Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Abstrak
Profesi guru kerap diagungkan sebagai fondasi peradaban, namun realitas batinnya acap kali tersembunyi di balik tembok kelas. Artikel ini menyajikan refleksi filosofis dan spiritual mengenai perjalanan seorang guru yang setia menjalani dharma-nya, sekalipun dalam senyap dan kelelahan. Diperkuat oleh sloka-sloka Sanskerta dan makna kontemplatifnya, tulisan ini menggambarkan guru sebagai sosok yang membaktikan jiwa, raga, dan harapannya kepada generasi mendatang, tanpa pernah meminta balas.
---
Sloka Suci dan Spiritualitas Guru
Sanskerta:
“यस्य दीपः स्वयं भूत्वा, तमसो नयति जनान्।
स एव गुरुरित्युक्तः, यः स्वं त्यक्त्वा ददाति ज्ञानम्॥”
Transliterasi:
Yasya dīpaḥ svayaṁ bhūtvā, tamaso nayati janān |
Sa eva gurur ity uktaḥ, yaḥ svaṁ tyaktvā dadāti jñānam ||
Makna:
Dia yang menjadi pelita bagi dirinya sendiri, lalu menuntun manusia keluar dari kegelapan,
Dialah yang sesungguhnya disebut Guru—yang menyerahkan dirinya demi cahaya pengetahuan.
---
Pendahuluan
Dalam bayang gemilang papan tulis dan rak-rak buku, seorang guru memikul beban yang lebih berat dari sekadar kurikulum. Ia adalah penjaga warisan tak kasat mata: nilai, moral, dan arah hidup. Namun tidak semua dapat melihat bahwa perjalanan itu seringkali dilakukan dengan pengorbanan sunyi—tanpa upah yang layak, tanpa waktu yang lapang, tanpa sanjungan yang cukup.
---
Ziarah Sunyi Seorang Guru
Guru tidak hanya hadir dalam kelas, tetapi juga dalam ziarah batin menuju makna. Dalam puisi yang menyertai, tergambar bagaimana “Sang GURU Kula” adalah potret dari seorang pengembara spiritual yang diam-diam menyemai cahaya, meski harus terbakar oleh nyalanya sendiri.
> “Ketika murid tertawa, hatinya ikut berbunga,
Namun saat dihina, ia hanya tersenyum tanpa berkata apa-apa.”
Dalam senyap, guru belajar memaafkan dunia yang sering kali tidak membalas kebaikannya. Namun ia tetap hadir—bukan untuk pujian, tetapi demi panggilan luhur yang tak dapat ditolak.
---
Pengorbanan Tanpa Keluhan
Guru adalah wajah dari tyāga—pengorbanan. Ia memberikan waktu yang semestinya untuk keluarga, kesehatan, bahkan kebahagiaan pribadinya demi murid-murid yang terkadang tak tahu apa yang ia korbankan.
> “Tak semua menghormatinya,
Tak semua menghargai jerih payahnya,
Namun ia tetap datang, tetap mengabdi,
Sebab bagi Sang GURU kula, mendidik adalah janji suci.”
---
Penutup: Guru Sebagai Laku, Bukan Jabatan
Dalam tataran ideal, guru bukan sekadar profesi—ia adalah laku spiritual, sebuah sādhanā. Guru sejati bukanlah mereka yang menginginkan pujian, tetapi yang menanam nilai untuk masa depan yang belum tentu ia lihat hasilnya.
Maka pantaslah dalam ajaran India Kuno, guru disejajarkan dengan Tuhan. Karena guru telah memilih jalan berat: menjadi pelita bagi orang lain, meski harus mengurangi sinarnya sendiri.
---
Sloka Penutup
Sanskerta:
“शिक्षकः स त्यागव्रतः, न तु केवलं पाठकः।
यस्य चित्तं यज्ञभूमिः, तस्य कर्म ब्रह्मरूपकम्॥”
Transliterasi:
Śikṣakaḥ sa tyāgavrataḥ, na tu kevalaṁ pāṭhakaḥ |
Yasya cittaṁ yajñabhūmiḥ, tasya karma brahmarūpakam ||
Makna:
Guru adalah dia yang bersumpah setia pada pengorbanan, bukan sekadar pembaca pelajaran.
Yang menjadikan pikirannya sebagai altar suci, maka perbuatannya adalah wujud dari Brahman (Tuhan).
#SangGURUkula
Membakar diri demi menerangi yang lain,
Ia tidak hanya mengajar, tetapi menyatu dalam ajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar