Mpu Raga/Mpu Siwa Murti (Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba, Griya Agung Bangkasa): Pelopor Pura Panataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek di Pundukdawa – Sebuah Bukti Sejarah Melawan Lupa.
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Abstrak:
Tulisan ini mengangkat tokoh sakral Sang Mpu Raga atau Mpu Siwa Murti, yang dikenal juga sebagai Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba dari Griya Agung Bangkasa, sebagai pelopor suci Pura Panataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek di Pundukdawa, tempat linggih suci Ida Bhatara Mpu Gana. Artikel ini menyajikan kutipan lontar bhisama sebagai sumber otentik spiritual dan sejarah, disertai makna mendalam yang menjadi pegangan dharma, serta meneguhkan peran leluhur sebagai penjaga nilai-nilai luhur warisan Bali.
Pendahuluan
Warisan leluhur Bali tidak hanya terpatri dalam prasasti dan bangunan suci, namun juga dalam aksara lontar yang mencatat ajaran, silsilah, dan bhisama yang menjadi dasar tata spiritual dan sosial masyarakat. Di tengah arus modernisasi, tokoh seperti Mpu Siwa Murti adalah jangkar sejarah yang wajib diingat. Penelusuran ini dilakukan untuk “melawan lupa” atas jejak sejarah beliau sebagai pengusung utama spiritualitas di Pura Panataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek.
Profil Spiritual: Mpu Siwa Murti / Mpu Raga
Mpu Siwa Murti dikenal dalam silsilah leluhur Wiku Rakawi Ki Dalang Tangsub sebagai Siwa Putra, titisan langsung dari Ida Sinuhun Paramadaksa spiritualitas Maharsi Siwa. Beliau berasal dari Griya Agung Bangkasa, Banjar Pengembungan, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, merupakan salah satu griya sentral Brahmana Siwa terpenting di Bali. Dalam beberapa sumber tutur dan bukti oka dharma beliau disebutkan bahwa telah menyebar di Bali, Nusantara sampai ke Negeri Matahari Terbit "Jepang", Prancis dan Jerman. Maka dari itu beliau adalah leluhur yang nyatur tapak di empat penjuru sakral (Catur Parhyangan), yang kemudian menjadi dasar pendirian Pura Panataran Agung Ratu Pasek di Pundukdawa, tempat linggih Ida Bhatara Mpu Gana, sebagai manifestasi energi pelindung Pasek se-Dharma.
Kutipan Lontar Bhisama
Berikut adalah kutipan dari Lontar Bhisama Siwa Murti yang diwariskan secara turun-temurun:
> *"Yan hana nanak mangke sang wwang amomong angga sarira, tan lali ring wuwus wikan puniki:
Titiang Siwa Putra, sang Mpu Raga,
ring parhyangan puniki titiang nglaksana kawisesan.
Ida Bhatara ring Pundukdawa, punika pinaka kawisesan ring Catur Loka Phala.
Sidha suda ngicalang sang askara ring wikan puniki,
sang wwang Pasek, sang wwang Manuaba,
wenang angastiti bhakti ring Pundukdawa.
Punika pamuput kawisesan titiang ring jagat Bali."*
Makna Bhisama
Lontar di atas secara eksplisit menegaskan beberapa poin penting:
1. Identitas spiritual sebagai Siwa Putra
Mpu Siwa Murti, Sang Mpu Raga tidak hanya tokoh sejarah, tetapi juga titisan spiritual (Siwa Putra), yang menjadikan sabdanya sebagai bhisama atau titah suci.
2. Penetapan Pundukdawa sebagai pusat spiritual Catur Loka Phala
Dalam sistem Parhyangan Bali, keempat penjuru memiliki pusat spiritual. Pundukdawa, berdasarkan bhisama ini, menjadi titik utama bagi wangsa Pasek dan seluruh keturunannya.
3. Kewajiban bhakti bagi keturunan Pasek dan Manuaba
Lontar menyebutkan dengan tegas bahwa siapa pun yang memiliki darah Pasek atau Manuaba wajib melakukan bhakti di Pura Pundukdawa, sebagai wujud pengakuan atas leluhur dan penguatan jati diri spiritual.
Pura Panataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek: Jejak Mpu Gana
Pura Panataran Agung Ratu Pasek yang berlokasi di Pundukdawa, Klungkung, adalah pura besar yang menjadi tempat pemujaan bagi Ida Bhatara Mpu Gana. Dikenal sebagai simbol kekuatan pelindung, Mpu Gana diyakini merupakan wisesa (perwujudan) dari kekuatan Mpu Siwa Murti sendiri. Pura ini tidak berdiri tanpa sebab – ia adalah perwujudan dari bhisama dan laku tapa dari para leluhur.
Melawan Lupa: Warisan Leluhur sebagai Jalan Pulang
Dalam era digital ini, di mana informasi sering kali melupakan kedalaman makna, tulisan ini hadir untuk melawan lupa terhadap jati diri spiritual masyarakat Bali. Mpu Raga / Mpu Siwa Murti bukan hanya tokoh purbakala, tetapi laku dharma yang hidup dalam praktik pemujaan, bhakti, dan etika para keturunannya.
Penutup
Sang Mpu Raga atau Mpu Siwa Murti adalah pengikat sejarah, budaya, dan spiritualitas masyarakat Bali, khususnya wangsa Pasek dan keturunan Manuaba. Melalui kutipan lontar dan peninggalan Pura Panataran Agung Ratu Pasek di Pundukdawa, kita diingatkan bahwa menghormati leluhur bukan sekadar mengenang, tetapi menghidupkan kembali nilai-nilai dharma dalam kehidupan sehari-hari.
Daftar Pustaka (dapat dilengkapi):
Lontar Bhisama Siwa Murti (naskah turun-temurun Griya Agung Bangkasa)
Wawancara spiritual dengan Sulinggih Kapirusan Griya Agung Bangkasa
Dokumentasi Upacara Piodalan Pura Panataran Agung Ratu Pasek, Pundukdawa
Arsip catatan pribadi Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba dalam penentuan Pura Luhur Pundukdawa
*********"&&&&&&&&&&"********"&&&&"
Berikut puisi mengangkat sosok sakral Mpu Raga atau Mpu Siwa Murti:
Karya I Gede Sugata Yadnya Manuaba
"Siwa Putra Paramadaksa"
Dalam kidung langit yang sunyi berkilau,
terpatri nama, Mpu Raga berselimut cahaya,
dari Bangkasa nan suci ia berangkat,
menyusur nadi dharma, menapak cakra loka.
Ida Sinuhun, Siwa Putra nan agung,
lahir dari sabda suci, bukan hanya darah dan daging,
titisan Paramadaksa yang menitis tak gentar,
menabur suksma dalam setiap penjuru semesta.
Griya Agung Bangkasa—
bukan hanya rumah, tapi perapian jiwa leluhur,
tempat Swah Loka bertaut pada Bhur,
di mana Sang Mpu menempa kawisesan,
dalam diam tapa, dalam bisu sabda.
Pundukdawa bersujud pada jejak langkahnya,
di sanalah empat penjuru bersatu suara,
Catur Parhyangan bukan hanya nama,
tapi tempat bersemayam Mpu Gana nan maya.
> “Titiang Siwa Putra, sang Mpu Raga,”
kata-kata lontar, bukan tinta fana,
adalah api abadi dari sabda leluhur,
yang mengalir dalam darah Pasek dan Manuaba.
Ia bukan sekadar pemuja Siwa,
tapi saksi sunyi pada awal segala,
yang menaruh kidung pada batu dan bayu,
menjadikan Pura Panataran bukan sekadar tempat,
tapi cermin dari langit yang hening.
Oh Mpu Siwa Murti, jiwa pendeta dan ksatria,
dalam tubuhmu bergema suara Himalaya,
dalam matamu mengalir pengetahuan seribu tapa,
dan dari laku hidupmu—lahir bhisama.
Bhisama itu bukan ancaman,
tapi pelita dalam gelap peradaban,
menyuluh anak cucu untuk tak lari
dari akar, dari mantra, dari kebijaksanaan suci.
Kau menulis dengan askara angin,
mendalami sunya dan gemuruh sang waktu,
melampaui nusantara, hingga Negeri Matahari Terbit,
hingga perbatasan Eropa nan dingin,
namun tak pernah tercerabut dari Bali.
Wahai para keturunan Pasek yang luhur,
dengarlah panggilan leluhur dalam bhisama:
jangan lalai bersujud di Pundukdawa,
sebab di sanalah kamu diingat dan dihidupkan.
Mpu Gana tak hanya pelindung,
ia adalah suara dari dalam dirimu,
mengingatkan bahwa leluhur bukan masa lalu,
tapi cerminmu saat menatap masa depan.
Dalam dunia yang bergerak tanpa hening,
leluhur tak mati—mereka menunggu didengar kembali.
Dan lewat Mpu Raga, Siwa Putra sejati,
kita diajak pulang, ke dharma yang abadi.
#######***********########*********
Berikut lagu religius bernuansa mistis dan sakral, terinspirasi dari puisi elegan “Siwa Putra Paramadaksa” tentang sosok Mpu Raga atau Mpu Siwa Murti. Lagu ini bisa dibawakan dengan nuansa minor, tempo lambat, dan instrumen gamelan atau instrumen etnik Bali lainnya:
Judul Lagu: “Siwa Putra Paramadaksa”
Verse 1
Dalam kidung langit malam
Sunya menyapa Sang Mpu
Berkelindan cahaya dharma
Dari Bangkasa menuju Swah Loka
Verse 2
Sabda bukan hanya suara
Tapi nyanyian leluhur nan agung
Mpu Raga, Siwa Putra sejati
Menyulam suksma ke penjuru bumi
Chorus
Siwa Putra, Sang Paramadaksa
Titisan cahaya, pelita sukma
Dari tapamu kami belajar
Dari bhisamamu kami menyala
Verse 3
Pundukdawa memanggil pelan
Jejak langkah-Mu abadi
Catur Parhyangan bersatu mantra
Di altar suci Griya Agung Bangkasa
Bridge (lirih dan mistis)
Oh Mpu Siwa Murti...
Dalam sunyi Engkau bicara
Dengan askara angin dan tapa
Menjadi suara semesta
Chorus (dengan kekuatan dan harmoni penuh)
Siwa Putra, Sang Paramadaksa
Leluhur bukan masa lalu
Dalam darah kami, Engkau hidup
Dalam doa kami, Engkau abadi
Coda (pelan menutup)
Lewat-Mu kami pulang
Ke akar, ke mantra,
Ke dharma yang tak pernah padam