Selasa, 13 Mei 2025

Etika dalam Ungkapan Bali Klasik

Care Isin Gending Ginada Buah Karya Ki Dalang Tangsub: Telaah Filosofis terhadap Nilai Karma, Kepemimpinan, dan Etika dalam Ungkapan Bali Klasik

ABSTRAK:
Artikel ini membahas nilai-nilai moral, sosial, dan spiritual dalam karya sastra Bali klasik yang dinyatakan melalui bentuk gending dan geguritan karya Ki Dalang Tangsub. Teks yang dianalisis memuat ungkapan mendalam tentang hakikat kepemimpinan, kepribadian, dan tanggung jawab karma. Penelitian ini menggunakan pendekatan hermeneutika dengan sumber utama berupa kutipan tradisional Bali: "Duegang ngabe belog, Belogang ngabe dueg..." dan petuah populer "Eda ngaden awak bisa." Pembahasan dilengkapi dengan kutipan sloka Hindu dalam bahasa Sanskerta, transliterasi, dan maknanya, sebagai dasar pembanding filosofis Hindu klasik.


---

PENDAHULUAN:
Dalam kesusastraan Bali klasik, gending dan ginada tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai wahana pendidikan etika dan spiritual. Ki Dalang Tangsub, salah satu tokoh penggubah lirik-lirik gending legendaris di Bali, dikenal melalui karya-karyanya yang sarat pesan moral. Salah satu cuplikan terkenal berbunyi:

> "Duegang ngabe belog, Belogang ngabe dueg, Petilesang deweke, jelek ban jani iraga maan peduman hidup, de san sebet, nak be mekejang ngelah garis tangan lan pejalan karma."




---

MAKNA FILOSOFIS:
Ungkapan tersebut mengandung pesan bahwa kita tidak boleh menilai kepemimpinan seseorang dari tampak luarnya saja (misalnya seseorang yang kelihatan pintar belum tentu bijak). Ada sindiran sosial terhadap pemimpin yang hanya mengandalkan pencitraan tanpa kebijaksanaan sejati. Teks ini menyerukan pentingnya introspeksi dan memahami bahwa setiap manusia memiliki jalan hidup masing-masing yang dipengaruhi oleh karma dan dharma.

Kutipan Tambahan:

> "Eda ngaden awak bisa."
Artinya: "Jangan merasa diri paling bisa."
Ini merupakan pengingat untuk rendah hati, tidak menyombongkan kemampuan diri, karena kebijaksanaan sejati lahir dari kerendahan hati.




---

KAITAN DENGAN SLOKA HINDU:
Sebagai penguat spiritual dan filosofis, mari kita kutip sloka dari Bhagavad Gītā:

> Sanskerta:
कर्मण्येवाधिकारस्ते मा फलेषु कदाचन।
मा कर्मफलहेतुर्भूर्मा ते सङ्गोऽस्त्वकर्मणि॥

Transliterasi:
Karmaṇy-evādhikāras te mā phaleṣu kadācana,
mā karma-phala-hetur bhūr mā te saṅgo 'stv akarmaṇi.

Makna:
"Engkau berhak atas pekerjaanmu saja, bukan atas hasilnya. Jangan jadikan hasil kerja sebagai motif, dan jangan pula melekat pada tidak bekerja."



Sloka ini menekankan bahwa tanggung jawab utama manusia adalah bertindak sesuai dharma (kewajiban), tanpa terikat oleh hasil, mirip dengan makna yang terkandung dalam gending Ki Dalang Tangsub: bahwa hidup berjalan sesuai karma, bukan sekadar garis tangan atau takdir.


---

KESIMPULAN:
Melalui karya seperti "Care Isin Gending Ginada", Ki Dalang Tangsub tidak hanya memperkaya khazanah budaya Bali, tetapi juga menyampaikan warisan ajaran moral universal. Ia menekankan bahwa nilai-nilai spiritual seperti keikhlasan, kebijaksanaan, dan rendah hati harus menjadi pedoman utama dalam menjalani hidup. Sloka-sloka Hindu menegaskan bahwa segala sesuatu dalam hidup adalah hasil dari karma, bukan karena keberuntungan semata.


---

DAFTAR PUSTAKA:

Bhagavad Gītā, terjemahan dan tafsir Swami Chinmayananda.

Wiana, I Ketut. (2003). Membangun Etika Hindu. Denpasar: Paramita.

Ardika, I Wayan. (2010). Sastra Bali Kuna: Warisan Tak Ternilai. Denpasar: Universitas Udayana Press.

Ki Dalang Tangsub. (n.d.). Kumpulan Gending Ginada. Naskah Lisan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar