Banten Penyeneng sebagai Antena Rohani Penghubung Umat dengan Hyang Widhi: Telaah Simbolik dan Filosofis Berdasarkan Sloka Weda
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Abstrak
Banten Penyeneng merupakan simbol spiritual warisan leluhur Nusantara yang mengandung makna mendalam dalam praktik ritual Hindu Bali. Sebagai bentuk jejaitan dengan tiga ruang utama, Penyeneng diposisikan sebagai antena spiritual atau penghubung antara umat dan Hyang Widhi. Artikel ini membahas filosofi Banten Penyeneng dalam kaitannya dengan struktur simbolik, makna teologis, serta dukungan kutipan sloka Hindu. Ditemukan bahwa Penyeneng bukan sekadar sarana persembahan, melainkan juga wahana penurun prabhawa atau pancaran energi ilahi. Dengan merujuk pada struktur Tri Murti, konsep hidup seimbang, serta unsur niskala dalam visualisasi ritual, Banten Penyeneng memperlihatkan kecanggihan spiritual Nusantara sejak masa lampau.
Kata Kunci: Banten Penyeneng, Antena Rohani, Tri Murti, Sloka Weda, Spiritual Nusantara
Pendahuluan
Dalam sistem ritual Hindu Bali, banten bukan hanya media persembahan, tetapi juga alat komunikasi spiritual antara umat dan Hyang Widhi. Salah satu jenis banten yang paling unik dan sarat makna adalah Banten Penyeneng, dikenal pula sebagai Tehenan atau Pabuat. Banten ini merupakan simbol dari antena penerima energi ilahi (receiver antenna), yang menghubungkan kesadaran manusia dengan getaran ilahi. Tiga ruang utama dalam Penyeneng melambangkan aspek kehidupan yang seimbang dan menjadi perwujudan filsafat Hindu mengenai Tri Kaya Parisudha dan Tri Murti.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah kualitatif-deskriptif dengan pendekatan hermeneutik simbolik. Data dikumpulkan dari literatur klasik Hindu, wawancara dengan sulinggih dan pemangku, serta analisis mantra dan struktur banten Penyeneng. Sloka-sloka Weda diintegrasikan untuk memperkuat dasar teologis dan simbolik dari Penyeneng.
Hasil dan Pembahasan
1. Banten Penyeneng sebagai Antena Rohani
Penyeneng dibuat dari jejaitan bambu berbentuk segitiga dengan tiga ruang: beras, benang, pis bolong, nasi aon, dan porosan. Ini bukan sekadar persembahan estetis, tetapi mencerminkan struktur spiritual yang berfungsi sebagai media penerima (receiver) dari prabhawa Hyang Widhi.
Dalam struktur simbolik, unsur ini sesuai dengan prinsip Tripurusa:
- Atman (jiwa individu)
- Antarātman (jiwa semesta)
- Paramātman (jiwa tertinggi/Hyang Widhi)
Sloka yang relevan:
संयोगो जीव-ब्रह्मणो योग इत्यभिधीयते।
saṁyogo jīva-brahmaṇo yoga ityabhidhīyate
Artinya: “Penyatuan antara jiwa (jīva) dan Brahman disebut sebagai Yoga.”
(Mandukya Upanisad)
Penyeneng adalah bentuk Yoga lahiriah dalam persembahan—mewujudkan penyatuan kesadaran umat dengan sumber spiritual tertinggi.
2. Struktur Tri dalam Banten Penyeneng: Visualisasi Tri Murti
Tiga ruang dalam Penyeneng disimbolkan sebagai:
- Brahma (pencipta): beras dan nasi aon → lambang pemeliharaan jasmani.
- Wisnu (pemelihara): benang → lambang kehidupan yang terhubung, dinamis.
- Iswara (Siwa) (pelebur): pis bolong dan porosan → simbol pemurnian dan penyatuan dualitas.
Sloka pendukung:
सृष्टिस्थितिलयकारिणीं त्रयीं देव्यै नमोऽस्तु ते।
sṛṣṭi-sthiti-laya-kāriṇīṁ trayīṁ devyai namo'stu te
Artinya: “Kepada Dewi sebagai kekuatan penciptaan, pemeliharaan, dan pelebur, sembah sujudku.”
(Devi Mahatmya 1.8)
Banten Penyeneng bukan hanya representasi alat persembahan, tetapi perwujudan konsep kosmis.
3. Mantra Penyeneng dan Getaran Spiritual
Mantra Penyeneng:
Oṁ kaki penyeneng nini panyeneng kajenengan Iru Sang Hyang Brahma Wisnu Iswara, Chandra lintang terang gona. Oṁ Śrī Ya Namaḥ Svāhā.
Makna mantra ini adalah pemanggilan kekuatan Tri Murti dalam terang cahaya Chandra (bulan) dan Lintang (bintang) sebagai penguat spiritual dalam medium Penyeneng. Tiga kekuatan ini menyatu membimbing kesadaran umat agar tersambung kepada cahaya Hyang Widhi.
Dalam Veda, getaran suara suci Oṁ diakui sebagai “antena” utama spiritual:
ओं इत्येतदक्षरं ब्रह्म।
oṁ ity etad akṣaraṁ brahma
Artinya: “Suku kata Oṁ adalah Brahman itu sendiri.”
(Mandukya Upanisad 1.1)
4. Penyeneng dan Konsep Hidup Seimbang
Konsep hidup yang seimbang dalam Penyeneng dijelaskan dalam tiga prinsip:
- Menyelaraskan kebutuhan jasmani dan rohani.
- Menjadi insan produktif dan dinamis.
- Menjaga, mencipta, dan melebur secara bijaksana.
Ini sesuai dengan ajaran Weda:
सत्त्वं रजस्तम इति गुणाः प्रकृतिसंभवाः।
sattvaṁ rajas tama iti guṇāḥ prakṛti-saṁbhavāḥ
Artinya: “Keseimbangan hidup terdiri dari tiga sifat: sattva (harmoni), rajas (aktivitas), dan tamas (kelembaman), yang berasal dari Prakriti (alam).”
(Bhagavad Gita 14.5)
Dengan Penyeneng, manusia belajar mengatur sifat-sifat ini agar mencapai harmoni spiritual.
Kesimpulan
Banten Penyeneng bukan sekadar tradisi atau budaya ritual, melainkan manifestasi dari kecanggihan spiritual leluhur Nusantara yang mampu membuat "antena kesadaran" berbeda dengan teknologi material modern. Simbolisme tiga ruang dalam Penyeneng menjadi medium sakral penyatuan manusia dengan Hyang Widhi, didukung oleh sloka-sloka Weda yang menegaskan prinsip kesatuan, keseimbangan, dan kesucian batin.
Daftar Pustaka
- Bhagavad Gita, Upanisad, dan Veda Smrti.
- Lontar Yadnya Prakerti.
- http://sejarahharirayahindu.blogspot.com
- http://okanila.brinkster.net
- Wiana, I Ketut. (2004). Filsafat Upacara Hindu. Denpasar: Paramita.
- Titib, I Made. (2003). Veda dan Upanishad. Surabaya: Paramita.
- Manuaba, I Gede Sugata Yadnya. (2023). Simbolisme Banten dalam Perspektif Teologis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar