Sabtu, 29 Maret 2025

Eda ngaden awak bisa ini mencerminkan sesungguhnya kebodohan nya itu adalah kepandaiannya.

"Kebodohan yang Bijaksana: Makna Filosofis di Balik 'Eda Ngaden Awak Bisa'"
Ungkapan Bali "Eda ngaden awak bisa, depang anake ngadanin" memiliki makna mendalam yang mencerminkan kebijaksanaan sejati. Dalam falsafah ini, seseorang tidak boleh merasa paling pandai atau hebat, karena kesombongan dalam merasa bisa justru menjadi tanda ketidaktahuan yang sesungguhnya.

Secara paradoks, ungkapan ini mengajarkan bahwa kebodohan yang disadari adalah bentuk kepandaian. Artinya, orang yang sadar akan keterbatasan dirinya, terbuka untuk belajar, dan tidak terjebak dalam ego justru lebih bijaksana dibandingkan dengan mereka yang menganggap dirinya sudah tahu segalanya. Eda ngaden awak bisa ini mencerminkan sesungguhnya kebodohan nya itu adalah kepandaiannya.

Dalam berbagai karya sastra dan pewayangan Bali, termasuk yang dibawakan oleh Ki Dalang Tangsub, banyak tokoh yang digambarkan jatuh karena keangkuhan mereka sendiri. Mereka merasa paling unggul, tetapi justru kebodohan merekalah yang menghancurkan mereka. Sebaliknya, tokoh yang rendah hati dan terus belajar selalu berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.

Filosofi ini sangat relevan dalam kehidupan modern. Dalam era di mana informasi mudah diakses, banyak orang tergoda untuk merasa paling tahu. Namun, kebijaksanaan sejati tidak terletak pada banyaknya pengetahuan yang dimiliki, tetapi pada kesediaan untuk terus belajar, mendengarkan, dan mengakui bahwa tidak ada manusia yang sempurna.

Dengan memahami esensi dari "Eda ngaden awak bisa", kita diajak untuk selalu rendah hati, menghargai proses pembelajaran, dan menyadari bahwa kepandaian sejati bukanlah merasa paling bisa, melainkan memahami bahwa masih banyak yang harus dipelajari.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar