Jumat, 18 April 2025

Perlengkapan Pemujaan Sulinggih Budha

Desain Tempat Pemujaan Sulinggih Kabodhan

"Padmasana Alit Kabodhan"

A. Struktur dan Tata Letak Pemujaan

1. Rarapan (Altar Utama)

Tempat utama yang berbentuk persegi empat atau lingkaran, dilapisi kain putih kuning.

Digunakan sebagai landasan semua sarana puja.

Dapat diletakkan di atas meja atau pelinggih kecil setinggi ±60–100 cm.



2. Genta (Bel Suci)

Diletakkan di sisi kanan depan rarapan.

Dipakai untuk membangkitkan getaran spiritual dan pemusatan pikiran saat puja.



3. Vajra (Dorje)

Simbol kekuatan spiritual dan pembersih batin.

Diletakkan di sisi kiri depan rarapan, sejajar dengan genta.



4. Pamandiyangan (Tempat Air Suci/Tirta)

Bisa berupa kendi kecil dari perak, tanah, atau kaca bening.

Diletakkan di tengah belakang rarapan, sebagai pusat pemurnian.



5. Dupa (Hio)

Diletakkan di bagian depan pamandiyangan atau kanan altar.

Simbol penghubung antara manusia dan Dewa melalui asap harum yang naik.



6. Dipa (Pelita Cahaya)

Diletakkan di samping dupa.

Melambangkan penerangan spiritual. Bisa berupa lilin atau minyak kelapa murni.



7. Ganetri (Tasbih Hindu / Rudraksha)

Diletakkan di sisi kiri altar saat tidak digunakan.

Digunakan saat japa/mantram sebagai alat menghitung pengulangan doa.


8. Wanci Alit

Tempat sesajen kecil berisi:

Bija (beras kuning)

Cendana (serbuk atau minyak)

Kembang ura (bunga segar seperti cempaka, jepun, sandat)

Samsam (iris-iris janur atau daun simbolis sebagai pelengkap)

Wanci ini disusun rapi dalam bokoran kecil dan diletakkan di sisi kanan altar atau depan pamandiyangan.


9. Santi. 
Simbol Śānti sebagai simbol Sang Buddha atau Sanghyang Parama Buddha memiliki makna yang sangat mendalam dalam tradisi Hindu-Buddha di Bali. Simbol ini tidak hanya sebagai penutup ritual, tetapi juga merupakan lambang transendental dari kebuddhaan sejati, yaitu penyatuan diri dengan kebenaran tertinggi.


---

1. Śānti sebagai Simbol Sanghyang Parama Buddha

Śānti, dalam konteks pemujaan Buddha (khususnya Buda Siwa dalam ajaran Siwa-Buddha di Bali), merujuk pada tahapan spiritual tertinggi: keheningan sempurna, pembebasan dari segala penderitaan (dukkha), dan pencapaian moksha (kebebasan sejati).

Dalam wujudnya yang paling spiritual, Śānti dipersonifikasikan sebagai manifestasi Sanghyang Parama Buddha — Tuhan yang Maha Suci dan tak tergambarkan. Di sinilah digunakan simbol Wayang Cintya, simbol Tuhan tanpa bentuk, sebagai bentuk abstrak dari Śānti itu sendiri.


---

2. Makna Filosofis

a. Simbol Keheningan (Tūmpek / Sunya):
Sanghyang Parama Buddha disimbolkan melalui keheningan. Dalam Śānti, segala wujud fisik telah dilepaskan, menuju ke sunya, keadaan kosong tetapi penuh makna — esensi tertinggi dalam Buddhisme dan Hindu Bali.

b. Simbol Puncak Kesadaran Spiritual:
Sanghyang Parama Buddha bukan sosok berwujud, melainkan kesadaran universal. Śānti menandakan bahwa segala perbuatan duniawi dan ritualistik telah selesai, dan tibalah saatnya untuk "bersatu" dalam keheningan bersama Tuhan.

c. Simbol Penetral Energi (Keseimbangan Rwa Bhineda):
Śānti juga berfungsi sebagai penyeimbang setelah segala bentuk yadnya. Ini melambangkan sifat nirguna Tuhan (tanpa sifat, tanpa bentuk), seperti halnya Sanghyang Parama Buddha yang berada melampaui dualitas.


---

3. Fungsi dalam Upacara

Dalam peralatan pemujaan atau saat persembahyangan:

Śānti menjadi puncak dari proses penyucian.

Wayang Cintya sebagai media pemusatan pikiran untuk mengenali Tuhan dalam keheningan, bukan dalam simbol-simbol fisik lainnya.

Disimbolkan dengan bentuk lingkaran hitam kecil, atau rong telu kosong (rong tiga kosong) dalam sanggah/merajan, melambangkan ruang kosong tempat Tuhan bersemayam.



---

4. Sloka Pendukung

> शान्ताकारं भुजगशयनं पद्मनाभं सुरेशं।
Śāntākāraṁ bhujagaśayanaṁ padmanābhaṁ sureśam...



Makna:
“Tuhan yang berwujud kedamaian, berbaring di atas naga Ananta, dari pusarnya lahir teratai, penguasa para dewa...”

Sloka ini menggambarkan bahwa Tuhan (termasuk dalam konsep Sanghyang Parama Buddha) adalah wujud ketenangan, keheningan, dan kedamaian mutlak — itulah yang diwujudkan melalui simbol Śānti.


---

Kesimpulan

Śānti bukan hanya simbol penutup ritual, tetapi adalah simbol tertinggi dari Sanghyang Parama Buddha — sumber dari segalanya, yang tak berbentuk, tak terikat waktu, dan hanya dapat dipahami lewat batin yang hening. Dalam praktik keagamaan di Bali, memahami dan menghormati Śānti berarti juga menghormati inti ajaran spiritual tertinggi, yaitu hidup dalam kesadaran, keseimbangan, dan keheningan.


B. Arah dan Posisi

Altar menghadap ke timur atau utara, sesuai tradisi Hindu-Bali.

Tempat harus bersih, tidak digunakan untuk kegiatan lain.

Boleh diletakkan di ruang khusus kecil di rumah sebagai graha puja pribadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar