Jumat, 11 April 2025

Transformasi Simbolik Daksina

Transformasi Simbolik Daksina dalam Upakara Hindu Bali: Kajian Filosofis dan Sastrawi Tentang Kemungkinan Pengganti Kelapa


Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Abstrak

Dalam tradisi Hindu Bali, daksina merupakan sarana persembahan yang wajib dalam berbagai upacara keagamaan. Salah satu unsur pokok dalam daksina adalah kelapa (nyuh), yang memiliki makna simbolik dan spiritual mendalam. Namun, krisis ketersediaan kelapa dalam beberapa waktu terakhir menimbulkan pertanyaan: apakah kelapa dapat digantikan dalam struktur daksina? Artikel ini membahas pertanyaan tersebut secara filosofis dan filologis berdasarkan lontar, sloka, dan nilai niskala dari upakara.


Pendahuluan

Bali tidak hanya bertumpu pada sembako (sembilan bahan pokok) untuk hidup sekala, tetapi juga banten sebagai kebutuhan niskala. Kelapa, khususnya kelapa daksina, menjadi unsur utama dalam upacara keagamaan Hindu Bali. Dalam kondisi krisis bahan, muncul pertanyaan mendesak: apakah bentuk dan esensi daksina dapat dimodifikasi? Apakah makna suci tetap terjaga?

Sloka-Sloka Terkait Esensi Daksina

Sloka 1

संकल्पात् फलमाप्नोति कर्मणा लभते फलम्।
न हि पण्डितमात्रेण मुक्तिर्भवति कस्यचित्॥

Saṅkalpāt phalam āpnoti karmaṇā labhate phalam,
Na hi paṇḍita-mātreṇa muktir bhavati kasyacit.

Makna:
Hasil diperoleh karena niat dan tindakan; bukan hanya karena pengetahuan atau simbol lah seseorang mencapai kebebasan.
(Sloka ini menekankan bahwa makna daksina bukan hanya pada benda fisik, tapi lebih pada niat tulus dan pelaksanaan upacara yang benar.)

Sloka 2

नैव वस्तुं न च द्रव्यं, भक्तिर्देवं प्रयच्छति।
यत्र भक्तिः तत्रैव स्यात्, द्रव्यं तु निमित्तमात्रकम्॥

Naiva vastuṁ na ca dravyaṁ, bhaktir devaṁ prayacchati,
Yatra bhaktiḥ tatraiva syāt, dravyaṁ tu nimittamātrakam.

Makna:
Bukan benda atau materi yang memberikan persembahan kepada dewa, tetapi ketulusan bhakti. Di mana ada bhakti, di sanalah dewa hadir; materi hanyalah sarana.


Makna Kelapa dalam Daksina

Kelapa dalam daksina mengandung makna purnatwa (kesempurnaan), kamulyan (kemuliaan), dan penggambaran kepala yang dipersembahkan kepada Tuhan sebagai simbol penyerahan diri. Dalam Lontar Tuturing Daksina, disebutkan:

“Nyuh dados satakena daksina, tan wenten wujud pinaka daksina pinaka saksat tan nyuh.”
(Kelapa menjadi dasar utama daksina, tidak ada bentuk daksina yang sah tanpa kelapa.)

Namun, dalam kondisi darurat dan keterbatasan, beberapa lontar memberikan penegasan kontekstual:

Lontar Dharma Upapati:

"Swadharma ring karya, tan becik ngawinang upakara kelimbakan, ring luwir, prasida nyanggra sareng manah suddha."
(Dalam menjalankan dharma upacara, tak elok memaksakan bahan berlebihan. Dalam kondisi terbatas, boleh disesuaikan dengan kesucian hati.)


Daksina Tanpa Kelapa: Boleh atau Tidak?

Secara Sekala (fisik):

Tidak lengkap. Karena struktur daksina secara tradisi dan pakem terdiri dari kelapa, porosan, uang kepeng, bunga, dan unsur pendukung lainnya.

Secara Niskala (spiritual):

Jika niat (bhavana) tulus dan kondisi benar-benar tidak memungkinkan, pengganti kelapa dapat digunakan, asalkan disertai dengan kacarita (penjelasan dalam hati kepada Sang Hyang Widhi bahwa ini adalah persembahan pengganti).


Simbol Alternatif Kelapa dalam Darurat

Beberapa tetua adat dan sulinggih dalam tradisi Bali mengizinkan simbolisasi jika benar-benar darurat:

Kelapa diganti dengan buah pinang yang dibungkus janur.

Dalam tataran tertentu, simbol kelapa bisa ditarik dari unsur lingga-yoni, cukup diwakili porosan dan bunga.

Asal tetap melalui doa penyucian dan mantram pengaksama (permohonan maaf niskala).


Kesimpulan

Sloka penutup:

भावना द्रव्यमत्यन्तं शक्तिः साधकसंगतिः।
भवत्युपायं यत्रैव तत् धर्मः संप्रवर्तते॥
Bhāvanā dravyam atyantaṁ śaktiḥ sādhaka-saṅgatiḥ,
Bhavaty upāyaṁ yatraiva tat dharmaḥ sampravartate.

Makna:
Ketulusan niat, kekuatan spiritual, dan kemampuan pelaksana—di sanalah dharma menemukan jalannya.

Jadi, apakah daksina bisa dirubah tanpa kelapa?
Jawabannya: Dalam kondisi darurat dan dengan niat suci serta penyesuaian spiritual yang benar, ya—tetapi tetap harus dihaturkan dengan rasa tanggung jawab dan penghayatan niskala yang tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar