📜 "Mengapa Setelah Membentak, Justru Kita Menangis Diam-Diam?"
(Puisi Nurani Seorang Orang Tua)
Di tengah gelap letih dan riuh hari,
suaraku meluncur tanpa rem pada hati kecil itu.
Bentakan melayang, seperti badai tak peduli,
padahal ia hanya bertanya:
"Apakah bunga bisa tumbuh di malam hari?"
Sejenak aku merasa menang…
Lalu hening datang.
---
🔸 1. Karena Hati Nurani Tak Pernah Mati
Saat amarah usai mencair dalam sunyi,
datanglah bayangan kasih dalam dada yang sepi.
Suara kecil di dalamku berkata,
"Apakah itu pantas untuk setetes kesalahannya?"
Aku tahu jawabannya.
Dan jawabannya membuat dadaku hangat… sekaligus perih.
---
🔸 2. Karena Dunia Masih Asing Baginya
Ia belum mengerti arah angin,
belum paham mengapa suara tinggi terdengar seperti badai.
Tatapannya—terkejut, basah,
seperti hujan pertama yang jatuh tanpa tahu apa salahnya.
Dan aku sadar:
ia bukan melawan, ia sedang belajar.
Aku terlalu cepat membakar kertas yang baru ingin menulis huruf pertamanya.
---
🔸 3. Karena Aku Melihat Diriku di Wajahnya
Kilatan luka masa kecil kembali,
waktu aku pun dibentak—tanpa tahu mengapa.
Kini, lidahku mengulang nyeri yang sama,
padahal dulu aku berjanji:
"Suatu hari nanti, aku akan jadi pelindung, bukan pengulang."
Air mata jatuh… diam-diam.
---
🔸 4. Karena Anak Selalu Memilih Cinta
Aneh, setelah bentakan itu,
ia datang menggandeng tanganku—tak membawa dendam.
Ia meminta peluk, bukan penjelasan.
Dan di situlah aku hancur,
karena cinta sekecil itu
lebih besar dari egoku yang baru saja mengguruh.
---
🔸 5. Karena Ia Tak Bisa Melawan, Tapi Aku Bisa Memilih Menyayangi
Aku yang punya suara lantang,
ia hanya punya mata yang berkaca.
Aku yang punya alasan,
ia hanya punya harapan bahwa aku masih mencintainya.
Dan aku tahu…
aku salah mengarahkan kuasa—
seharusnya untuk membimbing,
bukan melukai yang belum bisa berlari.
---
🌺 Maka malam ini,
sebelum ia terlelap dalam damai yang kutoreh,
aku berjanji dalam diam:
Suatu hari nanti,
suaraku akan menjadi payung,
bukan petir.
---
Karena menjadi orang tua, bukan tentang selalu benar,
tapi tentang selalu kembali—kepada kasih.
🕊️
Tidak ada komentar:
Posting Komentar