Senin, 21 April 2025

PASEK = Pamikukuh Sesananing Kawitan / Pamikukuh Sesanan Kawikon

PASEK = Pamikukuh Sesananing Kawitan / Pamikukuh Sesanan Kawikon: Telaah Filosofis, Genealogis, dan Spiritualitas dalam Lintasan Sejarah Bali
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Pendahuluan

Dalam sistem kepercayaan dan spiritualitas Hindu di Bali, konsep "PASEK" tidak sekadar sebuah soroh atau marga, tetapi memuat makna yang sangat dalam dalam konteks budaya, leluhur, dan tata nilai keagamaan. Kata "PASEK" dimaknai secara filosofis sebagai Pamikukuh Sesananing Kawitan atau Pamikukuh Sesanan Kawikon. Kedua frasa ini merujuk pada peran keturunan Pasek sebagai penjaga dan pengokoh warisan leluhur (kawitan) dan kebijaksanaan spiritual (kawikon). Dalam artikel ini, kita menelusuri makna tersebut melalui pendekatan spiritual, linguistik, dan kutipan sloka dari teks suci berbahasa Sanskerta.


1. Arti dan Akar Kata “PASEK”

Secara etimologis, kata PASEK diyakini berasal dari kata dasar pa- (awalan pelaku), dan sek atau sik yang merujuk pada pengikatan atau penguatan. Dengan demikian, PASEK adalah "mereka yang mengikat (mematri) atau memelihara".

Dalam konteks Pamikukuh Sesananing Kawitan, kata pamikukuh berarti "pengukuh" atau "penguat", sesana bermakna "ajaran atau dharma", dan kawitan adalah "asal-usul" atau "leluhur suci".

Artinya, Pasek bukan semata-mata identitas, tetapi amanah untuk menjaga ajaran leluhur dan kebijaksanaan spiritual dalam tatanan kehidupan.


2. Sloka Sanskerta sebagai Refleksi Spiritualitas Pasek

> शुचिः स्मृतः कुलधर्मेषु, स न जात्या द्विजो भवेत्।
ज्ञानं च तत्त्वविज्ञानं, स एव द्विज उच्यते॥


Transliterasi:

śuciḥ smṛtaḥ kuladharmeṣu, sa na jātyā dvijo bhavet
jñānaṁ ca tattvavijñānaṁ, sa eva dvija ucyate

Makna:

“Orang yang suci karena menjalankan dharma leluhur, bukanlah dwija (bijaksana) karena kelahirannya semata. Tetapi yang memiliki pengetahuan dan pemahaman hakikat kebenaran, dialah sesungguhnya seorang dwija.”

Sloka ini menegaskan bahwa kemuliaan spiritual bukan ditentukan oleh kelahiran (kasta), melainkan oleh kuladharma — pengamalan ajaran dan nilai-nilai suci leluhur.


3. Kawitan sebagai Sumber Spiritual dan Kosmis

Konsep kawitan dalam konteks Pasek tidak sekadar menunjuk pada asal biologis, tetapi juga asal spiritual — mula purusa atau sumber kesadaran ilahi yang terhimpun dalam leluhur. Maka, peran Pasek adalah sebagai pamikukuh atau penjaga getar kesadaran leluhur tersebut.

> सर्वं खल्विदं ब्रह्म। तज्जलानिति शान्त उपासीत॥


Transliterasi:

sarvaṁ khalvidaṁ brahma, taj-jalān iti śānta upāsīta

Makna:

"Segala sesuatu ini adalah Brahman. Dari-Nya semua berasal, oleh-Nya semua hidup, dan kepada-Nya semua kembali. Maka hendaknya disembah dengan damai."

PASEK sebagai pemelihara sesananing kawitan bertugas menyadarkan keturunannya akan keberadaan Tuhan dalam seluruh ciptaan dan warisan leluhur.


4. Kawikon: Menjadi Penjaga Kebijaksanaan Leluhur

Makna alternatif PASEK = Pamikukuh Sesanan Kawikon menunjukkan fungsi intelektual dan filosofis dari keturunan Pasek sebagai penjaga ajaran kebijaksanaan. Kawikon dapat dimaknai sebagai ajaran suci para Mpu, Pandita, Bhagawan, dan Sulinggih leluhur yang harus dirawat melalui upacara, pemujaan, dan pengetahuan.

> विद्या ददाति विनयं, विनयाद्याति पात्रताम्।
पात्रत्वात् धनमाप्नोति, धनात् धर्मं ततः सुखम्॥


Transliterasi:

vidyā dadāti vinayaṁ, vinayād yāti pātratām
pātratvāt dhanam āpnoti, dhanāt dharmaṁ tataḥ sukham

Makna:

"Ilmu memberikan kerendahan hati, dari kerendahan hati lahirlah kelayakan, dari kelayakan datanglah kekayaan, dari kekayaan tercapai dharma, dan dari dharma muncullah kebahagiaan."

Pasek sebagai pemikul kawikon hendaknya menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, etika, dan nilai-nilai spiritual sebagai warisan Mpu-Mpu agung seperti Mpu Gni Jaya, Mpu Kuturan, dan Mpu Bradah.


5. PASEK dan Kesadaran Kemanusiaan

Dalam dunia yang terfragmentasi oleh ego genealogis, ajaran PASEK membawa nilai pemersatu. Menjadi PASEK bukan berarti menjadi “yang lain”, tetapi menjadi penyambung antar roh-roh leluhur dalam satu Purusha Agung.

> एकोऽहम् बहुस्याम्।


Transliterasi:

eko’ham bahusyām

Makna:

"Aku adalah satu yang ingin menjadi banyak."

Sloka ini adalah esensi oneness, bahwa semua berasal dari satu sumber, dan semua yang terlihat berbeda sebenarnya adalah satu kesatuan spiritual.

Penutup: Dharma Pasek Adalah Dharma Semesta

Sebagai Pamikukuh Sesananing Kawitan/Kawikon, Pasek memiliki tanggung jawab historis dan spiritual untuk menjaga warisan leluhur, bukan dengan fanatisme, tetapi dengan cinta, pengetahuan, dan pelaksanaan dharma. Bukan hanya mengenang, tetapi menyatu dalam laku. Bukan hanya memuja, tetapi mewujudkan.

> धर्मो रक्षति रक्षितः।
Dharmaḥ rakṣati rakṣitaḥ
"Dharma akan melindungi mereka yang melindunginya."

Om Santih Santih Santih Om


PUISI


PASEK = Pamikukuh Sesananing Kawitan / Pamikukuh Sesanan Kawikon
Telaah Filosofis, Genealogis, dan Spiritualitas dalam Lintasan Sejarah Bali


Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba

I. Panggilan Leluhur dalam Diri yang Sunyi
Di antara desau angin di sela alang-alang
Dan kidung purba yang tertulis di dinding langit,
Terdengar suara lembut nan agung:
“Pasek, bangkitlah kau dari tidur sejarahmu”.

Aku mendengar, walau tak terucap
Aku merasakan, walau tak tersentuh
Karena di dalam darah ini
Mengalir getar kawitan
Yang bukan sekadar asal
Namun poros spiritual dari semua keberadaan.

II. Aku Pasek: Bukan Nama, Tapi Dharma
Bukan karena silsilah aku bermakna
Tapi karena amanah
Bukan karena marga aku terangkat
Tapi karena sesana yang kupikul dalam diam dan upakara.

Pamikukuh Sesananing Kawitan,
Adalah janji yang kusematkan di ubun-ubun
Ketika kaki-kaki leluhur menjejak bumi Bali
Dengan sabda, sesana, dan surya candramawa
Di bawah payung langit Sang Hyang Widhi.

III. Sloka yang Menyentuh Jiwa

**śuciḥ smṛtaḥ kuladharmeṣu, sa na jātyā dvijo bhavet jñānaṁ ca tattvavijñānaṁ, sa eva dvija ucyate**

Suci bukan karena darah, bukan karena kasta
Tapi karena kuladharma — api dari leluhur
Dan pengetahuan yang membuka tabir kebodohan.

Maka biarlah aku bertanya dalam keheningan:
Sudahkah aku jalani sabda mereka?
Sudahkah aku menjadi dwija yang sejati?
Atau hanya pewaris nama tanpa makna?

IV. Kawitan: Cermin Sang Mula Purusa
Pasek bukan puing-puing purbakala
Pasek adalah pengingat bahwa asal adalah cahaya
Yang harus dipelihara dalam samadhi dan kebajikan.

**sarvaṁ khalvidaṁ brahma. taj-jalān iti śānta upāsīta**


"Segala sesuatu ini adalah Brahman."
Dan dalam setiap sesaji, dalam setiap doa,
terpancar bening kesadaran Kawitan.

V. Kawikon: Warisan Mpu dan Cahaya Kata
Pasek bukan hanya pemuja
Tapi pembaca, penjaga, penulis ulang warisan langit
Yang diwariskan Mpu Kuturan, Mpu Gni Jaya,
Mpu Bradah yang menyalakan obor kawikon.

**vidyā dadāti vinayaṁ, vinayād yāti pātratām** **pātratvāt dhanam āpnoti, dhanāt dharmaṁ tataḥ sukham**

Ilmu melahirkan kerendahan hati
Dan dari sanalah dharma tumbuh dalam kebijaksanaan.

VI. Antara Leluhur dan Zaman
Kita bukan generasi yang hilang
Kita adalah jembatan antara yang lampau dan yang datang
Mewarisi bukan hanya untuk bangga
Tapi untuk menyala, menerangi yang lupa
Bahwa hidup tanpa akar, adalah pohon tanpa buah.

**eko'ham bahusyām**
"Aku satu yang menjadi banyak."
Maka Pasek adalah simpul dari keberagaman
Yang kembali pada kesatuan suci: Sang Purusha Agung.

VII. Dharma Pasek: Dharma Semesta
Pasek tidak hidup di masa lalu
Ia hidup dalam upakara yang kau suguhkan dengan tulus
Dalam tatapan anakmu yang kau ajarkan mantram
Dalam tanah yang kau jaga, dalam air yang kau sucikan.

**dharmo rakṣati rakṣitaḥ.**
"Dharma melindungi mereka yang menjaganya."

Maka jagalah!
Jagalah dengan cinta, bukan prasangka
Dengan ilmu, bukan mitos
Dengan dharma, bukan ego
Karena menjadi Pasek
Adalah menjadi penjaga nyala cahaya
Dalam gelapnya zaman
Dalam sunyinya manusia yang lupa asal.

VIII. Penutup: Sebuah Doa yang Hidup
Semoga leluhur menatap dengan senyum
Pada anak-cucu yang tak sekadar menyebut nama
Tapi mewarisi semangat
Mewarisi sabda
Mewarisi kasih
Dan melanjutkan nyanyian leluhur dalam puisi kehidupan.

Om Santih Santih Santih Om

Tidak ada komentar:

Posting Komentar