Keberadaan ribuan pinandita wiwa di seluruh Nusantara yang berasal dari garis ini menunjukkan bahwa ajaran dan nilai-nilai spiritual dari Griya Agung Bangkasa tidak hanya berakar kuat di Bali, tetapi juga berkembang luas dalam komunitas Hindu di luar negeri. Hal ini mencerminkan bahwa Griya Agung Bangkasa bukan sekadar sebuah tempat suci, tetapi juga sebuah pusat keilmuan, spiritualitas, dan regenerasi ajaran Hindu yang memiliki pengaruh luas.
Garis silsilah Kapurusan di Griya Agung Bangkasa telah mencapai tingkat Oka Sulinggih dalam status kelab, yang menegaskan kesinambungan tradisi spiritualnya hingga kini. Keberlanjutan garis kesulinggihan di Griya Agung Bangkasa yang tidak pernah terputus menjadikan penglingsirnya disebut Sinuhun dari garis Kapurusan. Hal ini meneguhkan kedudukan Griya Agung Bangkasa sebagai Griya Brahmana Pandita Jati di Bali, yang berperan sebagai titik koordinat dan parameter bagi sulinggih lainnya.
Kebesaran Griya Agung Bangkasa juga tercermin dari posisinya sebagai pusat rujukan bagi calon pinandita, bhawati, dan sulinggih lainnya. Keunggulan ini tidak hanya didasarkan pada kesinambungan garis spiritualnya, tetapi juga pada kekayaan warisan sastra keagamaan, usada (pengobatan tradisional), japa mantra, dan lontar-lontar peninggalan Ki Dalang Tangsub, seorang wiku rakawi yang tersohor pada masanya, sekitar tahun 1843 sebelum Masehi. Keberadaan lontar-lontar ini semakin memperkuat peran Griya Agung Bangkasa sebagai pusat spiritual, intelektual, dan kebudayaan Hindu yang terus berkembang dan menjadi panutan di Bali maupun di luar negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar