Minggu, 15 Juni 2025

Tuhan bukan untuk dilihat

Tuhan Bukan Untuk Dilihat

Oleh : I Gede Sugara Yadnya Manuaba

1. Apakah Tuhan itu ada? Kalau ada, bisakah Anda menunjukkan kepada saya?

Jawaban : 

Tuhan tidak hadir seperti benda yang bisa ditunjuk, karena Ia bukan bagian dari ciptaan—melainkan sumber dari segala ciptaan. Seperti udara yang tak tampak namun menyelimuti hidup kita, seperti cinta yang tak terlihat namun bisa mengubah dunia, demikian pula kehadiran Tuhan—tak kasat mata, tapi nyata dalam rasa, nurani, dan kesadaran.

Ulasan :

Keberadaan Tuhan bukan persoalan “melihat”, melainkan “mengalami”. Ia bukan objek empiris, melainkan prinsip eksistensial. Dalam tradisi Hindu disebut:

> सर्वं खल्विदं ब्रह्म
Sarvam khalvidam brahma
(Semua ini sesungguhnya adalah Brahman — Tuhan yang Mahasempurna)
— Chāndogya Upaniṣad 3.14.1


Tuhan hadir dalam denyut nadi, detak waktu, gemetar daun, dan keajaiban kesadaranmu sendiri. Untuk "melihat-Nya", bukan mata yang dibuka, melainkan hati yang disucikan.


2. Kalau takdir itu ada, bisakah Anda menunjukkannya kepada saya?

Jawaban :

Takdir tidak ditulis di batu, tetapi ditenun di langit batin kita. Ia bukan peta yang digenggam, tetapi arah yang terbit dari perpaduan karma, kehendak bebas, dan kehendak Ilahi. Ia tampak bukan pada saat kita mencarinya, tapi saat kita sudah menjalaninya.

Ulasan :

Takdir adalah misteri yang hanya bisa dibaca setelah dilalui. Seperti lukisan besar yang hanya bisa dipahami setelah diselesaikan goresannya. Dalam filsafat Hindu, dikenal istilah:

> कर्मणैव हि संसिद्धिम्
Karmaṇaiva hi saṁsiddhim
(Melalui karma—perbuatan—manusia mencapai kesempurnaan)
— Bhagavad Gītā 18.46


Takdir itu bukan untuk ditunjukkan, tapi untuk dimaknai dan dilampaui. Kau tak bisa menunjukkannya di atas meja, tapi bisa merasakannya dalam napas kehidupan yang tak pernah sia-sia.



3. Neraka diciptakan dari api, setan pun diciptakan dari api, lalu mengapa setan takut akan neraka?

Jawaban :

Api bukan hanya unsur panas, tapi simbol hukum dan keadilan. Setan memang dari api, tapi bukan api kesucian. Neraka adalah api penghakiman, bukan api penciptaan. Maka api neraka membakar setan bukan secara unsur, tapi secara nilai.

Ulasan :

Setan adalah manifestasi pembangkangan dan ego. Api neraka adalah manifestasi keadilan dan penyucian. Sama seperti manusia dari tanah tapi bisa ditenggelamkan oleh tanah longsor—setan dari api tetap bisa tersiksa oleh api, karena bukan unsur fisiknya yang disiksa, tapi kehendaknya yang jahat.

> अग्निः शुद्धाय चायते
Agniḥ śuddhāya cāyate
(Api hadir untuk menyucikan)
— Ṛgveda 1.97.1


Neraka bukan sekadar tempat, tapi keadaan batin bagi makhluk yang jauh dari cinta dan cahaya. Setan takut karena neraka bukan rumahnya—neraka adalah akhir dari kesombongannya.


Penutup :

> "Pertanyaanmu menunjukkan kebesaran jiwamu. Dan dalam pencarian itulah—bukan jawaban yang dangkal—kau akan bersua dengan kebenaran yang hakiki. Tuhan bukan untuk dilihat, takdir bukan untuk diminta, dan api bukan untuk disamakan: semuanya untuk direnungkan, agar jiwamu menyala oleh cahaya kebijaksanaan."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar