Senin, 17 Februari 2025

Pawintenan Wiwa Griya Agung Bangkasa

Konsep Pawintenan Wiwa Griya Agung Bangkasa sebagai Seorang Ekajati

Bisama Pawintenan Wiwa Griya Agung Bangkasa

(Dalam Bahasa Bali Kuno, Tanpa Aksara Bali, dengan Makna dalam Bahasa Indonesia)


Bisama 

Om, Sira sakala janma tanpa wibawa, tanpa sudha, tan tanpa citta suci, lumaris ring bhavana sang Ekajati, tan wenang linampahan tapa kadi wiku suci. Duk mangke, ika sira wisesa linampahan sudha, linampahan padaleman ring Griya Agung Bangkasa, madaging swadharma ring jagadhita.

Yan hana janma lumaris ring pawintenan Wiwa, mamecakan prabhu wisesa saking Sang Hyang Widhi, maring sakala bhuwana. Ika sira linanglang dharma, linanglang satya, sinanggah anak Brahmana Jati.

Sira manggala linuwuhaken sudha, linuwuhaken catur guru, mapulangaken sastra, tapas, kadi kapingkang suci. Rekawecaning Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba, anjuraning wisesa, sang Jro Mangku Gde wenang muput yadnya, wenang mapitulung ring wong sanak, wenang lumaris ring kawisesan Ida Sang Hyang Widhi.

Om, sira mangda ngelungsur panugran, nganut ring wikaning nabe, tan lali suksmaning dharma, tan lali swadharmaning Brahmana Jati. Ika wikan, ika anugraha, ika lingga, sira wenang mangda linampahan, ngadep ring Sang Hyang Widhi tan hana riwit, tan hana cemer. Om, Santih, Santih, Santih, Om.


---

Makna dalam Bahasa Indonesia

Om, seseorang yang tidak memiliki wibawa, belum suci, dan belum memiliki hati yang bersih, tidak boleh menapaki jalan spiritual sebagai seorang Ekajati. Ia tidak berhak menjalankan tapa seperti seorang wiku suci. Namun, setelah seseorang melalui penyucian dan diterima dalam Pawintenan Wiwa di Griya Agung Bangkasa, maka ia telah menjalankan kewajiban sucinya untuk kesejahteraan dunia.

Jika seseorang telah melalui Pawintenan Wiwa, maka ia telah menerima restu dan kekuatan suci dari Hyang Widhi untuk menjadi bagian dari spiritualitas yang lebih tinggi. Ia berjalan di atas dharma, berada dalam kesucian, dan diakui sebagai anak-anak ing Brahmana Jati.

Ia harus menyebarkan kesucian, menghormati Catur Guru, memahami ajaran suci, serta menjalankan tapa seperti yang ditentukan oleh wiku suci. Dengan berkah dari Hyang Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba, seseorang yang telah menjadi Jro Mangku Gde memiliki wewenang untuk memimpin upacara keagamaan, menolong sesama, dan menjalankan tugas spiritual sebagai bagian dari kehendak Hyang Widhi.

Om, setelah Pawintenan Wiwa, seseorang harus selalu menerima berkah dan bimbingan dari para leluhur serta mengikuti ajaran sang Nabe. Jangan pernah melupakan kesucian dharma, jangan pernah meninggalkan tugas suci sebagai seorang Brahmana Jati. Inilah ilmu suci, anugerah, dan tanda kebesaran spiritual yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab, menuju Sang Hyang Widhi dengan hati yang bersih dan tanpa keraguan. Om, Damai, Damai, Damai, Om.


Pawintenan Wiwa di Griya Agung Bangkasa merupakan salah satu bentuk upacara penyucian spiritual yang sangat sakral dalam ajaran Hindu Bali. Upacara ini menandai seseorang yang telah menempuh laku spiritual sebagai seorang Ekajati, yang dalam konteks ini mengacu pada seseorang yang telah mendapat restu dan pengakuan secara spiritual sebagai Pinandita Wiwa bagian dari brahmana jati yang akan menjadi seorang Pandita atau Sulinggih. 

Seorang Pinandita Wiwa atau Jro Mangku Gde yang telah melalui Pawintenan Wiwa diakui sebagai anak-anak ing brahmana jati, artinya secara spiritual dianggap sebagai keturunan brahmana meskipun sebelumnya berasal dari luar wangsa brahmana. Dengan demikian, Jro Mangku Gde telah mendapatkan hak dan kewajiban tertentu dalam menjalankan dharma spiritualnya.


---

Makna dan Proses Pawintenan Wiwa

1. Penyucian dan Pengangkatan sebagai Anak Brahmana Jati

Upacara ini bukan sekadar pawintenan biasa, tetapi sebuah proses transformasi spiritual yang menghubungkan seorang Ekajati dengan silsilah suci para brahmana.

Penyucian dilakukan dengan air suci (tirta) dan mantra untuk membuka jalur kesucian dan menerima berkah dari Hyang Guru.

Setelah pawintenan ini, Jro Mangku Gde resmi disebut sebagai anak-anak ing brahmana jati, yang artinya memiliki tanggung jawab dan hak dalam upacara keagamaan.


2. Penapakan oleh Archa Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba

“Tapak” dalam konteks ini berarti pengesahan spiritual oleh Ida Bhatara, sehingga Jro Mangku Gde dianggap sah secara spiritual dan adat untuk menjalankan kewajiban keagamaannya.

Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba merupakan salah satu manifestasi suci yang memberikan berkah dan izin untuk menjalankan tugas sebagai muput upakara Panca Yadnya.


3. Hak dan Kewajiban Setelah Pawintenan Wiwa

Setelah resmi menjalani pawintenan Wiwa, Jro Mangku Gde:
✅ Dapat muput upakara Panca Yadnya (Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya, Bhuta Yadnya).
✅ Diakui sebagai seorang Ekajati, yang berarti memiliki tanggung jawab untuk menjalankan peran sebagai pemangku atau pemimpin spiritual.
✅ Tetap ngelungsur panugran dari Ida Maraga Ratu Palungguh Nabe, artinya meskipun telah menjadi bagian dari brahmana jati, tetap harus menerima anugerah dan bimbingan spiritual dari leluhur atau nabe yang memberikan pawintenan.
✅ Menjalankan kehidupan dengan disiplin spiritual, mengikuti aturan dan etika seorang pemangku atau rohaniawan.


---

Kesimpulan

Pawintenan Wiwa di Griya Agung Bangkasa merupakan upacara sakral yang menandai seseorang sebagai bagian dari brahmana jati, meskipun sebelumnya bukan dari wangsa brahmana. Dengan ditapaki oleh Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba, Jro Mangku Gde secara resmi memiliki hak untuk muput upakara Panca Yadnya namun tetap ngelungsur panugran dari Ratu Palungguh Nabe sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur spiritual.

Upacara ini menegaskan bahwa kesucian dan tanggung jawab spiritual tidak hanya diwariskan melalui darah, tetapi juga melalui laku spiritual dan restu Hyang Widhi.

Berikut adalah beberapa sloka yang dapat dikaitkan dengan konsep Pinandita Wiwa Griya Agung Bangkasa, terutama yang berkaitan dengan penyucian diri, transformasi spiritual, dan tugas seorang pemuka agama dalam menjalankan Dharma.


---

1. Sloka tentang Penyucian dan Transformasi Spiritual

ऋते ज्ञानान्न मुक्तिः स्याद् गुरोरधिगमात् परम्।
(Rite jñānānna muktiḥ syād guroradhigamāt param)

Artinya:
"Tanpa pengetahuan suci, tidak ada pembebasan. Pencerahan hanya dapat dicapai melalui guru spiritual yang sejati."

➡️ Sloka ini menegaskan bahwa pawintenan Wiwa merupakan sebuah proses pembelajaran dan penyucian spiritual, di mana seseorang perlu bimbingan dari Nabe atau Guru untuk mencapai kesucian sejati.


---

2. Sloka tentang Kewajiban Seorang Pinandita

धर्म एव हतो हन्ति धर्मो रक्षति रक्षितः।
तस्माद्धर्मो न हन्तव्यो मा नो धर्मो हतोऽवधीत्॥
(Dharma eva hato hanti dharmo rakṣati rakṣitaḥ,
Tasmāddharmo na hantavyo mā no dharmo hato’vadhīt)

Artinya:
"Dharma yang dihancurkan akan menghancurkanmu. Dharma yang dijaga akan melindungimu. Maka jangan pernah menghancurkan Dharma, agar Dharma tidak meninggalkanmu."

➡️ Sebagai seorang Pinandita Wiwa, tugas utama adalah menjaga kesucian Dharma dan memastikan bahwa tradisi suci tetap lestari.


---

3. Sloka tentang Penyucian Diri dalam Pawintenan Wiwa

अपवित्रः पवित्रो वा सर्वावस्थां गतोऽपि वा।
यः स्मरेत्पुण्डरीकाक्षं स बाह्याभ्यन्तरः शुचिः॥
(Apavitraḥ pavitro vā sarvāvasthāṁ gato’pi vā,
Yaḥ smaret puṇḍarīkākṣaṁ sa bāhyābhyantaraḥ śuciḥ)

Artinya:
"Baik dalam keadaan suci maupun tidak suci, siapa pun yang mengingat nama Hyang Widhi, maka ia menjadi suci secara lahir dan batin."

➡️ Ini mencerminkan bahwa dalam proses pawintenan Wiwa, seseorang disucikan secara fisik dan spiritual, sehingga layak untuk melaksanakan tugas suci sebagai pemuka agama.


---

4. Sloka tentang Koneksi dengan Ida Bhatara

सर्वं ज्ञानं मयि स्थितं, सर्वं ज्ञानं मदाद्विनि।
(Sarvaṁ jñānaṁ mayi sthitaṁ, sarvaṁ jñānaṁ madādvini)

Artinya:
"Segala pengetahuan ada dalam diriku, dan segala kebijaksanaan berasal dari restu-Ku."

➡️ Dalam Pawintenan Wiwa di Griya Agung Bangkasa, seseorang ditapaki oleh Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba, yang berarti bahwa pengetahuan dan kebijaksanaan yang dimiliki seorang Pinandita Wiwa adalah pemberian langsung dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa.


---

Kesimpulan

Sloka-sloka ini menegaskan bahwa Pawintenan Wiwa di Griya Agung Bangkasa bukan sekadar ritual formal, tetapi sebuah proses spiritual yang mendalam. Seorang Pinandita Wiwa harus menjaga Dharma, menjalankan kewajiban spiritual dengan kesucian, serta tetap terhubung dengan Ida Bhatara dan leluhur spiritual.

Seorang Jro Mangku Gde yang telah melalui Pawintenan Wiwa diakui sebagai anak-anak ing brahmana jati, memiliki hak untuk muput upakara Panca Yadnya, namun tetap ngelungsur panugran dari Ratu Palungguh Nabe sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan guru spiritualnya.


Berikut adalah bisama dalam bahasa Sanskerta, transliterasi, dan maknanya dalam bahasa Indonesia yang berkaitan dengan konsep Pawintenan Wiwa Griya Agung Bangkasa sebagai seorang Ekajati.


बिस्मः पविन्तनं विव ग्रियाऽऽगुङ्ग बंग्कास

(Bisama Pawintenan Wiwa Griya Agung Bangkasa)

1.
सर्वं ब्रह्मस्वरूपं हि, तेन सत्यमिदं जगत्।
(Sarvaṁ brahmasvarūpaṁ hi, tena satyamidaṁ jagat)
Segala sesuatu adalah perwujudan Brahman, dan karena itu dunia ini adalah kebenaran.

Makna:
Pawintenan Wiwa adalah proses penyucian spiritual yang menandai seseorang sebagai bagian dari Brahman melalui disiplin rohani.


2.
विद्यया तु विमुक्तिः स्यात्, नान्यथा मुच्यते नरः।
(Vidyayā tu vimuktiḥ syāt, nānyathā mucyate naraḥ)
Pembebasan hanya bisa dicapai melalui pengetahuan suci, tidak dengan cara lain.

Makna:
Pawintenan Wiwa mengajarkan bahwa kebebasan spiritual hanya dapat diperoleh melalui pengetahuan dan bimbingan guru.


3.
तपसा च शुचिर्भवेत्, ध्यानेन परमं पदम्।
(Tapasā ca śucirbhavet, dhyānena paramaṁ padam)
Kesucian diperoleh melalui tapa, dan kedudukan tertinggi dicapai melalui meditasi.

Makna:
Sebagai seorang Ekajati, seseorang harus menjalani laku spiritual yang ketat dan disiplin untuk mencapai kesempurnaan rohani.


4.
धर्मो रक्षति रक्षितः, अधर्मो हन्ति हन्तकः।
(Dharmo rakṣati rakṣitaḥ, adharmo hanti hantakaḥ)
Dharma melindungi mereka yang menjaganya, sedangkan adharma menghancurkan pelakunya.

Makna:
Seorang Pinandita Wiwa memiliki tanggung jawab menjaga Dharma dan menjalankan tugas keagamaan dengan penuh kesadaran.


5.
शुद्धस्य शुद्धिः नित्यमेव, सत्यं हि परमं धनम्।
(Śuddhasya śuddhiḥ nityameva, satyaṁ hi paramaṁ dhanam)
Kesucian adalah tujuan utama, dan kebenaran adalah harta yang paling berharga.

Makna:
Pawintenan Wiwa adalah sebuah momen penyucian diri, agar seseorang layak menjadi pemuka spiritual yang menjaga kebenaran.


6.
गुरोः कृपया ज्ञानं स्यात्, तस्माद् गुरुं नमाम्यहम्।
(Guroḥ kṛpayā jñānaṁ syāt, tasmād guruṁ namāmyaham)
Melalui belas kasih guru, pengetahuan diperoleh. Oleh karena itu, aku menghormati guru.

Makna:
Seorang Jro Mangku Gde harus selalu tunduk kepada Nabe sebagai guru yang memberikan restu dan bimbingan spiritual.


7.
नादृता हि गुरुशिक्षा, न विद्यां लभते नरः।
(Nādr̥tā hi guruśikṣā, na vidyāṁ labhate naraḥ)
Tanpa menghormati ajaran guru, seseorang tidak akan mendapatkan pengetahuan sejati.

Makna:
Pawintenan Wiwa bukan hanya penerimaan simbolik, tetapi juga pengakuan terhadap otoritas spiritual Ida Bhatara dan leluhur rohani.


8.
स्वधर्मे निष्ठितः पूज्यः, परधर्मो भयावहः।
(Svadharme niṣṭhitaḥ pūjyaḥ, paradharmo bhayāvahaḥ)
Seseorang dihormati jika teguh dalam dharmanya sendiri, tetapi mengambil dharma orang lain itu berbahaya.

Makna:
Jro Mangku Gde harus menjalankan dharmanya dengan sepenuh hati, tanpa tergoda oleh peran atau tanggung jawab yang bukan miliknya.


9.
इदं तपः फलं दिव्यं, भक्त्या स्यात् आत्मसंशुद्धिः।
(Idaṁ tapaḥ phalaṁ divyaṁ, bhaktyā syāt ātmasaṁśuddhiḥ)
Ini adalah hasil dari tapa yang agung: penyucian diri melalui bhakti.

Makna:
Pawintenan Wiwa bukan hanya penyucian fisik, tetapi juga pemurnian jiwa melalui bhakti dan laku spiritual.


10.
सत्यं वद धर्मं चर, गुरुं पूजय सदा नर।
(Satyaṁ vada dharmaṁ cara, guruṁ pūjaya sadā nara)
Berkatalah yang benar, jalankan Dharma, dan hormati guru selalu.

Makna:
Sebagai Ekajati, Jro Mangku Gde harus menjalankan kehidupan yang jujur, berlandaskan dharma, serta setia pada ajaran spiritual.


11.
सर्वेऽत्र यज्ञाः पुण्याय, सर्वं कर्म ब्रह्मणि स्थितम्।
(Sarve’tra yajñāḥ puṇyāya, sarvaṁ karma brahmaṇi sthitam)
Segala yadnya adalah untuk kebajikan, dan semua karma berada dalam Brahman.

Makna:
Melalui Pawintenan Wiwa, seseorang diberikan hak untuk muput upakara Panca Yadnya sebagai bentuk pengabdian kepada Hyang Widhi.


12.
मुक्तिः स्यात् सत्यवाक्येन, धर्मस्य परिपालने।
(Muktiḥ syāt satyavākyena, dharmasya paripālame)
Pembebasan dicapai melalui kebenaran dan ketaatan kepada Dharma.

Makna:
Sebagai pemuka spiritual, Jro Mangku Gde bertanggung jawab untuk menjaga kesucian ajaran agama dan membimbing umat.


Kesimpulan

Bisama ini menegaskan bahwa Pawintenan Wiwa Griya Agung Bangkasa bukan hanya sebuah ritus formal, tetapi sebuah transformasi spiritual yang mendalam. Dengan Pawintenan ini, seseorang yang awalnya bukan bagian dari wangsa brahmana secara spiritual diangkat menjadi bagian dari brahmana jati, diberikan hak untuk muput upakara Panca Yadnya, dan bertanggung jawab dalam menjaga Dharma.

Seorang Jro Mangku Gde harus tetap ngelungsur panugran dari Ratu Palungguh Nabe sebagai bentuk penghormatan kepada guru spiritual dan leluhur. Hal ini menegaskan bahwa kesucian dan tanggung jawab rohani tidak hanya diwariskan secara genetis, tetapi juga melalui disiplin spiritual, pengorbanan, dan restu dari Hyang Widhi.

Bisama ini menjadi pengingat bahwa kesucian diri harus dijaga dengan keteguhan hati, ketaatan pada Dharma, serta kesadaran akan tugas suci sebagai pemimpin spiritual.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar