Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd
Pendahuluan
Bali dikenal sebagai pulau dengan warisan spiritual dan budaya Hindu yang kuat. Di antara banyak tokoh spiritual yang berperan dalam pelestarian dan pengembangan ajaran Hindu, nama Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba menjadi salah satu yang dihormati. Beliau merupakan pemimpin Griya Agung Bangkasa, yang memiliki pengaruh besar dalam perjalanan sejarah dan spiritual umat Hindu di Bali.
Salah satu kontribusi terbesarnya adalah perannya dalam pendirian Pura Penataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek Linggih Ida Bhatara Mpu Gana di Punduk Dawa. Pura ini menjadi pusat pemujaan spiritual dan budaya yang berkaitan erat dengan Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR). Artikel ini akan menelusuri perjalanan spiritual dan historis beliau serta napak tilas dalam mendirikan pura tersebut.
---
Griya Agung Bangkasa: Pusat Spiritualitas dan Kebudayaan
Griya Agung Bangkasa, yang terletak di Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, merupakan pusat spiritual yang telah lama menjadi tempat pendidikan spiritual tradisional aguron-guron. Tempat ini juga dikenal sebagai pusat pelaksanaan mediksa (inisiasi) bagi calon sulinggih, termasuk yang berasal dari luar negeri.
Pada tahun 2019, sebanyak 13 warga Jepang mengikuti prosesi mediksa di Griya Agung Bangkasa, menegaskan bahwa pengaruh spiritual tempat ini telah merambah hingga ke mancanegara. Griya ini tidak hanya menjadi pusat keagamaan, tetapi juga tempat pembelajaran bagi mereka yang ingin mendalami ajaran Hindu secara lebih mendalam.
---
Peran dalam Pendirian Pura Punduk Dawa
Sejarah pendirian Pura Penataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek Linggih Ida Bhatara Mpu Gana di Punduk Dawa tidak terlepas dari permasalahan yang terjadi di Pura Dasar Bhuana, Gelgel. Pada saat itu, muncul ketidakpuasan di kalangan warga Pasek terkait dengan keberadaan Ida Bhatara Mpu Gana. Sebagai solusi, MGPSSR mengambil keputusan untuk memindahkan Ida Bhatara Mpu Gana ke Pura Catur Lawa Ratu Pasek Besakih, sebelum akhirnya menetapkannya di Pura Punduk Dawa.
Dalam proses pemindahan ini, Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba berperan sebagai tokoh spiritual yang memberikan bimbingan dan arahan. Beliau memastikan bahwa pemindahan ini dilakukan dengan penuh penghormatan sesuai dengan tata cara keagamaan Hindu di Bali.
---
Keunikan Pura Punduk Dawa
Pura Punduk Dawa kini telah berkembang menjadi salah satu pura besar bagi Maha Gotra Pasek dan memiliki keunikan tersendiri. Pura ini tidak hanya menjadi tempat suci untuk pemujaan, tetapi juga dilengkapi dengan arsitektur modern tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisional.
Salah satu keunggulan yang membuat pura ini berbeda dari yang lain adalah adanya fasilitas lift berkapasitas 20 orang, yang memudahkan umat dalam melakukan persembahyangan di area yang lebih tinggi. Selain itu, tersedia juga ruang peristirahatan yang nyaman bagi para sulinggih dan pemangku, mencerminkan perpaduan antara tradisi dan modernitas dalam arsitektur pura. Kehadiran fasilitas ini tidak hanya mempermudah akses bagi umat yang lanjut usia atau memiliki keterbatasan fisik, tetapi juga menunjukkan komitmen dalam menjaga kenyamanan serta kekhidmatan dalam beribadah. Dengan tetap mempertahankan unsur-unsur khas pura, seperti meru dan pelinggih yang sakral, inovasi ini menjadikan pura sebagai tempat persembahyangan yang lebih inklusif tanpa mengurangi nilai spiritualnya.
Kesimpulan, Kesan, dan Pesan
Kesimpulan
Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba merupakan sosok spiritual yang memiliki peran besar dalam pelestarian ajaran Hindu dan pengembangan tempat suci di Bali. Perjalanan spiritual beliau, terutama dalam memimpin Griya Agung Bangkasa dan menjadi pelopor dalam pemindahan Ida Bhatara Mpu Gana ke Pura Punduk Dawa, menunjukkan dedikasi tinggi terhadap dharma. Pendirian Pura Penataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek Linggih Ida Bhatara Mpu Gana menjadi bukti nyata dari perjuangan beliau dalam menjaga warisan leluhur dan memperkuat spiritualitas umat Hindu, khususnya Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi.
Kesan
Keberadaan Pura Punduk Dawa sebagai pusat pemujaan memiliki makna yang sangat mendalam. Bukan hanya sebagai tempat suci, tetapi juga sebagai simbol persatuan, spiritualitas, dan keberlanjutan tradisi Hindu Bali. Peran Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba dalam proses ini memberikan inspirasi bagi generasi muda untuk terus menjaga dan menghormati adat serta ajaran leluhur.
Pesan
Penting bagi kita sebagai generasi penerus untuk tidak hanya mengenang jasa para leluhur, tetapi juga mengambil hikmah dan melanjutkan perjuangan mereka. Menjaga tempat suci, menjalankan ajaran agama dengan penuh kesadaran, serta tetap bersatu dalam semangat dharma adalah kunci keberlangsungan warisan spiritual yang telah diwariskan. Semoga nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh para leluhur tetap terjaga dan menjadi pedoman hidup bagi umat Hindu di masa depan.
Sloka dalam Aksara Dewanagari
१. यः परस्य कृते कर्म स्वयमेव गुणायते।
२. न स धर्मपथे याति केवलं लाभलालसः॥
३. पूर्वजानां महत्कर्म यः स्वीकृत्य केवलम्।
४. स्वयं किंचिन्न जानाति स एव मूढ उच्यते॥
५. न पञ्चतत्त्वहेतोर्भिन्नं रूपं स्वकारणम्।
६. सत्यमेव विजयते पूर्वकर्मणि संस्थितम्॥
७. न हि धर्मो हतो हन्ति धर्मो रक्षति रक्षितः।
८. तस्मात् पूर्वान् सदा वन्द्यं सत्कृत्येह न यातना॥
९. ये केवलं भुञ्जते स्वार्थे न सन्ति विचक्षणाः।
१०. ते हि मृषावदः केचिद् न सत्यं न च योग्यता॥
११. यो वृद्धजनमान्यं हित्वा स्वयमेव गर्वितः।
१२. तस्य पतनं निश्चितं न हि तेजोऽस्ति तादृशम्॥
१३. कीटवन्मलिनं जीवो यः न कुर्यात् विचारणम्।
१४. स एव तैः समानो हि यः न भूतं निरीक्षते॥
१५. इतिहासमृषिं विद्वान् यो ज्ञात्वा न वन्दते।
१६. स एव तमसि मग्नो न हि ज्ञानं प्रकाशते॥
१७. पूर्वजानां सदाचारं यो जानाति स पण्डितः।
१८. न तु योऽज्ञानमात्रेण वदति स्वार्थतत्परः॥
१९. सत्यमेव परं तेजो धर्मे मार्गे प्रतिष्ठितम्।
२०. तस्मात् पूज्यः सतां मार्गः न तु स्वार्थपरायणः॥
२१. अज्ञानां मलिनं चेतः न हि सत्यं प्रकाशते।
२२. यो धर्मे स्थितिमाप्नोति स एव मुक्तिमश्नुते॥
Transliterasi
Yaḥ parasya kṛte karma svayameva guṇāyate।
Na sa dharmapathe yāti kevalaṁ lābhalālasaḥ॥
Pūrvajānāṁ mahatkarma yaḥ svīkṛtya kevalam।
Svayaṁ kiñcinna jānāti sa eva mūḍha ucyate॥
Na pañcatattvahetorbhinnaṁ rūpaṁ svakāraṇam।
Satyameva vijayate pūrvakarmaṇi saṁsthitam॥
Na hi dharmo hato hanti dharmo rakṣati rakṣitaḥ।
Tasmāt pūrvān sadā vandyaṁ satkṛtyeha na yātanā॥
Ye kevalaṁ bhuñjate svārthe na santi vicakṣaṇāḥ।
Te hi mṛṣāvadaḥ kecid na satyaṁ na ca yogyatā॥
Yo vṛddhajanamānyaṁ hitvā svayameva garvitaḥ।
Tasya patanaṁ niścitaṁ na hi tejo’sti tādṛśam॥
Kīṭavanmalinaṁ jīvo yaḥ na kuryāt vicāraṇam।
Sa eva taiḥ samāno hi yaḥ na bhūtaṁ nirīkṣate॥
Itihāsamṛṣiṁ vidvān yo jñātvā na vandate।
Sa eva tamasi magno na hi jñānaṁ prakāśate॥
Pūrvajānāṁ sadācāraṁ yo jānāti sa paṇḍitaḥ।
Na tu yo’jñānamātreṇa vadati svārthatatparaḥ॥
Satyameva paraṁ tejo dharme mārge pratiṣṭhitam।
Tasmāt pūjyaḥ satāṁ mārgaḥ na tu svārthaparāyaṇaḥ॥
Ajñānāṁ malinaṁ cetaḥ na hi satyaṁ prakāśate।
Yo dharme sthitimāpnoti sa eva muktimaśnute॥
Makna dalam Bahasa Indonesia
1. Barang siapa hanya mengambil hasil kerja orang lain demi dirinya sendiri,
2. Dia tidak berjalan di jalan Dharma, melainkan hanya mengejar keuntungan pribadi.
3. Barang siapa hanya mengambil karya besar para leluhur,
4. Namun tidak memahami esensinya, dia disebut orang bodoh.
5. Tidak ada bentuk yang terpisah dari lima unsur penyebabnya,
6. Hanya kebenaran yang menang, karena ia berdiri di atas karma para pendahulu.
7. Dharma yang dihancurkan akan menghancurkanmu, Dharma yang dijaga akan melindungimu,
8. Oleh karena itu, selalu hormatilah para leluhur, karena itulah jalan kebajikan.
9. Mereka yang hanya menikmati warisan leluhur tanpa berpikir,
10. Mereka adalah pembohong, tidak memiliki kebenaran dan tidak layak dihormati.
11. Siapa yang mengabaikan para tetua dan menjadi sombong,
12. Kejatuhannya pasti, karena ia tidak memiliki cahaya kebenaran.
13. Orang yang hidup dalam kebodohan seperti serangga yang menyukai kotoran,
14. Sama seperti mereka yang tidak mau melihat masa lalu.
15. Barang siapa yang mengenal sejarah para leluhur tetapi tidak menghormatinya,
16. Ia tenggelam dalam kegelapan, karena pengetahuannya tidak akan bercahaya.
17. Orang bijak adalah mereka yang memahami ajaran para leluhur,
18. Bukan mereka yang hanya berbicara tanpa mengetahui kebenaran sejati.
19. Kebenaran adalah cahaya tertinggi yang berdiri di jalan Dharma,
20. Oleh karena itu, hormatilah jalan kebenaran, bukan keserakahan.
21. Hati orang bodoh diliputi kegelapan dan tidak bisa melihat kebenaran,
22. Barang siapa teguh dalam Dharma, dialah yang akan mencapai kebebasan sejati.
Sloka ini menggambarkan bahwa menghormati hasil karya leluhur adalah bentuk Dharma yang sejati. Mereka yang hanya menikmati hasil tanpa memahami perjuangan dan maknanya seperti lalat yang mengerumuni kotoran, mengambil manfaat tanpa memberikan penghormatan.
Jika seseorang ingin benar-benar dihormati, maka ia harus memahami nilai sejarah, menjaga warisan leluhur dengan penuh penghormatan, serta tidak hanya mengambil keuntungan tanpa kontribusi. Karena hanya mereka yang teguh dalam Dharma yang akan mencapai kemuliaan dan kebebasan sejati.
Menjaga Warisan Leluhur di Pundukdawa
Begitu mulianya Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba dalam mengayomi dan mempersatukan pasemetonan Pretisentana Panca Rsi dan Sapta Rsi di Pundukdawa. Perannya bukan hanya sebagai pemimpin spiritual, tetapi juga sebagai sosok pemersatu yang menjaga keharmonisan pasemetonan. Dalam naungan nilai-nilai dharma, beliau menanamkan pentingnya kebersamaan, gotong royong, serta pelestarian tradisi yang telah diwariskan turun-temurun.
Pundukdawa tidak hanya menjadi pusat persembahyangan, tetapi juga simbol persatuan dan kekuatan spiritual bagi pasemetonan. Prinsip "Jas Merah"—Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah—menjadi pengingat agar setiap generasi selalu menghormati perjalanan leluhur dan mempertahankan warisan suci yang telah dititipkan. Sejarah panjang pasemetonan adalah cerminan dari keteguhan, kesetiaan, dan semangat guyub rukun yang terus dijaga.
Guyub rukun di Pundukdawa bukan hanya tentang kebersamaan secara fisik, tetapi juga kebersamaan dalam spirit perjuangan menjaga adat dan budaya Bali. Ritual keagamaan, upacara adat, serta kegiatan sosial terus dilaksanakan sebagai bentuk nyata dari rasa syukur dan kepedulian terhadap ajaran leluhur. Semua itu mencerminkan harmoni antara manusia, alam, dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai yang diwariskan oleh Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba, pasemetonan Pretisentana Panca Rsi dan Sapta Rsi di Pundukdawa akan terus berkembang dalam semangat persaudaraan. Melalui kebersamaan dan kesadaran akan sejarah, kita dapat memastikan bahwa nilai-nilai luhur ini akan tetap hidup dan diteruskan kepada generasi mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar