Kamis, 17 April 2025

Puncak Pemacekan

“Puncak Pemacekan: Nyanyian untuk Bukit Suci”

Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba. 

Di atas punggung bukit Pundukdawa,
tersemat jejak kaki para leluhur,
angin membawa kidung sunyi,
daun ilalang menunduk dalam penuh penghormatan.

Sanggar Agung, saksi pertama,
dulu sederhana, kini Meru Tumpang Telu menatap langit,
mewujud doa dalam susunan batu,
mengukir niat menjadi jagat suci.

Pemacekan Agung pun tiba—
hari suci, bukan semata hari,
namun denyut nadi sejarah,
yang berdetak di antara persembahan dan air mata.

Guyub, oh Guyub,
bukan sekadar duduk berdampingan,
tetapi bersenyawa dalam pengabdian,
seperti air dalam kendi, menyatu tak berbatas.

Wirang, wahai Wirang,
bukan rasa malu biasa,
namun cermin hati agar tak lupa
bahwa kita ini pelayan, bukan pemilik semesta.

Satya, Sang Satya—
adalah cahaya dalam dada,
yang menuntun setiap langkah ke tempat pemujaan,
meski jalan penuh luka, penuh getar.

> सत्यं शिवं सुन्दरम्
Satyaṁ Śivaṁ Sundaram
“Kebenaran adalah Kebaikan, dan Kebaikan adalah Keindahan.”



Dari tanah ini pernah tumbuh asa,
Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba
menanam niat di batu dan semak,
membakar ego dalam peluh pengabdian.

Bukit ini bukan sekadar tinggi,
ia menampung serpih-serpih harapan,
mereka yang diam-diam menangis
melihat anak-anak zaman melupakan akar.

Namun Pemacekan Agung adalah pengingat—
bahwa yang suci tak pernah mati,
ia hidup dalam wewangian dupa,
dalam suara kidung, dalam jejak kaki.

Jangan hitung berapa kali kita datang,
tapi seberapa dalam kita menyelam
ke samudra satya dalam diri,
dan muncul dengan wajah yang lebih jujur pada leluhur.

Lupakan silang sengketa,
tinggalkan luka-luka lama di tempat pemujaan,
karena hari ini bukan tentang masa lalu,
tapi tentang janji yang harus dijaga esok hari.

> यथा चिन्तयति तत्त्वं तथा भवति मानवः
Yathā cintayati tattvaṁ tathā bhavati mānavaḥ
“Sebagaimana manusia berpikir, demikian pula ia menjadi.”

Berpikirlah dalam dharma,
berjalanlah dalam bhakti,
dan jagalah setiap kata,
agar tetap menjadi satya.

Pemacekan Agung,
adalah kita—yang merayakan dalam hening,
yang menunduk dalam rasa,
dan yang menatap masa depan
dengan tekad tak tergoyahkan.

Dumogi sareng sami setata rahayu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar