Jumat, 04 April 2025

PAWINTENAN WIWA

PAWINTENAN WIWA SEBAGAI PUTUSING SARWANING PAWINTENAN KEPEMANGKUAN: CIRI KHAS PARAMPARA GRIYA AGUNG BANGKASA

Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba

Pendahuluan

Dalam tradisi spiritual Hindu di Bali, sistem kepemangkuan merupakan jalur spiritual yang penuh tahapan. Setiap tahapan atau pawintenan membawa seseorang menuju peningkatan rohani dan kedekatan dengan Tuhan. Pawintenan Wiwa dikenal sebagai tahap terakhir atau putusing sarwaning pawintenan kepemangkuan, yang berarti pemutusan seluruh proses penyucian spiritual dalam rangkaian kepemangkuan. Mereka yang telah melaksanakan pawintenan wiwa memasuki tingkat tertinggi kesucian sebagai seorang pemangku, dan sekaligus masuk ke dalam garis parampara kapurusan Griya Agung Bangkasa, suatu garis spiritual yang sakral dan terjaga.

Makna dan Kedudukan Pawintenan Wiwa

Secara filosofis dan teologis, pawintenan wiwa merupakan gerbang suci yang mengangkat seseorang dari status walaka menjadi bagian dari keluarga Brahmana. Inisiasi ini bukan hanya bersifat simbolik, melainkan menjadi transformasi spiritual secara utuh, baik secara lahiriah maupun batiniah. Pawintenan wiwa adalah ciri khas Griya Agung Bangkasa yang disaksikan langsung oleh manifestasi spiritual Archa Ida Bhatara Hyang Sinuhun, yang juga merupakan pencetus tatanan spiritual ini.

Setelah menempuh tahapan ini, umat dianggap telah menyelesaikan seluruh proses pawintenan kepemangkuan. Bila umat ingin melanjutkan peningkatan kesucian, maka dilakukan melalui Pawintenan Bhawati, yang merupakan pengabdian spiritual ke taraf yang lebih tinggi lagi, melebihi kepemangkuan umum yaitu berada pada pase anak Brahmana.

Kutipan Sloka dan Maknanya

Sebagai penguatan spiritual, kutipan sloka berikut ini menjadi landasan dari makna terdalam pawintenan wiwa:

Sloka (bahasa Sanskerta):
"Śuddhātmanāṁ śāntacittānāṁ brahmaviddhāṁ tapodhanān |
Nivṛttātmānāṁ yogināṁ śāntānām paramāṁ gatim ||"

Transliterasi Latin:
"Śuddhātmanāṁ śāntacittānāṁ brahmaviddhāṁ tapodhanān |
Nivṛttātmānāṁ yogināṁ śāntānām paramāṁ gatim ||"

Makna Terjemahan:
"Orang-orang yang telah menyucikan diri, yang pikirannya damai, yang mengetahui Brahman, yang kaya akan tapa,
yang telah meninggalkan kelekatan dunia, para yogi yang tenang—mereka mencapai tujuan tertinggi (paramaṁ gatim).”

Berikut ini Sloka Bhisama Pinandita Wiwa :

Bhisama Pinandita Wiwa

(Dalam Bahasa Sanskerta, Transliterasi dan Makna)

1. धर्मे स्थितो ब्राह्मणो नित्यं
dharme sthito brāhmaṇo nityaṁ
Seorang Brahmana senantiasa teguh dalam Dharma.

2. शुचिर्भूतात्मनः सदा
śucirbhūtātmanaḥ sadā
Ia selalu suci, baik lahir maupun batin.

3. वैराग्ययुक्तो ज्ञानवान्
vairāgyayukto jñānavān
Dipenuhi kebijaksanaan dan lepas dari kemelekatan.

4. शान्तो धीरो तपोधनः
śānto dhīro tapodhanaḥ
Tenang, teguh, dan kaya akan tapa.

5. गुरुभक्तः सत्यवादी
gurubhaktaḥ satyavādī
Berbakti pada guru dan jujur dalam ucapan.

6. स्वधर्मे रतः निरतः
svadharme rataḥ nirataḥ
Teguh dalam tugas suci sebagai pemangku.

7. अहिंसकः समदृष्टिः
ahiṁsakaḥ samadṛṣṭiḥ
Tidak menyakiti, dan memandang semua setara.

8. ईश्वरार्पणबुद्धिमान्
īśvarārpaṇabuddhimān
Seluruh perbuatannya dipersembahkan kepada Tuhan.

9. लोकहिते यः प्रवृत्तः
lokahite yaḥ pravṛttaḥ
Mengabdikan diri demi kesejahteraan umat.

10. नित्यं शुद्धः स्वभावतः
nityaṁ śuddhaḥ svabhāvataḥ
Selalu murni dari dalam dirinya.

11. सर्वेषां कल्याणमिच्छन्
sarveṣāṁ kalyāṇamicchan
Menginginkan kebahagiaan bagi semua makhluk.

12. मौनिनां श्रेष्ठ उच्यते
maunināṁ śreṣṭha ucyate
Ia disebut utama di antara para pemangku tapa.

13. स पिनन्दितो ब्राह्मणो विबुधैः पूज्यते सदा
sa pinandito brāhmaṇo vibudhaiḥ pūjyate sadā
Ia adalah Pinandita Wiwa, selalu dihormati oleh para dewa dan bijaksana.

Sloka ini menggambarkan esensi dari pawintenan wiwa—suatu keadaan di mana seorang pemangku telah mencapai kedamaian batin, pengendalian diri, dan pemahaman tentang Brahman, sehingga layak menapaki tangga tertinggi spiritual.

Penutup

Pawintenan wiwa bukan hanya tahapan akhir, melainkan puncak dari seluruh proses penyucian dan dedikasi spiritual. Sebagai bentuk pewintenan pamungkas dalam jalur kepemangkuan, ia menjadi simbol penyerahan total kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Griya Agung Bangkasa sebagai tempat lahirnya pawintenan ini menjaga warisan luhur tersebut dalam bingkai parampara kapurusan yang agung. Oleh karena itu, mereka yang telah menempuh pawintenan ini bukan hanya menjalani proses spiritual, tetapi telah menyatu dalam garis suci Brahmanis yang abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar