Kamis, 05 Juni 2025

Yang Bodoh Bukan Tanpa Nilai

📰 KORAN ILMIAH

“Orang Bodoh dan Martabatnya dalam Pandangan Hindu: Menyimak Gagasan KDM sebagai Refleksi Dharma Negara”
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, M.Hum.

📍 #KDM #DediMulyadi #GubernurJabar #fyp #video #videoviral #beritaterkini


🪔 Pendahuluan: Yang Bodoh Bukan Tanpa Nilai

Dalam jagat demokrasi yang gemuruh oleh suara kaum terdidik, suara orang-orang yang dianggap bodoh sering terpinggirkan. Namun, Kang Dedi Mulyadi (KDM), tokoh kharismatik dan mantan Bupati Purwakarta, justru menegaskan:

Sudah saatnya negara menghargai orang-orang yang katanya dianggap bodoh.

Pernyataan ini bukan sekadar kritik sosial, tapi gema filsafat dharma Hindu yang memuliakan semua bentuk eksistensi, bahkan yang "bodoh" sekalipun, karena setiap jiwa memiliki Atman yang setara.


📜 Sloka Hindu Tentang Kebodohan dan Martabat Jiwa

संस्कारेण हि पशवो द्विजत्वं लभन्ति वै नराः।
ज्ञानं हि तेषां संस्कारः शीलं चोच्चावचं स्मृतम्॥

Saṁskāreṇa hi paśavo dvijatvaṁ labhanti vai narāḥ,
jñānaṁ hi teṣāṁ saṁskāraḥ śīlaṁ coccāvacaṁ smṛtam.

“Melalui pembinaan nilai (saṁskāra), bahkan makhluk tak berakal pun bisa memperoleh keagungan rohani; pengetahuan bukan satu-satunya ukuran, karena moralitas dan wataklah yang memuliakan manusia.”
(Manusmṛti, II.157)

Sloka ini menegaskan: kebodohan intelektual bukan akhir segalanya. Justru pembinaan, ketulusan, dan karakter (śīla) yang menentukan martabat sejati manusia.


📚 Analisis Filosofis: Siapa yang Bodoh, Siapa yang Bijak?

Dalam perspektif Hindu klasik, kata "bodoh" bukan cermin dosa sosial — melainkan bisa jadi cermin kesucian batin yang belum terangkat ke ranah akademis. Berikut dikutip:

मूढोऽपि यः सत्पथमार्गमेत्य
ज्ञानी समो धर्मवितां महान्।

Mūḍho’pi yaḥ satpathamārgam etya
jñānī samo dharmavitāṁ mahān.

“Walau tampak bodoh, seseorang yang berjalan di jalan kebenaran (sat-patha), sama mulianya dengan para bijak yang tahu dharma.”
(Nītiśāstra, Subhāṣita Ratnakoṣa)

Sloka ini selaras dengan semangat KDM yang melihat "kebodohan" sebagai keadaan sosial sementara, bukan status ilahi yang kekal. Orang-orang desa, petani, nelayan, tukang becak, bahkan pemulung — semua punya nilai dalam tatanan Rta (kosmos kebenaran).


🏛️ Negara, Dharma, dan Kewajiban Menghargai Rakyat Jelata

Dalam Arthaśāstra (kitab klasik politik Hindu), disebutkan bahwa raja (pemimpin negara) harus memelihara bukan hanya kaum cendekiawan, tetapi seluruh lapisan masyarakat:

राजा धर्मेण पालयेत् सर्वान्।
Rājā dharmeṇa pālayet sarvān.
“Raja wajib melindungi semua orang dengan keadilan.”

Tak disebut hanya “orang pintar” atau “sarjana”. Sarvān berarti semua. Karena itu, suara KDM mencerminkan suara tradisi Hindu yang luhur: membela yang tak bersuara, menyayangi yang diremehkan, dan mengangkat yang dianggap bodoh.


🔥 Menyalakan Api Kesadaran Sosial

KDM sejatinya mengajarkan bahwa negara wajib memberi ruang kepada rakyat kecil — bukan hanya demi keadilan sosial, tapi sebagai perwujudan teologi kerakyatan. Dalam konteks ini, muncul prinsip Hindu:

वसुधैव कुटुम्बकम्।
Vasudhaiva kuṭumbakam.
“Seluruh dunia adalah satu keluarga.”

Jika dunia adalah keluarga, maka yang bodoh pun adalah bagian dari cinta kasih universal.


🕉️ Penutup: Kebodohan Itu Ilusi, Martabat Itu Dharma

Kebodohan, dalam pemahaman Hindu, hanyalah kabut sementara (avidyā). Tapi setiap makhluk memiliki Atman yang tak tersentuh oleh kebodohan.

न हि ज्ञानेन सदृशं पवित्रमिह विद्यते।
Na hi jñānena sadṛśaṁ pavitram iha vidyate.
“Tiada yang lebih suci dari pengetahuan sejati.”
(Bhagavad Gītā IV.38)

Namun pengetahuan ini tak selalu diukur lewat sekolah, gelar, atau angka. Tulus bekerja, jujur hidup, dan tidak menyakiti orang lain adalah bentuk-bentuk tertinggi dari “jñāna” dalam kehidupan nyata.


🔖 Daftar Pustaka:

  1. Manusmṛti II.157
  2. Bhagavad Gītā IV.38
  3. Subhāṣita Ratnakoṣa, Nītiśāstra
  4. Arthaśāstra I.7
  5. Upaniṣad dan Smṛti Bhāgya
  6. Wawancara Sosial KDM (2024)

📌 Kesimpulan Besar:
KDM bukan hanya bicara tentang “orang bodoh”, tapi tentang martabat manusia. Hindu pun mengajarkan: setiap Atman itu suci. Sudah saatnya negara — dan kita semua — berdiri bersama mereka yang terpinggirkan, bukan untuk memanipulasi, tapi untuk memuliakan.



Berikut beberapa pilihan akronim karismatik, unik, dan menarik dari kata B.O.D.O.H., semuanya disesuaikan dengan nilai-nilai dalam koran ilmiah sebelumnya — tentang kebodohan sebagai ilusi sosial, bukan kehilangan nilai spiritual:

---


🔤 1. B.O.D.O.H.


“Berani Optimis Dalam Olah Hati”

🧘‍♂️ Makna: Orang yang dianggap bodoh pun bisa maju bila ia berani, tetap optimis, dan mengolah hati (melatih ketulusan dan dharma).



---


🔤 2. B.O.D.O.H.


“Bersahaja Oleh Dharma, Orang Hebat”

🌿 Makna: Kesederhanaan bukan kelemahan. Justru orang bersahaja yang hidup dalam dharma adalah orang hebat yang sejati.



---


🔤 3. B.O.D.O.H.


“Berjalan Oleh Dharma, Oleh Hati”

🕊️ Makna: Tak semua orang berjalan dengan logika, sebagian hidup dengan rasa — dan itu sah. Hati yang baik lebih tinggi dari otak yang licik.



---


🔤 4. B.O.D.O.H.


“Bukan Orang Dungu, Orang Harapan”

🔥 Makna: Yang dianggap bodoh hari ini bisa jadi harapan bangsa di masa depan. Sejarah membuktikan hal ini berkali-kali.



---


🔤 5. B.O.D.O.H.


“Biasa Oleh Dunia, Oleh Hyang”

🛕 Makna: Mungkin biasa menurut dunia, tapi istimewa di mata Hyang Widhi. Kebodohan sosial bukan kebodohan spiritual.



---


🔤 6. B.O.D.O.H.


“Berjuang Oleh Daya, Oleh Hening”

🔔 Makna: Orang sederhana pun berjuang dengan kekuatan dalam: daya batin dan keheningan rohani. Itu kekuatan yang tak terlihat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar