Dari Dapur ke Dharmayatra: Jalan Sunyi Seorang Istri Sulinggih
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Menjadi istri seorang sulinggih bukanlah sekadar peran pendamping dalam upacara. Ini adalah perjalanan batin yang halus namun agung. Terlebih bila perjalanan itu bermula dari kehidupan sederhana seorang ibu rumah tangga yang akrab dengan rutinitas domestik, kesenangan menjelajah tempat baru, dan kegemaran membaca buku. Semua itu, ternyata, bukan penghalang—melainkan fondasi spiritual yang kokoh.
Sloka Sansekerta Klasik:
> स न वा अरे स्त्रियै स्वात्मा प्रयोजनः
यस्य नार्यात्मा स्यादात्मानं स्वं विजानाति सः।
Transliterasi:
Sa na vā are stryai svātmā prayojanaḥ
yasya nāryātmā syādātmānaṁ svaṁ vijānāti saḥ.
Makna:
"Wahai yang mulia, seorang pria tidak akan mencapai keutuhan tanpa perempuan. Hanya ketika perempuan menjadi bagian dari jiwanya, ia dapat mengenal dirinya sendiri."
(Sloka ini diambil dari Brihadaranyaka Upanishad, menggarisbawahi bahwa perempuan bukan sekadar pelengkap, melainkan penyempurna jiwa dan perjalanan spiritual.)
---
Dari Rumah Tangga ke Kesadaran Dharma
Awalnya, tugas memasak, membersihkan rumah, hingga mendampingi anak-anak mungkin tampak jauh dari kesan spiritual. Namun, bila dilihat lebih dalam, semua itu adalah karma yoga: menjalankan tugas dengan tulus tanpa keterikatan pada hasil. Seperti sabda Gita:
> योगस्थः कुरु कर्माणि सङ्गं त्यक्त्वा धनञ्जय ।
सिद्ध्यसिद्ध्योः समो भूत्वा समत्वं योग उच्यते ॥
(Bhagavad Gītā 2.48)
"Yogasthaḥ kuru karmāṇi saṅgaṁ tyaktvā dhanañjaya;
Siddhy-asiddhyoḥ samo bhūtvā samatvaṁ yoga ucyate."
Makna:
Laksanakan tugasmu dengan mantap dalam yoga, tanpa keterikatan, wahai Arjuna. Sama rata dalam sukses dan gagal—itulah yang disebut Yoga.
---
Travelling: Rasa Loka yang Mengasah Batin
Perjalanan ke tempat-tempat baru bukan sekadar melepas penat. Bagi calon pendamping sulinggih, itu adalah kesempatan untuk memahami jagat sebagai perwujudan Ida Sang Hyang Widhi, melihat harmoni alam, budaya, dan kehidupan sosial sebagai bagian dari “Rta” (tatanan kosmik). Dari perjalanan lahir, batin pun turut mengembara.
---
Membaca Buku: Jnana Marga yang Tak Terbatas
Kebiasaan membaca memperluas cakrawala intelektual dan spiritual. Buku adalah jembatan dari dunia fisik menuju jnana (pengetahuan suci). Dari bacaan ringan hingga pustaka suci, semua menyumbangkan rasa, nalar, dan keheningan. Dan saat itu datang—ketika seorang istri sulinggih mulai mendalami lontar, mantram, dan tattwa—kebiasaan membaca menjadi bekal yang tak ternilai.
---
Upakara dan Yadnya: Seiring Langkah, Seturut Nafas
Mungkin awalnya tidak terbiasa. Tapi perlahan, pengetahuan tentang upakara (sarana upacara) dan yadnya (pengorbanan suci) akan mengalir alami. Karena sejatinya, yadnya bukan semata seremonial. Yadnya adalah penyerahan diri secara total kepada kebenaran.
Sebagaimana disebut dalam Taittiriya Brahmana:
> यज्ञेन यज्ञमयजन्त देवाः तानि धर्माणि प्रथमान्यासन्।
(Yajurveda 3.5.10)
Makna:
"Dengan yadnya, para dewa melakukan yadnya. Itulah dharma yang utama dan awal dari segala dharma."
---
Penutup: Istri Sulinggih sebagai Shakti
Perempuan yang setia pada dharma, tekun dalam keluarga, terbuka akan pengalaman baru, serta tekun dalam belajar—sesungguhnya sedang membentuk dirinya sebagai Shakti, energi ilahi dari Sang Purusha (Sulinggih). Dalam keheningan doa, suara sang istri menyatu dalam alunan kidung. Dalam tiap upakara, tangannya menyempurnakan laku yadnya.
Sebab sesungguhnya:
> यत्र नार्यस्तु पूज्यन्ते रमन्ते तत्र देवताः।
"Yatra nāryastu pūjyante ramante tatra devatāḥ."
(Di mana perempuan dihormati, di sanalah para dewa bersuka cita.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar