Integrasi Kearifan Lokal dan Sloka Hindu dalam Menumbuhkan Karakter Rendah Hati di Era Global: Tafsir Filosofi Bali “Dueg-Belog”
Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Kearifan lokal Bali menyimpan nilai-nilai spiritual mendalam yang sejatinya selaras dengan ajaran Hindu. Salah satunya adalah pepatah:
"Duegang ngabe belog, belogang ngabe dueg."
Ungkapan ini bermakna bahwa orang yang cerdas (dueg) sebaiknya bisa menundukkan ego dan bersikap sederhana layaknya orang bodoh (belog), sementara yang terlihat bodoh pun jangan diremehkan karena bisa jadi menyimpan kebijaksanaan tersembunyi. Ini adalah pelajaran tentang kerendahan hati, kesadaran diri, dan penghargaan terhadap karma orang lain.
Hal ini sejalan dengan nilai-nilai dalam sloka-sloka Hindu yang mengajarkan tentang pandangan setara, pengendalian diri, dan pemahaman hakikat kehidupan:
Paṇḍitāḥ sama-darśinaḥ; Na hi jñānena sadṛśaṁ pavitram-iha vidyate; Ahaṁkāraṁ balaṁ darpaṁ kāmaṁ krodhaṁ parigraham; Tyaktvā mama śāntim ṛcchati; Na karmaṇām-anārambhān naiṣkarmyaṁ puruṣo’śnute; Na me dveṣyo’sti na priyaḥ; Sarve bhavantu sukhinaḥ
Maknanya:
Orang bijak memandang semua makhluk secara setara; Tidak ada penyucian yang lebih agung dari pengetahuan; Keangkuhan, kekuatan, hawa nafsu, dan kemarahan harus ditinggalkan; Mereka yang menanggalkan ego akan mencapai kedamaian; Tanpa tindakan, manusia tidak akan mencapai kesempurnaan; Tidak ada yang kubenci, tidak pula yang kucintai secara khusus; Semoga semua makhluk berbahagia.
Kesimpulan:
Pepatah lokal seperti dueg-belog adalah simbol kesadaran spiritual. Di era kecerdasan buatan, di mana banyak orang berlomba-lomba menjadi “terlihat pintar”, filosofi ini menjadi pengingat bahwa yang lebih penting adalah menjadi bijak dan rendah hati. Setiap individu punya garis tangan dan jalan karma masing-masing. Maka, jangan buru-buru menghakimi orang dari tampilan luar (petilesang deweke, jelek ban jani), karena setiap insan adalah bagian dari perjalanan dharma-nya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar