Sanggah Turus Lumbung: Kajian Filosofis dan Arsitektural Berdasarkan Sloka Weda
Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Pendahuluan
Dalam tradisi masyarakat Bali, arsitektur suci tidak hanya dipandang sebagai bentuk fisik, tetapi juga sebagai manifestasi nilai-nilai spiritual yang bersumber dari ajaran Weda. Salah satu bentuk arsitektur suci tersebut adalah sanggah turus lumbung, yaitu pelinggih sederhana yang memiliki makna spiritual mendalam. Artikel ini membahas arti, fungsi, serta aturan dalam membuat sanggah turus lumbung, dengan mengacu pada sloka Sanskerta sebagai dasar filosofisnya.
Kutipan Sloka (6 Baris)
Bahasa Sanskerta:
सर्वं खल्विदं ब्रह्म
तज्जलानिति शान्त उपासीत ।
आत्मा वा अरे द्रष्टव्यः
श्रोतव्यो मन्तव्यो निदिध्यासितव्यः ।
यथोर्णनाभिः सृजते गृह्णते च
यथापृथिव्यां औषधयः सम्भवन्ति ।
Transliterasi Latin:
Sloka
sarvaṁ khalvidaṁ brahma; tajjālāniti śānta upāsīta; ātmā vā are draṣṭavyaḥ; śrotavyo mantavyo nididhyāsitavyaḥ; yatho'rṇanābhiḥ sṛjate gṛhṇate ca; yathā pṛthivyāṁ auṣadhayaḥ sambhavanti
---
Makna Sloka
Segala sesuatu ini sesungguhnya adalah Brahman; Ia yang tenang hendaknya memuja dengan pemahaman bahwa segala sesuatu lahir dari, hidup di dalam, dan kembali ke Brahman; Wahai sahabat, Sang Atman patut dilihat; Ia harus didengar, direnungkan, dan dimeditasikan; Seperti laba-laba yang menciptakan dan menarik benangnya sendiri; seperti pula tumbuh-tumbuhan muncul dari bumi.
---
Makna Filosofis Terkait Sanggah Turus Lumbung
Sloka di atas menjelaskan prinsip dasar eksistensi: segala sesuatu adalah manifestasi Brahman, termasuk pelinggih seperti sanggah turus lumbung. Pelinggih ini bukan sekadar bentuk fisik, namun perwujudan energi suci tempat roh leluhur dan kekuatan ilahi bersemayam. Ia harus diciptakan dan dirawat dengan kesadaran penuh, sebagaimana Sang Atman harus disadari lewat pendengaran, renungan, dan meditasi.
Pengertian dan Fungsi Sanggah Turus Lumbung
Sanggah turus lumbung adalah pelinggih yang biasanya berdiri sendiri dengan struktur tiang (turus) dan atap mirip lumbung kecil. Dalam tradisLumbung Sanggah berarti tempat suci persembahan kepada roh leluhur dan Ida Sang Hyang Widhi. Turus berarti tiang kayu atau bambu sebagai penyangga. Lumbung menggambarkan atap pelindung menyerupai tempat penyimpanan padi, simbol kemakmuran. Pelinggih ini bersifat sementara namun penting, terutama saat seseorang baru pindah rumah, tinggal sementara, atau saat membangun rumah baru.
Aturan dan Tata Cara Pembuatan Sanggah Turus Lumbung
1. Bahan:
Tiang dari kayu/bambu pilihan (turus).
Atap dari ijuk atau alang-alang, berbentuk seperti lumbung padi.
Alas dasar dari tanah, batu, atau bata merah.
2. Posisi:
Diletakkan di kaja-kangin (utara-timur) pekarangan rumah, arah yang dianggap paling suci dalam sistem orientasi Bali.
3. Ritual:
Pembuatan diawali dengan upacara nunas tirta (memohon air suci).
Dilanjutkan dengan mejaya-jaya, memohon restu dan keselamatan.
Disertai upakara seperti banten pejati, daksina, dan canang sari.
4. Etika:
Tidak boleh dilangkahi.
Tidak boleh digunakan sebagai tempat menjemur atau menyandarkan barang.
Harus dijaga kebersihannya, dan secara berkala dihaturkan persembahan.
Penutup
Sanggah turus lumbung bukan hanya simbol religius, tetapi juga pengingat akan hubungan manusia dengan alam, leluhur, dan Sang Hyang Widhi Wasa. Sloka-sloka Weda mengajarkan bahwa segala hal lahir dari Brahman dan kembali kepada-Nya. Maka, membuat dan merawat sanggah turus lumbung adalah salah satu cara memuliakan eksistensi ilahi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali.
Keutamaan dan Kemuliaan Sanggah Turus Lumbung dalam Perspektif Hindu
Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Abstrak
Sanggah Turus Lumbung merupakan salah satu wujud tempat suci dalam tradisi Hindu Bali yang memiliki makna filosofis dan spiritual mendalam. Artikel ini mengkaji keutamaan dan kemuliaan Sanggah Turus Lumbung berdasarkan ajaran Hindu dan nilai-nilai yang terkandung dalam sloka suci. Penekanan diberikan pada simbolisasi keberadaan Hyang Guru, keturunan suci, dan hubungan spiritual manusia dengan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa).
Kata kunci: Sanggah, Turus Lumbung, Hindu Bali, spiritualitas, kesucian
Pendahuluan
Dalam tradisi Hindu di Bali, Sanggah atau Pelinggih merupakan bangunan suci yang menjadi pusat pemujaan umat kepada Tuhan dan leluhur. Salah satu jenis pelinggih yang memiliki bentuk unik dan sarat makna adalah Sanggah Turus Lumbung. Sanggah ini umumnya digunakan untuk memuja Hyang Guru atau roh suci leluhur yang sudah mencapai kesucian tinggi, khususnya para sulinggih (pendeta). Bentuknya menyerupai lumbung padi yang ditopang tiang (turus), sebagai lambang kesejahteraan dan keteguhan spiritual.
Sloka dan Maknanya
Sloka (dalam bahasa Sanskerta):
- Guruḥ pitā ca mātā ca, te sarve pūjyatām sadā
- Yatra tiṣṭhati dharmo hi, tatra devāḥ sadā sthitāḥ
- Turusārūḍha lumbhe hi, sthānaṁ brahmaṇa ucyate
- Pākaṁ na kevalaṁ dhānyaṁ, dharmasya pūrṇatā smṛtā
- Tasmin lumbhe praṇamyeta, bhaktiṁ kṛtvā sadā naraiḥ
Transliterasi:
- Guruḥ pitā ca mātā ca, te sarve pūjyatām sadā
- Yatra tiṣṭhati dharmo hi, tatra devāḥ sadā sthitāḥ
- Turusārūḍha lumbhe hi, sthānam brahmaṇa ucyate
- Pākaḿ na kevalaḿ dhānyaḿ, dharmasya pūrṇatā smṛtā
- Tasmin lumbhe praṇamyeta, bhaktiḿ kṛtvā sadā naraiḥ
Makna per baris:
- Guru, ayah, dan ibu adalah sosok yang patut dihormati sepanjang masa.
- Di mana Dharma ditegakkan, di sanalah para dewa senantiasa hadir.
- Pada Lumbung yang ditopang Turus, disebut sebagai tempat Brahman (Tuhan).
- Bukan hanya menyimpan padi, tapi menyempurnakan Dharma secara utuh.
- Maka kepada Lumbung itu hendaknya manusia selalu sujud dengan penuh bhakti.
Pembahasan
Sloka ini menggambarkan bahwa Sanggah Turus Lumbung bukan hanya simbol fisik, melainkan tempat pemusatan kekuatan spiritual. Lumbung bukan hanya menyimpan hasil bumi (padi), tetapi juga menjadi perlambang tempat penyimpanan nilai-nilai suci. Tiang penyangga (turus) menjadi perlambang keteguhan dalam menjalankan dharma. Dalam tradisi, pelinggih ini sering dipersembahkan kepada para leluhur atau tokoh suci seperti Rsi, Maha Rsi, atau pendeta yang telah moksha.
Pembangunan Sanggah Turus Lumbung didasari oleh prinsip Tri Kaya Parisudha dan Tri Hita Karana, yang menyatukan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan. Keutamaan pelinggih ini adalah sebagai pengingat untuk selalu mengutamakan keberkahan, kebijaksanaan, dan kesucian dalam kehidupan.
Kesimpulan
Sanggah Turus Lumbung bukan sekadar arsitektur religius, melainkan simbol spiritual yang mendalam. Melalui pemahaman sloka suci, kita disadarkan bahwa pemujaan tidak hanya fisik, tapi harus didasari oleh bhakti yang tulus dan dharma yang kuat. Oleh karena itu, menjaga kesucian dan keberadaan pelinggih ini menjadi bagian dari kewajiban moral dan spiritual umat Hindu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar