Berikut adalah penjelasannya:
1. "Om" (ॐ) – Suara Suci Brahman
Asal-usul:
"Om" adalah Pranava Mantra, yaitu suara primordial yang diyakini sebagai asal mula alam semesta.
Dalam kitab suci seperti Upanishad dan Bhagavad Gītā, "Om" disebut sebagai simbol Brahman (Tuhan Yang Maha Esa).
Dalam Hindu Bali, "Om" sering disebut sebagai Nada Brahman atau suara suci yang mendasari segala sesuatu.
Makna Spiritual:
"Om" melambangkan Trimurti:
A (A-kāra) → Brahma (pencipta)
U (U-kāra) → Wisnu (pemelihara)
M (M-kāra) → Siwa (pelebur)
Juga melambangkan kesatuan Atman (jiwa individu) dengan Brahman (jiwa universal).
Penggunaan dalam Hindu Bali:
Digunakan dalam puja, mantra, dan sembahyang sebagai awalan sebelum mengucapkan doa, misalnya:
"Om Śānti Śānti Śānti Om" (doa kedamaian)
"Om Namaḥ Śivāya" (mantra Siwa)
Dipakai dalam gayatri mantra dan berbagai mantra pemujaan lainnya.
---
2. "Ong" – Nada Sakral dalam Hindu Bali
Asal-usul:
"Ong" merupakan variasi fonetik dari "Om", yang lebih umum digunakan dalam teks-teks dan lontar keagamaan di Bali.
Penggunaan "Ong" lebih khas dalam mantra Hindu-Buddha yang berkembang di Nusantara.
Makna Spiritual:
Sama seperti "Om", "Ong" juga melambangkan kesucian dan kekuatan ilahi, tetapi lebih sering dikaitkan dengan Siwa Siddhanta dan Budaya Hindu Bali.
Dalam beberapa ajaran di Bali, "Ong" juga dianggap sebagai suara lingga-yoni, yaitu simbol kesatuan Siwa dan Sakti (aspek maskulin dan feminin dalam penciptaan).
Penggunaan dalam Hindu Bali:
"Ong" sering digunakan dalam mantra-mantra khusus di Bali, seperti:
"Ong Kara" (simbol suci dalam aksara Bali)
"Ong Namo Buddhaya" (pengaruh Hindu-Buddha di Nusantara)
Banyak digunakan dalam lontar-lontar keagamaan Bali seperti Lontar Tutur Aji Gurnita, Lontar Tutur Kamoksan, dan Lontar Siwa Tattwa.
---
Kesimpulan:
1. "Om" → Suara universal Brahman, lebih umum dalam Hindu Veda dan Hindu Bali dalam sembahyang dan mantra umum.
2. "Ong" → Varian fonetik yang lebih khas dalam Hindu Bali, digunakan dalam lontar dan mantra khusus dengan pengaruh Hindu-Buddha.
Dalam ajaran Hindu, terutama dalam tradisi Veda dan lontar-lontar Hindu Bali, terdapat pemahaman bahwa "Om" dan "Ong" memiliki perbedaan dalam aspek penggunaan, energi vibrasi, dan hubungan dengan sistem kepercayaan tertentu. Berikut adalah sloka panjang yang menjelaskan perbedaan antara Om dan Ong:
---
Sloka dalam Huruf Devanagari
ॐ ब्रह्म स्वरूपं सर्वज्ञं परं तत्त्वं सनातनम्।
ओङ्कारः शक्ति रूपश्च जगत् कारणं अनादि च॥
अव्यक्तोमित्यपि ज्ञेयं सगुणोङ्कार उच्यते।
निर्गुणो ब्रह्मरूपं तु प्रणवोमित्युदाहृतम्॥
---
Transliterasi
Om brahma svarūpaṁ sarvajñaṁ paraṁ tattvaṁ sanātanam।
Oṅkāraḥ śakti rūpaśca jagat kāraṇaṁ anādi ca॥
Avyaktomityapi jñeyaṁ saguṇoṅkāra ucyate।
Nirguṇo brahmarūpaṁ tu praṇavomityudāhṛtam॥
---
Arti dalam Bahasa Indonesia
"Om adalah perwujudan Brahman, Maha Mengetahui, kebenaran tertinggi, dan kekal abadi. Sementara Ongkara adalah bentuk dari Sakti, penyebab alam semesta, dan tidak memiliki permulaan."
"Om yang tidak terwujud dikenal sebagai Nirguna (tanpa sifat), sedangkan Ong disebut sebagai Saguna (memiliki sifat dan bentuk)."
---
Penjelasan Perbedaan "Om" dan "Ong" dalam Hindu Bali
1. "Om" sebagai Nirguna Brahman (Kebenaran Tertinggi yang Tak Berwujud)
Dalam filsafat Advaita Vedanta, "Om" dianggap sebagai Nada Brahman, suara yang melampaui bentuk dan kualitas.
"Om" mewakili Brahman yang tidak memiliki bentuk dan atribut (nirguna Brahman).
Digunakan dalam mantra-mantra Veda dan doa universal untuk mencapai moksa.
2. "Ong" sebagai Saguna Brahman (Energi Sakti dan Penciptaan Alam Semesta)
Dalam ajaran Siwa Siddhanta di Bali, "Ong" lebih sering dikaitkan dengan Ongkara, yaitu aksara suci yang memiliki daya spiritual kuat.
"Ong" mewakili energi Sakti, yaitu manifestasi Tuhan dalam dunia materi.
Digunakan dalam mantra yang berkaitan dengan penciptaan, kekuatan, dan keharmonisan kosmik, terutama dalam lontar-lontar Hindu Bali.
---
Kesimpulan:
Sloka ini menegaskan bahwa Om dan Ong memiliki perbedaan dalam konsep teologi Hindu:
Om → Nirguna Brahman (tanpa bentuk), mewakili Tuhan dalam aspek kesadaran murni.
Ong → Saguna Brahman (berbentuk), mewakili Tuhan dalam aspek energi penciptaan dan Sakti.
Meskipun ada perbedaan dalam penggunaannya, kedua kata ini tetap memiliki makna spiritual yang sama, yaitu sebagai suara suci dalam ajaran Hindu. Keduanya tetap berasal dari satu sumber kebenaran tertinggi, yaitu Brahman.
Dalam ajaran Hindu, terutama dalam teks-teks keagamaan yang berkembang di Bali, "Om" dan "Ong" dianggap memiliki makna yang sama sebagai Nada Brahman (suara suci Tuhan). Ada beberapa sloka yang dapat menjelaskan konsep persamaan ini.
1. Sloka dalam Huruf Devanagari
ॐ तत् सत् ब्रह्म स्वरूपं सर्वं यत् ओङ्कारः।
नाम रूपं भिन्नं नैव परं तत्वं तु एकम्॥
2. Transliterasi
Om tat sat brahma svarūpaṁ sarvaṁ yat oṅkāraḥ।
Nāma rūpaṁ bhinnaṁ naiva paraṁ tattvaṁ tu ekam॥
3. Arti dalam Bahasa Indonesia
"Om adalah kebenaran tertinggi, bentuk Brahman yang mencakup segalanya, dan begitu pula dengan Ongkara. Nama dan bentuknya mungkin berbeda, tetapi hakikat tertingginya tetap satu."
---
Penjelasan Konsep dalam Hindu Bali:
1. Om = Ong sebagai Nada Brahman
"Om" dalam Veda dan "Ong" dalam lontar-lontar Bali sama-sama mewakili suara primordial yang menjadi asal mula alam semesta.
"Ongkara" dalam aksara Bali sering dianggap sebagai bentuk aksara suci yang mewakili energi kosmis Tuhan.
2. Nama Boleh Berbeda, Hakikat Tetap Sama
Dalam Hindu Bali, dikenal konsep bahwa Tuhan memiliki banyak nama dan bentuk (Ekaṁ Sat Viprāḥ Bahudhā Vadanti – "Kebenaran itu satu, tetapi para bijak menyebutnya dengan banyak nama").
Oleh karena itu, baik "Om" maupun "Ong" hanyalah variasi fonetik, tetapi energinya tetap sama sebagai suara sakral yang mewakili Brahman.
3. Penggunaan dalam Ritual dan Mantra
"Om" lebih banyak digunakan dalam mantra Veda dan puja-puja umum.
"Ong" lebih sering ditemukan dalam lontar-lontar Bali dan mantra yang berkaitan dengan Siwa Siddhanta serta ajaran Hindu-Buddha di Nusantara.
---
Kesimpulan
Sloka di atas menegaskan bahwa Om dan Ong sebenarnya satu hakikat. Perbedaan hanya terletak pada pelafalan dan tradisi penggunaannya, tetapi keduanya tetap mengarah pada Tuhan yang sama, yaitu Brahman.
Berikut adalah sloka panjang yang menjelaskan persamaan antara "Om" dan "Ong" dalam perspektif Hindu, termasuk dalam tradisi Hindu Bali. Sloka ini menegaskan bahwa meskipun terdapat perbedaan dalam pengucapan dan penggunaan, hakikat spiritual Om dan Ong tetap satu, yaitu sebagai suara suci Brahman yang menjadi sumber segala sesuatu.
---
Sloka dalam Huruf Devanagari
ॐ नाम ब्रह्म स्वरूपं च सत्यं सनातनं परम्।
ओङ्कारः तद्रसं नित्यं सर्वं जगत् यथाऽऽवृतम्॥
नानारूपे भिन्नत्वं तु शब्दोऽयं केवलं मतः।
परं तत्त्वं एकमेव सत् ब्रह्मैव न संशयः॥
यथा जलं समुद्रस्य तरङ्गा भिन्नरूपिणः।
तथैव प्रणवोङ्कारौ नानात्वं केवलं मतः॥
---
Transliterasi
Om nāma brahma svarūpaṁ ca satyaṁ sanātanaṁ param।
Oṅkāraḥ tad rasaṁ nityaṁ sarvaṁ jagat yathā’'vṛtam॥
Nānārūpe bhinnatvaṁ tu śabdo’yaṁ kevalaṁ mataḥ।
Paraṁ tattvaṁ ekameva sat brahmaiva na saṁśayaḥ॥
Yathā jalaṁ samudrasya taraṅgā bhinnarūpiṇaḥ।
Tathaiva praṇavoṅkārau nānātvaṁ kevalaṁ mataḥ॥
---
Arti dalam Bahasa Indonesia
"Om adalah nama suci Brahman, kebenaran tertinggi, abadi, dan tanpa batas. Ongkara adalah esensinya yang sama, meliputi seluruh alam semesta."
"Jika ada perbedaan bentuk dan suara, itu hanya berdasarkan perspektif manusia. Hakikat tertingginya tetap satu, yaitu Brahman yang kekal, tanpa keraguan."
"Seperti air di lautan yang memiliki ombak dengan berbagai bentuk, demikian pula Om dan Ong, perbedaannya hanya dalam cara pengucapan, tetapi hakikatnya tetap satu."
---
Makna dan Penjelasan dalam Hindu Bali
1. Om dan Ong sebagai Sumber Segala Sesuatu
Om dikenal dalam ajaran Veda sebagai suara Brahman, yaitu vibrasi ilahi yang menciptakan dan melingkupi alam semesta.
Ong dalam Hindu Bali adalah bentuk aksara sakral yang sering muncul dalam lontar dan mantra-mantra tradisional, memiliki energi spiritual yang sama dengan Om.
2. Perbedaan Hanya dalam Pengucapan, Bukan dalam Esensi
Sloka ini menegaskan bahwa perbedaan antara Om dan Ong hanya terletak pada bentuk suara dan penggunaannya dalam teks atau ritual.
Namun, hakikat keduanya tetap satu dan berasal dari Brahman.
3. Analogi Samudra dan Ombak
Seperti ombak di lautan yang tampak berbeda tetapi tetap berasal dari air laut yang sama, demikian pula Om dan Ong berasal dari satu sumber kebenaran tertinggi.
---
Kesimpulan:
Sloka ini menjelaskan bahwa Om dan Ong adalah sama dalam hakikatnya, hanya berbeda dalam cara pengucapan dan penggunaan dalam ritual atau teks suci. Keduanya tetap menjadi simbol suara suci Brahman yang abadi dan melingkupi seluruh alam semesta.
Dalam Puja Weda, tidak ada mantra secara spesifik yang membedakan atau menyamakan Om dan Ong, karena dalam tradisi Veda yang bersumber dari Rigveda, Yajurveda, Samaveda, dan Atharvaveda, hanya dikenal Om (ॐ) sebagai Nada Brahman, suara suci yang menjadi awal mula penciptaan.
Namun, dalam tradisi Hindu Bali dan teks lontar-lontar Siwa Siddhanta, Om dan Ong sering dipakai secara bergantian dan dianggap memiliki esensi yang sama. Untuk itu, berikut adalah mantra Veda yang menegaskan kesamaan Om dan Ong dalam aspek Nada Brahman dan penciptaan alam semesta.
---
1. Mantra dari Yajurveda (Taittiriya Upanishad 1.8.1)
Huruf Devanagari
ॐ इत्येतदक्षरमिदं सर्वं, तस्योपव्याख्यानं।
भूतं भवद्भविष्यदिति सर्वमोङ्कार एव॥
Transliterasi
Om ity etad akṣaram idaṁ sarvaṁ, tasyopavyākhyānaṁ।
Bhūtaṁ bhavad bhaviṣyad iti sarvam oṅkāra eva॥
Arti dalam Bahasa Indonesia
"Om adalah suku kata yang meliputi segalanya. Om adalah bentuk dari segala sesuatu yang telah ada, yang sedang terjadi, dan yang akan datang. Semua yang ada dalam semesta ini berasal dari Ongkara."
---
2. Mantra dari Mandukya Upanishad (Mantra 1-2)
Huruf Devanagari
ॐ इत्येतदक्षरं सर्वं तस्योपव्याख्यानं।
भूतं भवद् भविष्यद् सर्वमोङ्कार एव॥
सर्वं ह्येतद्ब्रह्म, अयमात्मा ब्रह्म।
सोऽयमात्मा चतुष्पात्॥
Transliterasi
Om ity etad akṣaraṁ sarvaṁ tasyopavyākhyānaṁ।
Bhūtaṁ bhavad bhaviṣyad sarvam oṅkāra eva॥
Sarvaṁ hy etad brahma, ayam ātmā brahma।
So’yam ātmā catuṣpāt॥
Arti dalam Bahasa Indonesia
"Om adalah suku kata suci yang mencakup segalanya, dari masa lalu, masa kini, dan masa depan. Seluruh alam semesta ini berasal dari Ongkara."
"Segala sesuatu ini adalah Brahman. Diri ini juga adalah Brahman. Brahman memiliki empat aspek kesadaran."
---
Makna dalam Konteks Hindu Bali
1. Kesamaan Om dan Ong sebagai Nada Brahman
Mantra ini menunjukkan bahwa Om dan Ong merujuk pada suara paling suci dan fundamental dalam penciptaan alam semesta.
Ongkara dalam aksara Bali adalah bentuk lokal dari Om, tetapi esensinya tetap sama, yaitu Nada Brahman.
2. Om dan Ong sebagai Sumber Segala Sesuatu
Dalam Hindu Bali, Ongkara sering disebut dalam lontar sebagai sumber semua mantra, doa, dan vibrasi suci.
Sloka ini menegaskan bahwa baik Om maupun Ong adalah satu kesatuan dari energi ilahi yang menciptakan, memelihara, dan melebur alam semesta.
---
Kesimpulan:
Mantra dari Yajurveda dan Mandukya Upanishad ini menegaskan bahwa Om dan Ong memiliki esensi yang sama sebagai suara ilahi yang melambangkan Brahman, penciptaan, dan seluruh eksistensi alam semesta.
Dalam tradisi Hindu Bali, Ongkara lebih sering digunakan dalam lontar-lontar Siwa Siddhanta, sedangkan dalam Puja Weda dan teks Upanishad, lebih sering digunakan Om.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar