Manah Eva Karanam – Pikiran sebagai Penentu Kesucian dan Pencemaran Jiwa: Suatu Tinjauan Filosofis Berdasarkan Ajaran Sanatana Dharma.
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Abstrak:
Manusia dianugerahi kapasitas spiritual dan intelektual untuk menciptakan lingkungan yang suci ataupun tercemar. Ruang kehidupan yang harmonis dapat terwujud melalui cinta kasih, kepedulian, dan kerja sama. Namun, ruang tersebut juga dapat tercemar oleh konflik, iri hati, ketakutan, dan hasrat kekuasaan. Artikel ini mengulas ajaran Veda yang menjelaskan bahwa pikiran adalah sumber utama dari kemurnian maupun kekotoran jiwa. Melalui pendekatan filosofis dan spiritual Sanatana Dharma, kita diajak untuk merenungkan dan mengendalikan pikiran demi menciptakan tempat tinggal yang suci dan damai.
---
Pendahuluan:
Kemanusiaan memiliki kemampuan luar biasa untuk menciptakan dunia di mana cinta kasih, tolong-menolong, dan keselarasan bisa tumbuh subur. Sebaliknya, manusia pun dapat membentuk dunia yang dipenuhi perselisihan dan penderitaan, ketika pikiran tidak dikendalikan. Dalam filsafat Hindu, terutama melalui ajaran Upanishad dan Bhagavad Gita, ditegaskan bahwa manah (pikiran) adalah faktor kunci yang menentukan arah kehidupan—menuju pencerahan atau kehancuran.
---
Kutipan Sloka:
सर्वं मनः कृतं लोके, मन एव सुखदुःखयोः।
सदैव शुद्धं वा पापं, मन एव हि कारणम्॥
Transliterasi:
Sarvaṁ manaḥ kṛtaṁ loke, mana eva sukha-duḥkhayoḥ.
Sadaiva śuddhaṁ vā pāpaṁ, mana eva hi kāraṇam.
Makna:
Segala sesuatu di dunia ini berasal dari pikiran; pikiranlah yang menyebabkan kebahagiaan dan penderitaan.
Kesucian maupun keburukan, keduanya bersumber dari pikiran; pikiran adalah penyebab utamanya.
---
Pembahasan:
Sloka di atas menggarisbawahi peran sentral pikiran dalam menciptakan realitas, baik secara individu maupun kolektif. Ketika pikiran diarahkan kepada cinta kasih, welas asih, dan pengendalian diri, maka terciptalah lingkungan yang suci dan damai. Sebaliknya, ketika pikiran dikotori oleh keserakahan, ketakutan, dan kemarahan, muncullah lingkungan yang penuh konflik dan kehancuran.
Dalam konteks ini, kita sebagai individu memiliki tanggung jawab moral dan spiritual untuk menjaga kebersihan pikiran. Pikiran yang bersih menciptakan keluarga yang harmonis, masyarakat yang damai, dan dunia yang penuh harapan. Sedangkan pikiran yang tercemar menghasilkan perselisihan, kecemburuan, dan kerusakan sosial.
---
Kesimpulan:
Kita memang memiliki kapasitas untuk membangun tempat yang suci—sebuah ruang di mana kasih sayang, perhatian, dan gotong royong menjadi fondasi utama. Namun, kapasitas itu juga bisa digunakan untuk menciptakan tempat yang tercemari oleh ego, kekuasaan, dan ketamakan. Dalam ajaran Sanatana Dharma, pikiran menjadi poros penentu arah perjalanan jiwa. Oleh karena itu, pengendalian pikiran melalui meditasi, introspeksi, dan pengabdian menjadi kunci utama untuk menciptakan dunia yang lebih suci dan damai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar