Sabtu, 19 April 2025

Telaah Normatif terhadap Proses Diksa Dwijati bagi Janda atau Duda karena Perceraian

Telaah Normatif terhadap Proses Diksa Dwijati bagi Janda atau Duda karena Perceraian dalam Perspektif Lontar Widi Pepincatan dan Etika Hindu


Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Abstrak:

Proses diksa dwijati adalah transformasi spiritual tertinggi dalam tradisi Hindu Bali, yang mengubah status seseorang menjadi sulinggih (pendeta). Salah satu syarat utama untuk menjalani diksa adalah telah melepas keterikatan duniawi secara total, termasuk keterikatan emosional, material, dan sosial. Artikel ini membahas secara kritis ketidaksesuaian status janda atau duda karena cerai terhadap kelayakan menjadi sulinggih menurut ajaran dalam lontar Widi Pepincatan. Penelitian ini juga mendukung kesimpulan dengan kutipan sloka Sansekerta yang menekankan pada kemurnian batin dan pengendalian diri sebagai prasyarat mutlak menuju jalan ke-Brahmana-an.

Pendahuluan:

Dalam ajaran Hindu, sulinggih bukan sekadar jabatan spiritual, namun adalah laku hidup dalam tataran moksha marga, jalan pembebasan. Oleh sebab itu, setiap orang yang hendak menjalani diksa dwijati dituntut untuk berada dalam keadaan suci lahir batin, bebas dari ikatan kama, krodha, dan keterikatan duniawi lainnya. Status seseorang sebagai janda atau duda karena cerai (bukan karena kematian pasangan) dianggap masih menyisakan beban moral dan spiritual yang belum tuntas. Oleh karena itu, pelaksanaan diksa dalam keadaan demikian dipandang tidak sesuai menurut lontar Widi Pepincatan.


Kutipan Sloka Sansekerta dan Maknanya:

> Sloka:
“Na śuddhātmā bhaved viprah, yadi kāmavashānugaḥ.”

Terjemahan:
“Tidak akan menjadi brahmana yang murni, jika ia masih dikuasai oleh nafsu keinginan.”

Sloka ini menjelaskan bahwa seseorang yang belum selesai dengan urusan kāma (hasrat duniawi), termasuk kegagalan dalam ikatan pernikahan, belum pantas memasuki tahap suci sebagai sulinggih. Perceraian merupakan cerminan dari keterikatan, konflik, dan ketidakseimbangan spiritual, sehingga menjadi penghalang dalam proses spiritualisasi sejati.

Analisis Lontar Widi Pepincatan:

Dalam salah satu petikan lontar Widi Pepincatan disebutkan:

> “Nenten sida nyidang maparhyangan pinaka diksita, yening ragane nyujur ring sangkaning karma sane kadadosang saking asub ring ganda grasta.”


Terjemahan:
“Tidak akan mampu melaksanakan persembahan suci sebagai orang yang didiksa, apabila dirinya masih membawa akibat dari karma yang lahir dari ketidaksempurnaan dalam kehidupan berumah tangga.”

Makna dari kutipan ini menegaskan bahwa perceraian, sebagai bentuk kegagalan menjalani grhasta asrama (tahap kehidupan berumah tangga), menimbulkan beban karma wasana yang belum terselesaikan. Jika karma ini belum dilebur melalui prayascitta khusus dan penyucian total, maka seseorang belum layak menjalani diksa.


Tinjauan Etika Hindu:

Dalam perspektif etika Hindu, seseorang yang menjalani diksa harus berada dalam keadaan sattvika, bebas dari konflik moral maupun sosial. Perceraian menunjukkan adanya pertentangan atau ketidakselarasan dengan Dharma Grhasta. Dalam Manava Dharmasastra (Hukum Manu), disebutkan:

> “Yatra nāryastu pūjyante ramante tatra devatāḥ.”
“Di mana perempuan dihormati, di sanalah para dewa tinggal.”


Konsekuensi logisnya, hubungan yang berakhir dengan perpisahan (cerai) bukan bentuk keharmonisan yang disukai para dewa. Maka, dari sudut pandang dharma, seseorang yang gagal menjaga hubungan suci pernikahan secara etis memiliki beban moral yang belum selesai.


Kesimpulan:

Berdasarkan kajian terhadap sloka Sansekerta, isi lontar Widi Pepincatan, dan norma etika Hindu, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang menjadi janda atau duda karena perceraian tidak dibenarkan untuk menjalani diksa dwijati. Hal ini dikarenakan proses diksa menuntut kesucian lahir batin yang sempurna dan penyelesaian seluruh ikatan duniawi, termasuk keberhasilan menjalani tahap grhasta. Kegagalan dalam rumah tangga menunjukkan adanya sisa karma yang menghalangi kemurnian dalam laku spiritual seorang sulinggih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar