Selasa, 22 April 2025

Gita Kawitan Semesta

“Gita Kawitan Semesta”

(Lagu Spiritual Universal oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba)

I. Prolog: Di Pundukdawa, Cahaya Bangkit
Di kaki bukit Pundukdawa,
Kala embun menyatu dengan angin dharma,
Bangkit sinar dari kawitan yang suci,
Ida Sinuhun bersabda tanpa pamrih diri.

Bukan tuk bangun jalan baru,
Namun menyiram akar yang nyaris layu.
Setiap pretisentana, kembali mendekap
warisan leluhur yang tak tergantikan, yang tetap.

II. Bhakti Kawitan: Harmoni dalam Trah
Tiada satu pun lebih mulia,
Panca Rsi, Sapta Rsi—sama dalam bhavana.
Bhakti tak mengenal garis atau kasta,
Semua bersujud di altar yang sama.

Dengan guyub yang dalam,
Dengan rukun tak terpecah zaman,
Setiap langkah menyatu dalam Satya,
Kasih universal adalah mantra utama.

III. Sloka Dharma: Nyanyian Sang Atma
Sarve dharmāḥ samaṁ paśyāmaḥ,
Kita lihat semua dharma setara,
Bukan ilusi perbedaan yang bicara,
Tapi satu sinar ilahi di balik samara.

Tathāgata dalam senyap menjawab:
“Kebenaran ada di setiap napas hidup yang khidmat,”
Brahman tak berpihak garis kawitan,
Ia hidup di bhakti, bukan dalam perbandingan.

IV. Peringatan Suci: Jangan Tinggalkan Akar
“Jangan tinggalkan kawitanmu,” beliau berseru,
“Jangan tukar trah karena silau yang palsu.
Perdalam, resapi, hayati yang telah diwaris,
Sebab di situlah hidupmu ditulis.”

Bukan fanatik yang dikecam,
Tapi kebodohan yang jadi dendam.
Beliau bawa api, bukan untuk membakar,
Tapi untuk menerangi lorong kesadaran yang benar.

V. Antara Kawitan dan Masa Depan
Di masa kini yang terkoyak nilai,
Di mana wangsa kadang jadi jurang yang memisah,
Ajaran beliau seperti air dari Himalaya,
Mengalir damai, menyejukkan semua pasemetonan raya.

Pasemetonan bukan tembok,
Namun jembatan, cahaya yang mengalir lembut,
Ida Sinuhun ajarkan harmoni dalam cakra,
Bukan sekadar ritus, tapi cinta yang nyata.

VI. Epilog: Suara Abadi dari Pura Panataran Agung
Di Panataran Agung Catur Parhyangan,
Beliau diam, tapi ajarannya nyaring,
Spiritualitas bukan milik masa silam,
Namun lentera untuk zaman yang akan datang.

Bukan agama baru yang beliau dirikan,
Namun jiwa lama yang beliau hidupkan.
Bhakti yang tulus, dharma sejati,
Menjadi warisan abadi lintas generasi.

Refrain (berulang di akhir bait):
Satya di jalanmu, kawitan di jiwamu,
Bhakti adalah bahasa cinta yang menyatu,
Dharma bukan milik satu, tapi milik semua,
Di Pundukdawa, damai pun berbicara.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar