Menjaga Dharma Pendidikan Melalui Buku Cetak dan Tulis Tangan: Refleksi Filosofis di SMP Negeri 4 Abiansemal dalam Perspektif Hindu
Oleh:
I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Abstrak
Dalam era modern yang dipenuhi transformasi digital, nilai-nilai dasar pendidikan kerap terpinggirkan. Sementara banyak sekolah beralih ke digitalisasi, SMP Negeri 4 Abiansemal justru mempertahankan kekuatan tradisional: buku cetak dan tulisan tangan. Artikel ini mengeksplorasi sikap tersebut sebagai bentuk pelestarian nilai pendidikan sejati dalam bingkai ajaran Hindu, di mana pendidikan bukan sekadar transmisi informasi, melainkan jalan menuju vidyā dan satya. Beberapa sloka Weda dan Bhagavad Gītā dipakai untuk menunjukkan bahwa teknologi seharusnya memperkuat nilai, bukan menggantikan fondasi pendidikan.
1. Pendahuluan
Dalam filsafat Hindu, pendidikan tidak hanya berarti jñāna (pengetahuan), tetapi juga viveka (kebijaksanaan), śraddhā (keyakinan), dan sādhana (latihan). Dalam konteks ini, SMP Negeri 4 Abiansemal mengambil langkah arif dengan tetap menjadikan buku cetak dan tulisan tangan sebagai instrumen utama dalam pembelajaran—suatu bentuk dharma pālana (penegakan kewajiban suci) dalam dunia pendidikan.
2. Kembali ke Buku Cetak: Menghidupkan Vidyā dan Satya
Negara-negara seperti Jepang dan Finlandia menunjukkan tren kembali ke buku fisik. Interaksi nyata antara siswa dan teks berwujud memperkuat saṁskāra (kesan batin), yang merupakan bagian dari śikṣā sejati.
Sloka:
"Vidyā nāma narasya rūpamadhikaṁ prācchannagūḍhaṁ dhanam"
(Nītiśataka, Bhartrihari)
Transliterasi:
Vidyā nāma narasya rūpam adhikaṁ prācchanna-gūḍhaṁ dhanam
Makna:
“Ilmu pengetahuan adalah perhiasan tertinggi manusia, kekayaan tersembunyi yang tidak dapat dicuri.”
Buku cetak memungkinkan penyimpanan dan pewarisan vidyā secara lestari, nyata, dan tak tergantung pada daya listrik atau koneksi internet.
3. Menulis Tangan: Latihan Śraddhā dan Citta Śuddhi
Menulis tangan melatih keteraturan berpikir dan kesadaran tindakan. Ini bukan sekadar aktivitas motorik, tetapi bentuk sādhana harian yang membentuk citta śuddhi (pikiran yang jernih).
Sloka:
"Yatra yogeśvaraḥ kṛṣṇo yatra pārtho dhanur-dharaḥ
tatra śrīr vijayo bhūtir dhruvā nītir matir mama"
(Bhagavad Gītā XVIII.78)
Transliterasi:
Yatra yogeśvaraḥ kṛṣṇo yatra pārtho dhanur-dharaḥ
tatra śrīr vijayo bhūtir dhruvā nītir matir mama
Makna:
“Di mana ada Kṛṣṇa sang penguasa yoga, dan Arjuna sang pemanah, di sanalah terdapat keberkahan, kemenangan, kemuliaan, dan kebenaran yang kekal.”
Tulisan tangan adalah yoga karmasu—aksi yang menghubungkan pikiran, tubuh, dan ilmu secara harmonis.
4. Kebijakan Pendidikan yang Berubah-ubah: Krisis Tattva dan Dṛḍhatā
Ketidakpastian arah pendidikan Indonesia mencerminkan kurangnya tattva (pemahaman hakikat) dan dṛḍhatā (keteguhan). Banyak kebijakan berubah sebelum diuji dampaknya.
Sloka:
"Na hi jñānena sadṛśaṁ pavitram iha vidyate"
(Bhagavad Gītā IV.38)
Transliterasi:
Na hi jñānena sadṛśaṁ pavitram iha vidyate
Makna:
“Tak ada yang lebih menyucikan daripada pengetahuan sejati.”
Ketika pengetahuan disajikan tanpa landasan yang mantap, ia menjadi rapuh dan tak memberi pencerahan.
5. Kesenjangan Akses dan Pilihan yang Bijaksana
Digitalisasi tidak bisa merata tanpa pemerataan teknologi. Buku cetak dan tulisan tangan adalah jalan tengah yang bijak—mudah diakses, tahan lama, dan bermakna.
Sloka:
"Dharma eva hato hanti dharmo rakṣati rakṣitaḥ"
(Manusmṛti VIII.15)
Transliterasi:
Dharma eva hato hanti, dharmo rakṣati rakṣitaḥ
Makna:
“Dharma yang dilanggar akan menghancurkan, tetapi dharma yang dijaga akan melindungi.”
Konsistensi SMP Negeri 4 Abiansemal menjaga nilai-nilai pendidikan sejati adalah bentuk rakṣā terhadap dharma pendidikan.
6. Menuju Masa Depan: Satyam, Śivam, Sundaram
Masa depan pendidikan bukan sekadar digital atau konvensional, tetapi tentang keutuhan antara satyam (kebenaran), śivam (kebajikan), dan sundaram (keindahan).
Sloka:
"Satyam eva jayate nānṛtaṁ"
(Muṇḍaka Upaniṣad 3.1.6)
Transliterasi:
Satyam eva jayate nānṛtaṁ
Makna:
“Hanya kebenaranlah yang menang, bukan kebohongan.”
Buku cetak dan tulisan tangan mengasah kesadaran akan kebenaran melalui proses yang pelan tapi mengakar.
7. Penutup
SMP Negeri 4 Abiansemal bukan sekadar sekolah yang mempertahankan metode lama, tetapi lembaga yang sedang menegakkan dharma pendidikan. Dalam dunia yang bergerak cepat, sekolah ini memberi pelajaran tentang pentingnya sthiti (keteguhan), viveka (kebijaksanaan memilah), dan śraddhā (keyakinan) terhadap nilai-nilai pendidikan sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar