darpaṇa-darśanena hasati tava pratibimbaḥ, tathā jīvanaṃ tava karmānusāraṃ pratibimbati.
Makna:
Sebagaimana bayanganmu di cermin tersenyum kepadamu, demikian pula kehidupanmu merefleksikan tindakan-tindakanmu.
Ajaran ini menegaskan prinsip dasar karma dan refleksi spiritual dalam keseharian masyarakat Bangkasa-Bongkasa.
---
5. Rangdilangit–Bangkasa–Bongkasa sebagai Jejak Warisan
Hingga kini, nama desa Rangdilangit- Bangkasa-Bongkasa tetap menjadi saksi bisu warisan Ki Dalang Tangsub. Beberapa pura peninggalan seperti Pura Puseh, Pura Desa, Pura Dalem Pura Griya Sakti Manuaba dan Wayang di kawasan Bongkasa ini menjadi titik fokus kegiatan spiritual masyarakat.
---
6. Kesimpulan
Ki Dalang Tangsub bukan hanya pelopor pembangunan fisik, tetapi juga pencetus tatanan sosial-spiritual yang kuat di wilayah Rangdilangit–Bangkasa–Bongkasa. Integrasi nilai-nilai Dharma, teologi cermin kehidupan, serta ajaran harmoni sosial menjadi fondasi penting yang masih lestari hingga masa kini.
Makalah ini diharapkan menjadi sumbangan ilmiah dalam menggali lebih dalam peran tokoh lokal dalam sejarah peradaban Bali.
---
Daftar Pustaka
Lontar Pasek Manuaba Bangkasa
Sumertha, I. Ketut. (2004). Sejarah Bali Kuno dan Masyarakat Tradisional.
Tim Penulis. (2019). Teologi Lokal Bali: Nilai-Nilai Spiritualitas dan Kehidupan.
Wiana, I Ketut. (2000). Teologi Tri Hita Karana.
Wawancara Tokoh Adat Bongkasa (2024).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar