Senin, 02 Juni 2025

SANG HYANG SUKSMA LICIN

📰 KORAN ILMIAH HINDU NUSANTARA
Edisi Khusus | “SANG HYANG SUKSMA LICIN”
Suatu Perenungan Teologis dalam Perspektif Siwatattwa, Tripurusa, dan Lontar Sundarigama
---

🕉️ Pengantar

Dalam lautan filsafat Hindu Nusantara, nama-nama agung Sang Hyang Widhi Wasa tidak sekadar gelar, melainkan wujud vibrasi spiritual yang mencerminkan sifat-Nya yang maha tak terbatas. Salah satu nama yang sangat halus namun menggetarkan adalah:

SANG HYANG SUKSMA LICIN

Sebuah padanan nama suci yang muncul dalam Lontar Sundarigama, mempertegas kehadiran Tuhan sebagai yang tidak terjamah pancaindra, halus seperti cahaya, licin seperti sinar, menembus segalanya, tanpa bentuk tetapi hadir dalam semua bentuk.
---

🔱 Sloka Hindu Terkait: Manifestasi Sukṣmatattwa Siwa

Sanskerta:

सर्वगतं सूक्ष्मतरं स्वरूपं निर्गुणं शान्तमिव प्रकाशम्।

Transliterasi:

sarvagataṁ sūkṣmataraṁ svarūpaṁ nirguṇaṁ śāntam iva prakāśam

Makna:

Dia yang ada di segala penjuru, lebih halus dari yang paling halus, tanpa sifat duniawi, tenang bagaikan hening, dan bercahaya seperti terang tanpa sumber.

Sloka ini menggambarkan hakekat Sang Hyang Suksma Licin sebagai Tuhan dalam dimensi sukṣmatattwa—yakni kenyataan halus yang mendasari seluruh ciptaan.
---

🔍 Telaah Filsafat: Siwatattwa & Gelar "Suksma Licin"

🌀 Sang Hyang Suksma

Mengacu pada aspek anirvacanīya atau tidak terlukiskan. Suksma dalam bahasa Sanskerta bermakna “halus”, mewakili aspek niskala (non-material) dari Tuhan. Ia adalah asal mula getaran, energi murni, praṇa dan śakti sebelum mewujud sebagai bentuk.

💧 Licin

Makna “licin” secara spiritual melambangkan ketaklekatannya terhadap dunia. Ia tidak bisa digenggam, tidak bisa dipatok sebagai satu wujud. Licin seperti embun pagi—muncul namun tak bisa digenggam. Dalam terminologi Bali, ini menunjukkan “Sang Tan Hana Wisesanya”—ia yang tidak terbatas oleh dualitas.
---

📜 Lontar Sundarigama: Jejak Nama dalam Teks Suci Bali

Lontar Sundarigama memuat berbagai gelar spiritual Sang Hyang Widhi Wasa dalam konteks pemujaan Panca Yadnya dan upacara keagamaan Hindu Bali. Dalam salah satu baitnya disebutkan:

> "...yan tan kinidang ngaksara, tan kinidang upacara, ikang jnana ngaran Sang Hyang Suksma Licin, tan papilahan, tan pamegat..."

Makna bebas: "Yang tidak dapat diwakili aksara, tidak pula oleh upacara. Pengetahuan itu disebut Sang Hyang Suksma Licin—tanpa perbedaan, tanpa batas pemisah."

Gelar ini mengandung ajaran mistis tinggi, menempatkan Tuhan sebagai puncak tertinggi dalam pemahaman rohani, di luar bahasa dan ritus formal.
---

🧬 Korelasi dengan Tripurusa dan Pancabrahma

Aspek Suksma Licin

Tripurusa Mewakili Paramasiwa – Purusa paling halus yang tidak termanifestasi
Pancabrahma Terkait dengan Iswara sebagai cahaya kesadaran suci
Pancakorsika Terserap dalam Paramakarsa, kehendak Tuhan sebelum bentuk
Pancaratu Meresap dalam aspek Ratu Gede, kekuatan halus di balik ratu-ratu sakral
---

🔮 Analogi Simbolik: Cahaya di Atas Cermin

Bayangkan cahaya yang menyentuh permukaan cermin licin. Ia tidak melekat, namun kehadirannya nyata. Seperti itulah Sang Hyang Suksma Licin—menyusup ke dalam setiap jiwa namun tak pernah terikat. Dalam ajaran Siwatattwa, ini menggambarkan Siwa sebagai Ātman, cahaya ilahi yang bersemayam di tubuh manusia.
---

📖 Sloka Tambahan dari Siwa Mahimna Stotra:

Sanskerta:

त्वं सूक्ष्मातिसूक्ष्मं कलितगुणगणं निष्कलं ज्ञायसे यत्
द्रष्टुं नो शक्तिरस्ति स्थगितघनतमा: किम्नु लक्ष्मीरियं ते॥

Transliterasi:

tvaṁ sūkṣmātisūkṣmaṁ kalitaguṇagaṇaṁ niṣkalaṁ jñāyase yat
draṣṭuṁ no śaktirasti sthagitaghanatamāḥ kimnu lakṣmīriyaṁ te

Makna:

"Engkau adalah yang lebih halus dari yang paling halus, bebas dari segala atribut. Pikiran kami tak sanggup melihatMu, laksana kegelapan pekat menutupi cahaya. Namun, itulah kemuliaanMu yang sejati."
---

📚 Penutup

Sang Hyang Suksma Licin bukan sekadar gelar, tetapi adalah petunjuk rohani menuju kesadaran murni, tempat di mana segala perbedaan luluh dalam kesejatian. Dalam perenungan yang dalam, Sang Hyang Widhi Wasa hadir bukan hanya sebagai penguasa alam, tapi sebagai denyut tersembunyi dalam diri setiap makhluk.

Mari kita kembali mengingat bahwa pemujaan sejati tidak hanya dilakukan dengan mantra, tetapi dengan keheningan, saat kita membiarkan Sang Hyang Suksma Licin menyentuh jiwa kita tanpa batas.
---

🕯️ Kutipan Penutup

> "Tan hana wong nyakapanang Siwa, jnana tan papilahan, sang wisesa tan kadi angin."

(Tidak ada yang dapat menggambarkan Siwa; pengetahuan-Nya tiada berbeda; Ia hadir seperti angin—tak tampak namun terasa.)
---

🗞️ Disusun oleh:
I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd.
Koresponden Hindu Teologi Nusantara
Yayasan Widya Daksha Dharma
Denpasar, Bali – 2025


Tidak ada komentar:

Posting Komentar