Pertanyaan ini menarik karena berkaitan dengan perubahan sosial dan budaya di Bali akibat perkembangan zaman, termasuk kehadiran krematorium dalam upacara ngaben.
Krematorium dan Konsep “Menyama Braya”
Konsep Menyama Braya dalam masyarakat Bali menekankan kebersamaan, gotong royong, dan solidaritas sosial, terutama dalam pelaksanaan upacara adat seperti ngaben. Tradisionalnya, ngaben dilakukan secara ngayah (saling membantu) oleh keluarga dan masyarakat, yang mempererat hubungan sosial.
Adaptasi atau Ancaman?
Krematorium sebetulnya bukan ancaman bagi Menyama Braya atau tradisi Bali jika diintegrasikan dengan bijak:
Jika keluarga tetap melibatkan masyarakat dalam ritual lain sebelum kremasi, nilai Menyama Braya masih bisa dipertahankan.
Jika prosesi adat tetap dilakukan sebelum jenazah dikremasi, maka unsur sakral dalam ngaben tetap terjaga.
Jika biaya ngaben tradisional terlalu mahal, krematorium bisa menjadi alternatif yang lebih ekonomis tanpa menghilangkan esensi ritual.
Kesimpulan
Krematorium bisa mengubah pola pelaksanaan ngaben, tetapi bukan berarti otomatis menghancurkan Menyama Braya atau tradisi Bali. Semua tergantung pada bagaimana masyarakat Bali menyesuaikan penggunaan krematorium dengan tetap menjaga nilai budaya, solidaritas sosial, dan makna spiritual dalam ritual kematian.
KREMATORIUM Berbasis Desa Adat itu Bagus
Sebelumnya mari kita bahas apa itu KREMASI dan apa itu KREMATORIUM
KREMASI adalah prosesi pembakaran jenazah atau di Bali dikenal dengan istilah NGABEN
KREMATORIUM adalah tempat dimana kremasi atau prosesi pembakaran jenazah itu dilakukan .
Masyarakat Bali seperti yang kita kenal dari zaman dahulu bahwa fungsi KUBURAN/SEMA/SETRA tak hanya sebagai tempat penguburan jenazah tapi juga merupakan tempat yang digunakan untuk melakukan prosesi NGABEN / KREMASI .
lalu bukankah fungsi SEMA/SETRA itu adalah bisa disebut sama dengan KREMATORIUM hanya cara melakuka KREMASINYA saja yang dari zaman dahulu masih bisa disebut dengan cara yang berbeda yaitu salah satunya pembakaran jenazah menggunakan KAYU BAKAR , lalu berangsur" beralih menggunakan KOMPOR , dan selain itu banyak sekali sekarang SEMA /SETRA yang membuat kotak khusus dan dikelilingi beton sebagai tempat yang digunakan khusus sebagai tempat pembakaran jenazah atau yang disebut dalam istilah Bali adalah PEMUUNAN
Jadi sebenarnya dari dulu masyarakat Bali sudah memiliki KREMATORIUM dan itu ada di begitu banyak desa adat yang ada si Bali .
Sekarang mari kita masuk kepada GAGASAN KREMATORIUM yang ingin dibuat dimasing" desa adat .
KREMATORIUM ITU BAGUS
yang artinya prosesi PENGABENAN Jenazah bisa lebih diperbaharui apakah dengan menggunakan metode yang lebih tertata kelola ataukah dengan metode yang dilengkapi alat yang lebih modern seperti misalnya ketersediaan oven agar jenazah lebih cepat menjadi abu , dan itu tergantung kemampuan dari masing" desa adat dalam menyediakan alat dan prasarananya .
BUDAYA BERMASYARAKAT TIDAK AKAN HILANG DENGAN ADANYA KREMATORIUM DI DESA ADAT .
contoh apabila ada salah seorang masyarakat setempat yang meninggal dunia maka masyarakat lainnya didaerah tersebut tetap dan wajib melakukan ugas dan kewajibannya melakukan tanggungjawabnya sebgai warga adat baik mulai dari MEDELOKAN , MEGEBAGAN , hingga sampai melakukan iring"an menggotong jenazah dari rumah duka menuju ke SEMA / SETRA yang mana jenazah tetap digotong menggunakan yg disebut dengan istilah WADAH sesuai dengan tingkatan prosesi Ngaben yang si keluarga pemilik duka jalani.
Di SEMA / SETRA daerah setempat apabila telah memiliki KREMATORIUM yang lebih bagus dan tertata kelola maka manfaat dari masyarakat tentu adalah prosesi Ngaben bisa lebih tertata kelola , lebih cepat , dan lain lain .
MANFAAT bagi Desa Adat pun bisa lebih bagus karena masing" desa adat yang memiliki KREMATORIUM yg telah tertata kelola akan menunjang pendapatan bagi desa adat itu sendiri ( catatannya asalka dikelola dengan benar tidak ada unsur KKN ) .
BAGAIMANA DENGAN MASYARAKAT MISKIN ?
Bagi masyarakat yang kurang mampu pun bisa diakomodir saat masyarakat yang lebih mampu menggunakan KREMATORIUM tentu ada nominal yang harus mereka bayar , dan nominal itulah yang harus dikelola oleh desa adat dan menyisihkan selain untuk pemeliharaan dan pengelolaan krematorium maka bia dipergunakan utk membantu masyarakat miskin yang tentunya ada syarat dan ketentuan berlaku .
TIDAK BISA KITA PUNGKIRI sekarang banyak masyarakat beralih ke KREMATORIUM SWASTA , lalu bukankah itu hanya menguntungkan pihak swasta , jadi ketika KREMATORIUM Berbasis Desa Adat diberlakukan maka sebenarnya itu sangat menunjang kemajuan dari desa adat itu sendiri.
INGAT walau Krematorium itu ada di masing" desa adat maka prosesi NGABEN yang sesuai dengan kepatutan AGAMA HINDU BALI dan yang telah kental dengan BUDAYA BALI tetap harus dijaga dan dipadu padankan dengan baik dan selaras dgn KREMATORIUM yang lebih tertata kelola dan modern dan keuntungannya harus dipergunakan sebaik"nya demi masyarakat dan desa adat itu sendiri .
Sehingga dg adanya Krematoriun berbasis desa adat diharapkan:
1. bisa menyerap tenaga kerja bagi masyarakat setempat .
2. di area setra / kuburan / krematorium bisa juga didirikan lapak" atau warung" yang mana kuota pedagngnya ditentukan dan diisi oleh masyarakat setempat .
3. dan manfaat lainnya.
Krematorium berbasis desa adat bisa menjadi solusi yang mengakomodasi modernitas tanpa menghilangkan nilai Menyama Braya dan esensi tradisi ngaben di Bali. Konsep ini memungkinkan desa adat tetap mempertahankan peran sosialnya dalam upacara kematian, sekaligus menyediakan fasilitas yang lebih praktis dan terjangkau bagi warganya.
Manfaat Krematorium Berbasis Desa Adat
1. Tetap Menjaga Konsep Menyama Braya
Krematorium ini dikelola oleh desa adat, sehingga upacara ngaben tetap dilakukan secara kolektif dengan keterlibatan masyarakat.
Gotong royong dalam persiapan dan pelaksanaan ritual tetap terjaga.
2. Menekan Biaya Ngaben
Ngaben tradisional membutuhkan biaya besar untuk pembuatan bade, lembu, dan sarana upacara lainnya. Dengan krematorium desa adat, biaya bisa lebih murah karena fasilitas disediakan secara komunal.
3. Menjaga Kesakralan Ritual
Sebelum proses kremasi, desa adat tetap bisa melaksanakan ritual adat seperti pepegatan, pengutangan, dan nuntun atma.
Desa adat bisa menetapkan standar tata cara kremasi yang sesuai dengan nilai spiritual Hindu Bali.
4. Mengurangi Dampak Lingkungan
Pembakaran terbuka dalam ngaben tradisional memerlukan banyak kayu dan menghasilkan asap. Dengan krematorium berbasis desa adat, polusi bisa dikurangi karena menggunakan teknologi pembakaran yang lebih ramah lingkungan.
5. Peningkatan Kemandirian Desa Adat
Pengelolaan krematorium bisa menjadi sumber pendapatan bagi desa adat melalui sistem urunan atau iuran warga.
Bisa mengurangi ketergantungan pada krematorium komersial yang mungkin tidak mempertimbangkan aspek budaya lokal.
Tantangan dan Solusi
1. Penerimaan Masyarakat
Tidak semua warga mungkin setuju dengan krematorium karena dianggap mengurangi nilai tradisi. Solusinya, desa adat perlu melakukan sosialisasi dan mengadaptasi proses kremasi agar tetap sesuai dengan ajaran agama dan adat.
2. Pengelolaan dan Pendanaan
Desa adat perlu memiliki sistem pengelolaan yang transparan, baik dari segi keuangan maupun operasional.
Pendanaan bisa bersumber dari iuran warga atau dana desa adat.
3. Perizinan dan Regulasi
Harus sesuai dengan peraturan pemerintah terkait lingkungan dan kesehatan.
Desa adat perlu bekerja sama dengan dinas terkait untuk mendapatkan izin operasional.
Kesimpulan
Krematorium berbasis desa adat bisa menjadi solusi yang menyeimbangkan antara modernitas dan tradisi. Dengan pendekatan yang tepat, desa adat tetap bisa menjaga nilai Menyama Braya, melestarikan ritual ngaben, sekaligus memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan upacara kematian secara efisien dan berbiaya terjangkau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar