Kontribusi Spiritual dan Nasionalisme Pandita Mpu Nabe Sinuhun Parama Dhaksa terhadap Kebudayaan Bali dan Perjuangan Bangsa
Penulis: I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengkaji kontribusi spiritual dan nasionalisme Pandita Mpu Nabe Sinuhun Parama Dhaksa (Griya Agung Bangkasa), tokoh sulinggih dari Bali yang memainkan peran penting dalam ranah keagamaan dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif deskriptif berdasarkan sumber sekunder berupa dokumentasi sejarah, kliping surat kabar, serta literatur terkait. Hasil studi menunjukkan bahwa Ida Sinuhun tidak hanya berkontribusi dalam pelestarian dan pengembangan agama Hindu di Bali, tetapi juga turut serta dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda.
Kata Kunci: Pandita, Sulinggih, Hindu Bali, Nasionalisme, Kebudayaan
Pendahuluan
Bali sebagai wilayah yang kental dengan nilai-nilai budaya dan religius, banyak melahirkan tokoh-tokoh spiritual yang sekaligus menjadi panutan masyarakat. Salah satu tokoh penting tersebut adalah Pandita Mpu Nabe Sinuhun Parama Dhaksa. Lahir di Bongkasa, Abiansemal, Badung pada 1 Agustus 1914, beliau dikenal sebagai figur yang menjembatani aspek spiritual dan nasionalisme.
Peran beliau sebagai sulinggih tidak terlepas dari kiprah awalnya sebagai tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menyoroti kontribusi beliau dalam dua ranah penting: (1) pelestarian nilai-nilai spiritual dan budaya Hindu Bali, serta (2) keterlibatan aktif dalam perjuangan fisik untuk kemerdekaan Republik Indonesia.
Metodologi Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Sumber data diperoleh dari artikel surat kabar yang mengulas biografi dan jasa-jasa Pandita Mpu Nabe Sinuhun Parama Dhaksa, serta literatur pendukung mengenai sejarah lokal Bali dan organisasi keagamaan Hindu. Teknik analisis dilakukan dengan menafsirkan data secara naratif untuk menghasilkan pemahaman mendalam tentang kontribusi beliau.
Hasil dan Pembahasan
1. Latar Belakang Kehidupan Pandita Mpu Nabe Sinuhun Parama Dhaksa dilahirkan dengan nama I Gede Japa Tangsub Putra. Beliau merupakan anak dari I Nyoman Geledus dan menikah dengan Ni Luh Wayang Kumplung. Dari pernikahan ini beliau dikaruniai beberapa anak, salah satunya yang meneruskan jejak spiritual beliau adalah Ida Sinuhun Istri Parama Dhaksa, Dilanjukan oleh Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba dan sekarang dilanjutkan oleh Ida Sinuhun Siwa Putri Paramadaksa Manuaba.
2. Kiprah dalam Dunia Perjuangan Pada masa kolonial, Ida Sinuhun turut serta dalam gerakan perlawanan bersenjata melawan penjajahan Belanda. Ia bergabung dalam pasukan Wattu Karang serta turut aktif dalam G.S.K.O/S.P.K.I. (1965). Kiprah militannya terlihat dari keterlibatannya dalam logistik dan strategi gerilya. Selain itu, beliau tergabung dalam AMHB (Angkatan Muda Hindu Bali) dan aktif dalam perjuangan spiritual dan moral dalam kemerdekaan bangsa.
3. Perjalanan Spiritualitas Tahun 1970 menjadi titik balik spiritual Ida Sinuhun, saat beliau ditasbihkan dan disaksikan oleh Ida Pedanda Anyar, Griya Punggul. Beliau kemudian diakui sebagai sulinggih agung dan berperan dalam pembinaan umat Hindu di Bali. Tidak hanya menjadi guru spiritual, beliau juga membina subak-subak serta memimpin ritual keagamaan di berbagai pura dan desa.
4. Pengaruh terhadap Pelestarian Budaya dan Agama Ida Sinuhun dikenal sebagai tokoh pembina sulinggih dan guru bagi 13 orang sulinggih lainnya yang tersebar di Bali. Beliau berperan dalam pelestarian adat, tradisi, serta pembentukan karakter spiritual generasi muda Hindu Bali. Dedikasi beliau terhadap ajaran dharma dan pengabdian kepada umat membuatnya digelari "Hyang Abra Sinuhub Amor ring Acintya," sebuah istilah suci untuk menyatakan kembalinya jiwa kepada Sang Pencipta.
5. Penghargaan dan Pengakuan Atas jasa dan kontribusinya, Ida Sinuhun dianugerahi penghargaan oleh Keraton Solo berupa gelar kehormatan KRT. Hal ini mencerminkan pengakuan nasional terhadap dedikasi spiritual dan sosial beliau.
Kesimpulan Pandita Mpu Nabe Sinuhun Parama Dhaksa adalah sosok multidimensional yang tidak hanya mengabdikan diri pada aspek spiritual namun juga berperan aktif dalam perjuangan kemerdekaan. Kontribusinya dalam membina umat, mendidik sulinggih, serta keterlibatan langsung dalam perlawanan terhadap kolonialisme menjadikannya sebagai teladan yang layak untuk dikenang dan dijadikan panutan dalam kehidupan beragama dan berbangsa.
Daftar Pustaka
Artikel Kliping: "Kini Telah Amor ring Acintya", J. Putra Patra
Wiana, I Ketut. (1995). Upacara dan Upakara dalam Agama Hindu. Denpasar: Yayasan Dharma Acarya.
Titib, I Made. (2000). Teologi dan Spiritualitas Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
Subagiasta, I Gusti Ngurah. (2006). Kebudayaan Bali dalam Perspektif Hindu. Denpasar: Universitas Hindu Indonesia.
Catatan: Anda dapat mengganti nama penulis dan menambahkan referensi tambahan sesuai kebutuhan untuk publikasi jurnal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar