Senin, 09 Juni 2025

BANTEN PEGENIAN

"TETANDINGAN BANTEN PEGENIAN: Telaah Teologis Hindu Berdasarkan Sloka Weda dan Tradisi Yajña Bali"

Oleh:
I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Program Studi D3 Kepanditaan
Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar
Tahun 2025


---

ABSTRAK

Banten Pegenian merupakan bagian dari sarana persembahan dalam upacara yadnya Hindu di Bali, khususnya sebagai bentuk persembahan yang memiliki tetandingan atau padanannya yang sistematis dan bersifat simbolik. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji makna filosofis dan teologis tetandingan banten pegenian berdasarkan sloka-sloka Weda serta telaah pustaka tradisional Bali. Metode penelitian ini adalah studi pustaka dengan pendekatan teologi Hindu. Ditemukan bahwa banten pegenian tidak hanya memiliki nilai estetika, namun sarat makna kosmis dan spiritual yang mencerminkan harmoni antara bhuta, dewa, dan manusia. Sloka-sloka pilihan dalam Weda menegaskan pentingnya harmoni melalui persembahan yang tulus dan sesuai dharma.

Kata Kunci: tetandingan, banten pegenian, teologi Hindu, yajña, sloka Weda


---

PENDAHULUAN

Upacara yadnya dalam agama Hindu merupakan jantung dari kehidupan religius masyarakat Bali. Di antara berbagai jenis sarana upacara, banten pegenian memegang peranan penting karena ia adalah persembahan yang dipersembahkan kepada bhuta kala, roh alam, serta sebagai penyeimbang kekuatan bhuta dengan dewa (rwa bhineda). Persembahan ini bersifat tetanding, artinya memiliki keseimbangan dan padanan simbolik, baik dari segi bentuk, bahan, warna, maupun arah penempatan.

Dalam lontar-lontar seperti Bhuwana Kosa, Yajña Prakerti, dan Dewareksa, dijelaskan bahwa setiap unsur banten pegenian memiliki tetandingannya secara makrokosmos dan mikrokosmos. Keseimbangan tersebut sejalan dengan ajaran Weda mengenai ṡraddhā (keyakinan), bhakti (pengabdian), dan sattva (kemurnian niat).


---

TINJAUAN PUSTAKA

Banten Pegenian dibahas dalam beberapa pustaka seperti Lontar Aji Janantaka, Tuturan Bhuta Kala, dan Bhuwana Sangksepa. Dalam teks-teks ini, struktur dan komposisi banten dikaitkan dengan kosmologi Hindu, seperti Pañca Mahābhūta, Pañca Devatā, serta Catur Lokapāla.

Sloka-sloka dari Ṛgveda dan Yajurveda juga menyinggung pentingnya keseimbangan alam melalui persembahan suci:

> Sanskerta:
“agnaye idam na mama”

Transliterasi:
Agnaye idam na mama

Makna:
"Persembahan ini untuk Agni, bukan untuk diriku."



Sloka ini menggambarkan konsep pelepasan ego dalam melakukan persembahan, yang menjadi inti tetandingan banten pegenian.


---

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-deskriptif dengan teknik studi pustaka. Sumber data utama adalah pustaka suci Hindu (Ṛgveda, Yajurveda, dan Upanishad), serta lontar-lontar Bali seperti Yajña Prakerti dan Tuturan Banten. Data dianalisis secara hermeneutik dan teologis dengan pendekatan simbolik.


---

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Makna Tetandingan Banten Pegenian

Banten Pegenian merupakan bentuk persembahan yang memiliki struktur tetandingan atau padanan antara unsur bhuta dan unsur dewa. Misalnya:

Tumpeng melambangkan Gunung Mahameru (aksara AUM) → Tetandingan: Ulam sebagai kekuatan dinamika air.

Dupa sebagai simbol akasa → Tetandingan: Api sesajen sebagai unsur agni.

Sasaran (bebangkit, berem, jajan, urab) → Tetandingan: Lima elemen tubuh kasar (annamaya koṣa).


> Sloka Weda:
“yajñena yajñam ayajanta devāḥ” (Ṛgveda X.90.16)

Transliterasi:
Yajñena yajñam ayajanta devāḥ

Makna:
"Dengan yadnya, para dewa mempersembahkan yadnya."



Sloka ini menegaskan bahwa yadnya bersifat timbal balik, sehingga tetandingan dalam banten bukan sekadar keindahan, namun merupakan siklus kosmis.


---

2. Arah dan Warna sebagai Tetandingan Makna

Setiap arah dan warna dalam banten pegenian mempunyai padanan:

Arah Warna Dewa Bhuta Unsur

Timur Putih Iswara Bhuta Putih Akasa
Selatan Merah Brahma Bhuta Merajapati Api
Barat Kuning Mahadeva Bhuta Dengen Air
Utara Hitam Wisnu Bhuta Kalika Angin
Tengah Campuran Siwa Bhuta Dengen Tengah Tanah


> Sloka Hindu:
“pṛthivyāṁ dhārayāmi yajñam”

Transliterasi:
Pṛthivyāṁ dhārayāmi yajñam

Makna:
"Di atas bumi ini, aku menopang yadnya."



Sloka ini memperkuat konsep bahwa semua unsur persembahan disusun dalam harmoni dengan bumi sebagai altar agung (maṇḍala bhuvana).


---

3. Taksu, Bhoga dan Jnana dalam Pegenian

Makna taksu (spirit), bhoga (kenikmatan yang dipersembahkan), dan jnana (pengetahuan tentang susunan) menjadi tiga pilar dalam menyusun banten.

> Sloka Bhagavadgītā (IX.26):
“patraṁ puṣpaṁ phalaṁ toyaṁ yo me bhaktyā prayacchati”

Transliterasi:
Patraṁ puṣpaṁ phalaṁ toyaṁ yo me bhaktyā prayacchati

Makna:
"Jika seseorang mempersembahkan dengan bhakti, daun, bunga, buah, atau air, maka Aku menerimanya."



Sloka ini menegaskan bahwa ketulusan (bhakti) lebih utama daripada kemewahan materi. Dalam konteks tetandingan, bahan sederhana bisa memiliki makna dalam jika selaras dengan nilai spiritual.


---

KESIMPULAN

Banten pegenian sebagai bagian dari sarana yadnya memiliki struktur tetandingan yang mendalam. Ia menyimbolkan keseimbangan antara kekuatan bhuta dan dewa, antara alam semesta dan tubuh manusia. Melalui sloka-sloka Hindu, makna banten tidak lagi sekadar ritual, tetapi menjadi praktik spiritual dan filsafat hidup.


---

DAFTAR PUSTAKA

1. Ṛgveda Samhita


2. Yajurveda Samhita


3. Bhagavadgītā


4. Lontar Yajña Prakerti


5. Lontar Aji Janantaka


6. Bhuwana Kosa


7. Sutarwan, I Wayan. Makna Simbolik Banten dalam Tradisi Bali, Denpasar: Pustaka Bali, 2020.


8. Manuaba, I Gede Sugata Yadnya. Tatwa Banten lan Yajña Hindu, Denpasar: Widya Dharma, 2024.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar