Jumat, 28 Februari 2025

Teknik Melantunkan Mantra

Teknik Melantunkan Mantra dalam Tradisi Hindu Bali



Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba, S.S., M.Pd

Dalam tradisi Hindu Bali, melantunkan mantra adalah bagian penting dari puja mantra yang dilakukan oleh seorang pinandita atau sulinggih. Mantra dilantunkan dengan teknik tertentu untuk mengoptimalkan vibrasi spiritual dan kekuatan suaranya. Berikut beberapa teknik utama dalam melantunkan mantra:

1. Ucapan (Artikulasi) yang Jelas

Setiap suku kata dalam mantra harus diucapkan dengan jelas sesuai dengan aksara Sanskrit atau aksara Bali.

Kesalahan dalam pelafalan bisa mengubah makna mantra dan mengurangi kekuatannya.


2. Nada dan Irama (Swara Mantra)

Mantra dilantunkan dengan nada tertentu yang disebut swara.

Ada beberapa pola nada yang digunakan dalam pelantunan mantra, seperti:

Merdu dan halus untuk mantra pemujaan.

Tegas dan berirama untuk mantra perlindungan dan pembersihan.



3. Nafas dan Konsentrasi (Pranayama)

Mengatur pernapasan agar mantra dapat dilantunkan dengan stabil dan penuh energi.

Teknik pranayama (pengaturan nafas) digunakan untuk menjaga stamina vokal.


4. Resonansi Suara (Vibrasi Energi)

Mantra harus dilantunkan dengan suara yang beresonansi, sehingga menghasilkan getaran energi positif.

Biasanya menggunakan nada Omkar (Om) untuk membuka dan menutup mantra.


5. Kecepatan dan Pengulangan (Japa)

Mantra bisa dilantunkan dengan ritme lambat, sedang, atau cepat sesuai kebutuhan ritual.

Beberapa mantra harus diulang dalam jumlah tertentu, seperti 108 kali (Japa Mala) atau 3 kali (Tri Sandhya).


6. Sikap dan Bhavana (Niat Spiritual)

Melantunkan mantra harus dengan bhakti (rasa suci dan tulus).

Sikap tubuh seperti mudra (gerakan tangan) juga dapat memperkuat efek mantra.


7. Jenis Pelantunan Mantra

Ada beberapa cara melantunkan mantra, yaitu:

Ucapan keras (Vachika Japa) → Mantra dinyanyikan atau diucapkan dengan suara jelas.

Bisikan lembut (Upamshu Japa) → Mantra diucapkan dengan suara pelan hampir seperti bisikan.

Dalam hati (Manasika Japa) → Mantra hanya diucapkan dalam batin tanpa suara.


Teknik melantunkan mantra ini sangat penting dalam puja mantra, yadnya, dan meditasi. 


Contoh Mantra dan Cara Melantunkannya dengan Benar

Dalam puja mantra, yadnya, dan meditasi, ada banyak mantra yang digunakan sesuai dengan tujuan spiritualnya. Berikut beberapa contoh mantra beserta teknik pelantunannya:


---

1. Mantra Omkara (ॐ)

Mantra:
ॐ Om

Cara Melantunkan:

Ucapkan dengan nada panjang dan bergetar:
"Ooooooommmmmmm..."

Dibagi menjadi tiga bagian suara: "O" (terbuka) → "Mmm" (tertutup) → resonansi.

Tarik napas dalam sebelum melafalkan, lalu keluarkan secara perlahan sambil menggetarkan suara.

Digunakan dalam meditasi, pembersihan diri, dan penyatuan dengan energi semesta.



---

2. Mantra Tri Sandhya

Mantra Pembuka:
ॐ संध्या करुणामयि नमः॥
Om Sandhya Karunamayi Namah॥

Bagian Inti:
ॐ भूर् भुवः स्वः।
तत्सवितुर्वरेण्यं।
भर्गो देवस्य धीमहि।
धियो यो नः प्रचोदयात्॥

Om Bhur Bhuvah Swah।
Tat Savitur Varenyam।
Bhargo Devasya Dhīmahi।
Dhiyo Yo Nah Prachodayāt॥

Cara Melantunkan:

Dibacakan dengan nada merdu dan penuh penghormatan.

Ritme sedang, tidak terlalu cepat maupun lambat.

Menggunakan suara resonansi agar vibrasi mantra terasa lebih kuat.

Digunakan setiap pagi, siang, dan sore dalam persembahyangan harian umat Hindu.

---

3. Mantra Gayatri

Mantra:
ॐ भूर्भुवः स्वः।
तत्सवितुर्वरेण्यं।
भर्गो देवस्य धीमहि।
धियो यो नः प्रचोदयात्॥

Om Bhur Bhuvah Swah।
Tat Savitur Varenyam।
Bhargo Devasya Dhīmahi।
Dhiyo Yo Nah Prachodayāt॥

Cara Melantunkan:

Dilantunkan dengan suara lembut dan penuh penghayatan.

Setiap suku kata diucapkan dengan jelas, tidak terburu-buru.

Bisa dilantunkan dengan musik atau secara monoton dalam meditasi dan pemujaan matahari.

Digunakan untuk penyucian diri, peningkatan kecerdasan, dan perlindungan spiritual.



---

4. Mantra Panca Genta (Genta Pinandita)

Mantra:
ॐ नमः शिवाय।
ॐ विष्णवे नमः।
ॐ ब्रह्मणे नमः।
ॐ सदा शिवाय नमः।
ॐ परमात्मने नमः॥

Om Namah Shivaya।
Om Vishnave Namah।
Om Brahmane Namah।
Om Sadashivaya Namah।
Om Paramatmane Namah॥

Cara Melantunkan:

Diiringi dengan suara genta, setiap mantra diiringi dengan getaran lonceng kecil.

Suara tegas dan berwibawa, mencerminkan energi perlindungan dan kesucian.

Digunakan oleh pinandita saat melakukan puja dan upacara yadnya.



---

5. Mantra Pembersihan (Mantra Tirtha)

Mantra:
ॐ आपवित्रः पवित्रो वा सर्वावस्थां गतोऽपि वा।
यः स्मरेत् पुण्डरीकाक्षं स बाह्याभ्यन्तरः शुचिः॥

Om Apavitrah Pavitro Va Sarvavastham Gato’pi Va।
Yah Smaret Pundarikaksham Sa Bahyabhyantarah Shuchih॥

Cara Melantunkan:

Dilantunkan dengan suara lembut namun stabil.

Bisa dibaca 3 kali atau 7 kali sebelum menggunakan air suci (tirtha).

Digunakan untuk menyucikan diri sebelum sembahyang.


Kesimpulan

Teknik melantunkan mantra yang benar mencakup:

1. Artikulasi yang jelas → Jangan salah pelafalan.

2. Nada dan resonansi → Sesuai dengan tujuan mantra (meditasi, puja, perlindungan, dll.).

3. Kecepatan yang sesuai → Jangan terlalu cepat atau terlalu lambat.

4. Nafas yang terkendali → Gunakan pranayama agar suara stabil.

5. Penghayatan dan niat suci → Vibrasi mantra akan lebih kuat dengan bhakti yang tulus.


Melantunkan Mantra Merdukomala

Merdukomala adalah istilah dalam tradisi Hindu Bali yang menggambarkan cara melantunkan mantra dengan nada yang merdu, lembut, dan penuh penghayatan. Teknik ini sering digunakan dalam puja mantra untuk menciptakan ketenangan batin, harmoni spiritual, dan memperkuat vibrasi suci.

Teknik Melantunkan Mantra Merdukomala

1. Nada yang Halus dan Mengalun

Gunakan suara yang lembut, tidak terlalu keras atau terputus-putus.

Mantra dilantunkan dengan intonasi mengalun, mirip dengan kidung atau tembang suci.



2. Pernapasan yang Teratur

Tarik napas perlahan sebelum melantunkan setiap bait mantra.

Gunakan pranayama (pengaturan nafas) agar suara tetap stabil dan panjang.



3. Pengucapan yang Jelas (Artikulasi)

Setiap suku kata mantra harus diucapkan dengan jelas tanpa tergesa-gesa.

Tidak boleh ada pemotongan suara yang menghilangkan makna mantra.



4. Resonansi dan Getaran Suara

Usahakan suara memiliki getaran halus yang terasa di dada atau kepala.

Gunakan "Om" sebagai pembuka dan penutup mantra, karena memiliki resonansi spiritual tinggi.



5. Irama yang Mengikuti Swara atau Nada Suci

Gunakan pola nada Na, Ni, Nu, Ne, No dalam pelantunan untuk menciptakan keseimbangan getaran.

Biasanya, mantra dalam Merdukomala memiliki irama seperti kidung atau wirama yang berulang.





---

Contoh Mantra dengan Teknik Merdukomala

1. Mantra Pemujaan Dewa Siwa

ॐ नमः शिवाय
Om Namah Shivaya

Cara Melantunkan:

"Oooommm..." → Panjang dan bergetar.

"Na-mah Shi-va-yaa" → Mengalun dan lembut.

Ulangi 3 atau 9 kali dengan penuh penghayatan.



---

2. Mantra Pembersihan (Puja Tirtha)

ॐ आपवित्रः पवित्रो वा
Om Apavitrah Pavitro Va

Cara Melantunkan:

Nada lembut dan sedikit mendayu, mirip lagu suci.

Setiap kata diucapkan dengan jelas dan berirama.

Digunakan saat menyucikan diri dengan air suci (tirtha).



---

3. Gayatri Mantra (Mantra Pencerahan)

ॐ भूर्भुवः स्वः।
तत्सवितुर्वरेण्यं।
भर्गो देवस्य धीमहि।
धियो यो नः प्रचोदयात्॥

Om Bhur Bhuvah Swah।
Tat Savitur Varenyam।
Bhargo Devasya Dhīmahi।
Dhiyo Yo Nah Prachodayāt॥

Cara Melantunkan:

Ucapkan dengan suara mengalun seperti nyanyian suci.

Tidak terburu-buru, tetapi teratur dan penuh ketenangan.

Digunakan dalam pemujaan matahari dan meditasi.



---

Kesimpulan

Melantunkan mantra Merdukomala bertujuan untuk menciptakan ketenangan batin, harmoni spiritual, dan vibrasi positif. Teknik ini cocok digunakan dalam pemujaan, meditasi, dan persembahyangan pribadi.


Dalam pelantunan mantra dengan teknik Merdukomala, penggunaan suara dan pernapasan sesuai dengan angka prana sangat penting untuk menciptakan harmoni spiritual, resonansi suara, dan vibrasi energi yang optimal.


---

🔹 Angka Prana dalam Pelantunan Mantra

Angka prana merujuk pada pola pernapasan dalam pengucapan mantra, biasanya dalam hitungan 3, 5, 7, atau 9. Ini berfungsi untuk menyesuaikan aliran energi dalam tubuh dan menjaga stabilitas vibrasi suara.

📌 Teknik Pengaturan Suara dan Napas dalam Angka Prana:

1. Prana 3 (Tri Angga / Tri Pramana)

Tarik napas dalam → Ucapkan mantra dalam 3 penggalan → Hembuskan napas perlahan

Contoh:
Om (tarik napas) → Bhur Bhuvah Swah (hembuskan napas dalam 3 bagian)

Digunakan dalam Tri Sandhya, mantra pemujaan dasar



2. Prana 5 (Panca Nada / Panca Aksara Shiva)

Digunakan untuk mantra dengan intonasi naik-turun yang lebih kompleks.

Contoh:
Om Na-Mah-Shi-Va-Ya (Setiap suku kata diucapkan dalam satu tarikan napas)

Digunakan dalam mantra Panca Brahma dan pemujaan Siwa.



3. Prana 7 (Sapta Swara / Nada Sakti)

Setiap kata memiliki getaran khusus yang meresonansi ke cakra tubuh.

Contoh: Gayatri Mantra (dibaca dalam 7 ritme getaran).

Digunakan dalam mantra meditasi tingkat lanjut.



4. Prana 9 (Nawa Dewata / Energi Sempurna)

Digunakan dalam mantra panjang dengan pengendalian napas yang lebih mendalam.

Contoh:
Om Namo Bhagavate Vasudevaya (dibaca dalam satu tarikan napas panjang).

Digunakan untuk samadhi, meditasi, dan penyatuan dengan alam semesta.


🔹 Cara Melatih Suara dan Napas dalam Angka Prana

1. Gunakan Pernapasan Diafragma

Tarik napas dalam melalui hidung, rasakan udara memenuhi perut, lalu keluarkan perlahan saat melantunkan mantra.


2. Gunakan Nada Merdu dan Stabil

Suara harus mengalun, tidak terputus, dan memiliki getaran halus.


3. Atur Ritme Sesuai Mantra

Gunakan prana 3, 5, 7, atau 9 tergantung pada panjang dan makna mantra.


🔹 Contoh Pelantunan dengan Angka Prana

🔸 Contoh 1: Mantra Om (Prana 3)

Om… (Oooooooommmmmmmm)

Dibaca dalam satu tarikan napas, diakhiri dengan getaran ‘Mmm’.


🔸 Contoh 2: Mantra Om Namah Shivaya (Prana 5)

Om Na-Mah-Shi-Va-Ya

Setiap suku kata mendapat intonasi naik-turun yang lembut.


🔸 Contoh 3: Gayatri Mantra (Prana 7)

Om Bhur Bhuvah Swah | Tat Savitur Varenyam | Bhargo Devasya Dhīmahi | Dhiyo Yo Nah Prachodayāt

Dibaca dalam 7 getaran suara yang meresap ke cakra tubuh.


🕉 Kesimpulan

✅ Melantunkan mantra dengan angka prana membantu mengendalikan energi, meningkatkan fokus, dan memperkuat resonansi suara.
✅ Gunakan pola napas dan suara sesuai dengan jenis mantra (Tri Pramana, Panca Nada, Sapta Swara, Nawa Dewata).
✅ Latihan rutin akan membantu Anda merasakan vibrasi spiritual yang lebih dalam.


Angkus Prana adalah konsep dalam tradisi Hindu Bali yang berkaitan dengan pengendalian napas dan suara dalam pelantunan mantra. Teknik ini bertujuan untuk menciptakan getaran spiritual yang kuat, harmonisasi energi tubuh, dan kesempurnaan vibrasi mantra.



🔹 Teknik Melantunkan Mantra dengan Angkus Prana

Angkus Prana berarti "kendali prana", yaitu bagaimana seseorang mengontrol suara, nada, dan pernapasan untuk mencapai keseimbangan dalam spiritualitas.

📌 1. Pola Pernapasan dalam Angkus Prana

Tarik napas panjang melalui hidung (Pranayama)

Tahan sejenak (Menyerap energi mantra)

Ucapkan mantra dengan irama lembut dan mengalun

Hembuskan napas perlahan sambil mempertahankan resonansi suara


📌 2. Penggunaan Suara dalam Angkus Prana

Nada harus merdu dan stabil, tidak boleh terputus-putus.

Gunakan getaran suara dalam perut dan dada, agar mantra beresonansi ke dalam diri.

"Mmmm" dalam mantra OM diperpanjang, karena ini menciptakan vibrasi energi yang dalam.


🔹 Contoh Pelantunan Mantra dengan Angkus Prana

1. Mantra OM (Sumber Energi Universal)

Om… (Oooooooommmmmmmm)

Tarik napas dalam.

Saat mengucapkan "OM", biarkan suara mengalun dan bergetar hingga suara menghilang dengan alami.

Ulangi 3 atau 9 kali untuk mendapatkan efek maksimal.



2. Mantra Om Namah Shivaya (Pemujaan Dewa Siwa)

Om Na-Mah-Shi-Va-Ya

Setiap suku kata mendapat intonasi naik-turun yang lembut.

Suara Na-Mah = nada naik → Shi-Va-Ya = nada turun.

Tarik napas sebelum melafalkan, lalu keluarkan perlahan saat mengucapkan mantra.



3. Gayatri Mantra (Pencerahan Spiritual)

ॐ भूर्भुवः स्वः।
तत्सवितुर्वरेण्यं।
भर्गो देवस्य धीमहि।
धियो यो नः प्रचोदयात्॥

Om Bhur Bhuvah Swah।
Tat Savitur Varenyam।
Bhargo Devasya Dhīmahi।
Dhiyo Yo Nah Prachodayāt॥

Setiap baris diucapkan dalam satu tarikan napas.

Suara harus stabil, merdu, dan bergetar agar energi spiritualnya terasa.


🕉 Kesimpulan

✅ Angkus Prana mengajarkan kita untuk mengendalikan suara dan pernapasan agar mantra lebih berenergi.
✅ Teknik ini digunakan dalam puja mantra, meditasi, dan penyelarasan energi tubuh.
✅ Latihan rutin akan membantu Anda merasakan vibrasi spiritual yang lebih dalam.


Frasa "Swara GENTHA Brahmara Ngisep" tampaknya memiliki makna filosofis atau simbolis dalam ajaran Hindu, terutama dalam konteks spiritual dan meditasi di Bali.

"Swara GENTHA" bisa merujuk pada suara lonceng atau gema yang suci, yang sering digunakan dalam ritual Hindu untuk membersihkan energi dan mengundang vibrasi spiritual yang lebih tinggi.

"Brahmara Ngisep" dapat diartikan sebagai lebah (brahmara) yang mengisap sari bunga, yang dalam filsafat Hindu sering dianalogikan dengan jiwa (atman) yang mencari pengetahuan dan kebijaksanaan (jnana) atau proses meditasi yang mendalam di mana kesadaran menyerap esensi spiritual tertinggi.


Dalam ajaran Siwa Siddhanta, konsep suara suci (Nada) dan vibrasi (Swara) memiliki peran penting dalam meditasi dan pemujaan kepada Siwa. Mungkin ini terkait dengan mantra atau ajaran meditasi tertentu yang mengajarkan tentang hubungan antara suara, kesadaran, dan pencerahan spiritual.



Rabu, 26 Februari 2025

Artikel Persembahyangan bersama pada kamis, 27 pebruari 2025 (Tilem, Kewulu, Jati, Menga, Pasah, Jaya, Keliwon, Tungleh, Wraspati, Guru, Urungan, Manusa  | Mina, Gajah, Lintah, Urip = 8 + 8, Laku Air, Naga, Bumi Kepetak, Rahayu | Ukir, Mina, Mahayeki, Lanus), para atlit SMP Negeri 4 Abiansemal dalam rangka memohon restu, keselamatan, kesehatan dan kejayaan dalam mengikuti pertandingan pekan Olahraga pelajar kabupaten badung

Kejahatan Ketiadaan Tuhan

Ketiadaan Dari Yang Sejati.

Konsep tentang kejahatan sebagai ketiadaan Tuhan, kegelapan sebagai ketiadaan cahaya, dan kedinginan sebagai ketiadaan panas sering kali dikaitkan dengan filsafat metafisika dan teologi, terutama dalam pemikiran tokoh seperti Agustinus dari Hippo. Ide ini bertumpu pada pemahaman bahwa hal-hal seperti kejahatan, kegelapan, dan kedinginan bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan absennya suatu kualitas atau kebaikan yang lebih fundamental.

1. Kejahatan sebagai Ketiadaan Tuhan

Dalam perspektif teologi Kristen, terutama yang diajarkan oleh Santo Agustinus, kejahatan bukanlah sesuatu yang diciptakan, tetapi merupakan ketiadaan kebaikan atau penyimpangan dari kehendak Tuhan. Tuhan, yang diyakini sebagai sumber segala kebaikan, tidak menciptakan kejahatan; sebaliknya, kejahatan terjadi ketika makhluk bebas (seperti manusia) berpaling dari Tuhan dan memilih untuk bertindak di luar kehendak-Nya. Dengan kata lain, kejahatan adalah seperti bayangan yang ada karena tidak adanya cahaya, bukan karena ia memiliki eksistensi mandiri.

2. Kegelapan sebagai Ketiadaan Cahaya

Secara ilmiah dan filosofis, kegelapan bukanlah sesuatu yang memiliki keberadaan sendiri, tetapi merupakan absennya cahaya. Jika ada cahaya, maka kegelapan akan lenyap. Ini juga sering digunakan sebagai analogi untuk memahami kejahatan—di mana kejahatan terjadi ketika tidak ada kebaikan atau ketika manusia menjauh dari sumber kebaikan itu sendiri.

3. Kedinginan sebagai Ketiadaan Panas

Dalam fisika, kedinginan tidak memiliki eksistensi sendiri; ia hanyalah kondisi di mana panas tidak ada atau berkurang. Panas adalah bentuk energi yang dapat diukur, sedangkan dingin hanyalah keadaan di mana energi panas berkurang. Prinsip ini sering digunakan dalam diskusi teologis untuk menggambarkan bagaimana kejahatan beroperasi sebagai sesuatu yang muncul akibat ketiadaan kasih, kebenaran, atau kehadiran ilahi.

Kesimpulan

Konsep-konsep ini digunakan untuk menjelaskan bahwa kejahatan bukanlah kekuatan yang berdiri sendiri, tetapi terjadi ketika manusia menjauh dari Tuhan. Sama seperti kegelapan yang hilang saat ada cahaya dan kedinginan yang berkurang saat ada panas, kejahatan bisa berkurang jika kebaikan dan kehadiran Tuhan semakin dipenuhi dalam kehidupan manusia. Ini adalah cara berpikir yang mencoba mendamaikan keberadaan kejahatan dalam dunia yang diciptakan oleh Tuhan yang Maha Baik.

Dalam ajaran Hindu, konsep kejahatan sebagai ketiadaan Tuhan, kegelapan sebagai ketiadaan cahaya, dan kedinginan sebagai ketiadaan panas dapat dijelaskan melalui sloka atau kutipan dari kitab suci yang mengandung makna serupa. Berikut adalah sloka yang relevan:

1. Kejahatan sebagai ketiadaan Tuhan:
"Tamaso mā jyotir gamaya"
(Bṛhadāraṇyaka Upaniṣad 1.3.28)
"Bawalah aku dari kegelapan menuju cahaya."
→ Maknanya, kejahatan adalah ketiadaan Tuhan atau kebenaran, dan manusia harus menuju pencerahan ilahi.


2. Kegelapan sebagai ketiadaan cahaya:
"Jyotishām api taj jyotis tamasaḥ param ucyate"
(Bhagavad Gītā 13.18)
"Ia adalah cahaya segala cahaya, melampaui kegelapan."
→ Tuhan (Brahman) adalah sumber cahaya sejati, dan kegelapan hanyalah absennya keberadaan-Nya.


3. Kedinginan sebagai ketiadaan panas:
"Agnih sarva-bhūtānām pranaḥ"
(Chāndogya Upaniṣad 3.13.7)
"Api adalah kehidupan segala makhluk."
→ Panas (api) melambangkan kehidupan dan energi Tuhan; ketiadaannya membawa kehampaan dan keterasingan.

Ketiga konsep ini menekankan bahwa kejahatan, kegelapan, dan kedinginan bukanlah entitas yang berdiri sendiri, melainkan kondisi yang muncul akibat absennya Tuhan, cahaya, atau energi ilahi.

Berikut adalah sloka panjang yang menggambarkan konsep bahwa kejahatan adalah ketiadaan Tuhan, kegelapan adalah ketiadaan cahaya, dan kedinginan adalah ketiadaan panas:

Sloka Sanskerta & Terjemahan

सत्यं शिवं सुन्दरं यस्य रूपं,
तमो निहन्ति स्वयमेव दीपः।
नास्ति हि पापं यत्र देवो विराजेत्,
तेजोऽभिभूयेत तमो यथा तत्॥

Satyam śivam sundaram yasya rūpam,
Tamo nihanti svayameva dīpaḥ।
Nāsti hi pāpaṁ yatra devo virājet,
Tejo'bhibhūyeta tamo yathā tat॥

Terjemahan:
"Dia yang berwujud kebenaran, kemuliaan, dan keindahan,
Seperti pelita yang melenyapkan kegelapan dengan sendirinya.
Tidak ada kejahatan di mana Tuhan bersinar,
Sebagaimana cahaya selalu mengalahkan kegelapan."

Makna Sloka:

1. Kejahatan sebagai ketiadaan Tuhan → Kejahatan tidak memiliki eksistensi sendiri; ia muncul ketika Tuhan (Dharma atau kebenaran) tidak hadir dalam hati manusia.


2. Kegelapan sebagai ketiadaan cahaya → Sama seperti lilin yang menerangi ruangan, keberadaan Tuhan dan kebijaksanaan menghapus kebodohan dan kejahatan.


3. Kedinginan sebagai ketiadaan panas → Panas atau energi adalah kekuatan yang memberikan kehidupan. Ketika kehangatan (cinta, kasih sayang, dan kebijaksanaan) hilang, maka yang tersisa hanyalah kekosongan dan kedinginan.



Sloka ini menggambarkan bagaimana segala bentuk kekosongan—baik dalam moralitas, spiritualitas, maupun fisika—bukanlah sesuatu yang nyata, melainkan hanya ketiadaan dari yang sejati.


Alasan Melakukan Penelitian di Griya Agung Bangkasa

Alasan Melakukan Penelitian di Griya Agung Bangkasa

Griya Agung Bangkasa merupakan tempat yang memiliki nilai sejarah, budaya, dan spiritual tinggi di Bali. Beberapa alasan utama melakukan penelitian di sana adalah:

Pelestarian Budaya: Griya Agung Bangkasa memiliki warisan budaya yang kaya, termasuk lontar-lontar kuno dan tradisi keagamaan yang masih dilestarikan.

Keberlanjutan Tradisi Nyurat Lontar: Sebagai tempat belajar nyurat lontar bagi siswa SMPN 4 Abiansemal, Griya Agung Bangkasa menjadi lokasi yang ideal untuk penelitian terkait aksara Bali dan sastra klasik.

Kajian Keagamaan dan Sejarah: Tempat ini memiliki peran dalam sejarah perkembangan keagamaan dan kepemimpinan spiritual di Bali, yang penting untuk dikaji lebih dalam.

Pembelajaran Nilai Kearifan Lokal: Mempelajari sistem sosial, nilai-nilai adat, dan filosofi yang berkembang di lingkungan griya dapat memberikan wawasan yang lebih luas bagi generasi muda.


#Mengapa Ida Sinuhun Paramadaksa Harus Melinggih Melanjutkan Kapurusan Wiku Rakawi Ki Dalang Tangsub?

Ida Sinuhun Paramadaksa harus melinggih melanjutkan kapurusan Wiku Rakawi Ki Dalang Tangsub karena beberapa alasan utama yang berakar pada tradisi spiritual, garis keturunan, dan dharma kepemimpinan dalam ajaran Hindu-Bali:

1. Keterkaitan Spiritual dan Garis Keturunan

Sebagai keturunan ke-7 dari Wiku Rakawi Ki Dalang Tangsub, Ida Sinuhun Paramadaksa diyakini memiliki hubungan spiritual yang erat dengan leluhurnya. Dalam tradisi Hindu-Bali, hubungan darah dan spiritual memainkan peran penting dalam keberlanjutan ajaran dan tugas keagamaan.

Wiku Rakawi Ki Dalang Tangsub sendiri adalah anak jnana dari Ida Bhatara Sakti Manuaba, yang berarti bahwa ilmu, kekuatan spiritual, dan dharma kependetaan yang diwariskan bukan hanya sekadar dari garis keturunan biologis, tetapi juga melalui jalur keilmuan dan tapa brata (laku spiritual).

2. Dharma dan Tanggung Jawab Spiritual

Dalam ajaran Hindu, seorang pemimpin spiritual (wiku) memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan dharma leluhurnya. Ida Sinuhun Paramadaksa, sebagai penerus keturunan, dianggap memiliki tugas utama dalam menjaga, mengembangkan, dan meneruskan ajaran suci yang telah diwariskan oleh leluhur, khususnya dalam hal Weda, tattwa (filsafat), sastra, dan ritual keagamaan.

3. Keberlanjutan Tradisi Wiku Rakawi

Wiku Rakawi adalah gelar yang menunjukkan seseorang sebagai pendeta yang memiliki pemahaman mendalam tentang sastra suci (Rakawi berarti pujangga atau orang yang menguasai ilmu keagamaan dan sastra). Dengan melanjutkan kapurusan ini, Ida Sinuhun Paramadaksa memastikan bahwa ilmu dan tradisi yang dijalankan oleh leluhurnya tetap hidup dan diwariskan kepada generasi selanjutnya.

4. Restu Leluhur dan Legitimasi Keagamaan

Dalam sistem kependetaan Bali, penerus suatu kapurusan sering kali dipilih berdasarkan restu leluhur dan tanda-tanda spiritual yang muncul melalui proses tapa, yoga, dan samadhi. Jika Ida Sinuhun Paramadaksa telah mendapatkan restu tersebut, maka kewajiban melinggih menjadi bagian dari dharma yang harus dijalankan demi keseimbangan sekala-niskala.

5. Menjaga Kesinambungan Sakti dan Spiritualitas

Sebagai anak jnana dari Ida Bhatara Sakti Manuaba, Wiku Rakawi Ki Dalang Tangsub diyakini memiliki kesaktian dan kebijaksanaan spiritual yang diwariskan dari sumber ilahi. Dengan melanjutkan kapurusan ini, Ida Sinuhun Paramadaksa menjaga kesinambungan energi sakral tersebut agar tetap memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi umat dan wilayahnya.

Kesimpulan

Keputusan Ida Sinuhun Paramadaksa untuk melinggih dan melanjutkan kapurusan Wiku Rakawi Ki Dalang Tangsub bukan hanya sekadar mengikuti garis keturunan, tetapi juga merupakan panggilan spiritual, tanggung jawab dharma, dan amanat leluhur untuk menjaga ajaran suci yang diwariskan dari Ida Bhatara Kawitan dan Ida Bhatara Sakti Manuaba.


#Berikut catatan yang menggambarkan makna dari keputusan Ida Sinuhun Paramadaksa untuk melinggih dan melanjutkan kapurusan Wiku Rakawi Ki Dalang Tangsub:

Aksara Jaba (Jawa-Bali) + Sasekerta
**ꦥꦴꦭꦶꦤ꧀ ** Ōm Śāntiḥ Śāntiḥ Śāntiḥ

ꦧꦲꦠꦿꦱꦏ꧀ꦠꦶꦩꦤꦸꦮꦧ꧀ꦧꦭꦶ, Ida Bhatara Sakti Manuaba, ꦗꦤꦤꦶꦁꦏꦩꦠꦤ꧀, jananiṅ kamatan, ꦮꦶꦏꦸꦫꦏꦮꦶ, wiku rakawi, ꦩꦺꦭꦤ꧀ꦗꦼꦩꦭꦤꦺꦤ꧀ꦝꦫꦩ꧀, melanjeng malanḍḍharam, ꦏꦦꦸꦫꦸꦱꦸꦤ꧀, kapurusan, ꦕꦩꦸꦤꦸꦁꦮꦶꦏꦸꦩꦤ꧀ꦤꦸꦫꦶꦗꦸꦢꦺ, camūnuṅ wiku mannurijāda, ꦏꦭꦺꦴꦭ꦳ꦤꦺꦁꦧꦁꦕꦺꦫꦺꦴꦭ꦳, kāloning baṅ cērēlōla, ꦢꦿꦺꦤꦶꦁꦢꦿꦩꦏꦭ꧀, dreniṅ dharma kal, ꦤꦶꦱꦏꦭꦏꦭꦶꦏ꧀ꦲꦤ꧀ꦢꦸꦏ, niskala kalik anduka, ꦢꦺꦩꦶꦱꦏ꦳ꦶꦠꦶ, demi sakti, ꦩꦶꦤꦶꦱ꧀ꦩꦲꦏ꧀ꦲꦸꦢ, minih smahak huda, ꦧꦩꦺꦩꦲꦶꦏ꧀ꦢꦺꦩꦶꦢꦭꦏ, bhāmemik de midalaka, ꦲꦺꦏꦺꦩꦤꦠꦿꦶ, hē kēmantri, ꦩꦸꦩꦸꦭꦶꦏꦤꦠ꧀ꦧꦸꦢꦶ, mumulikanat budi, ꦩꦠꦏꦺꦫꦤꦤ꧀ꦝꦺꦭꦴꦫ, matakēranan dhēlora, ꦕꦁꦒꦺꦴꦭꦴꦏ, caṅgēlōka, ꦄꦤ꧀ꦢꦢꦺꦩꦶ, andadēmi, ꦥꦏꦿꦩꦤ꧀ꦢꦶꦗ, pakraman dija, ꦄꦩꦤꦠꦺꦴꦩꦿꦶ, amanatōmari, ꦏꦸꦭꦸꦩꦺꦠꦠꦿꦶ, kulumētatri, ꦏꦿꦺꦴꦟꦁꦩꦺꦴꦠꦃ, kroṇang mōtah, ꦏꦿꦺꦏꦿꦶꦢ꧀ꦢ, krekreḍḍa, ꦕꦁꦒꦸꦏ, caṅguka, ꦏꦩꦩꦶ, kamami, ꦕꦭꦸꦢꦶ, caludi, ꦕꦺꦭꦺꦤꦃ, celenah, ꦕꦶꦭꦴꦠ, cilot, ꦩꦺꦴꦠꦺꦃ, motēh, ꦏꦸꦤꦺꦢꦿꦠꦿ, kunedrātra, ꦱꦺꦴꦭꦸꦮ, sōlūwa, ꦕꦫꦲ, caraha, ꦕꦱꦏꦶ, casakī, ꦏꦏꦺꦭ, kakēla, ꦏꦲꦏ, kahaka, ꦩꦁꦒꦿ, maṅgra, ꦩꦾꦲꦁꦗꦠ, myaṅjata, ꦥꦸꦮꦩꦏꦺꦴ, puwamake, ꦏꦮꦲꦺꦭ, kawahēla, ꦏꦩꦤ, kamāna, ꦏꦭꦃ, kalah, ꦧꦠꦿ, batra, ꦥꦿꦁꦝ, praṅdha, ꦥꦶꦭꦩꦶ, pilami, ꦥꦫꦤ, parana, ꦥꦶꦱꦶꦩ, pisima, ꦥꦾꦱꦺꦴꦭ, pyasoḷa, ꦥꦏꦾ, pakyā, ꦥꦒꦿꦠ, pagraṭa, ꦥꦭꦠꦃ, palatah, ꦥꦭꦼꦩ, palema, ꦥꦥꦤꦤ, papanana, ꦥꦩꦭꦺ, pamalē, ꦥꦭꦺꦴꦏꦠꦸ, palōkatu, ꦥꦩꦢꦸ, pamadu, ꦥꦺꦫꦁꦔꦸ, pēraṅgu, ꦥꦩꦸꦤꦤꦸ, pamunanu, ꦥꦩꦼꦏꦱꦶ, pamekasi, ꦥꦩꦩꦸꦤꦠ, pamamunata, ꦥꦲꦺꦤ, pāna, ꦥꦸꦩꦸ, pumu, ꦥꦩꦭꦁ, pamalaṅ, ꦥꦺꦴꦭꦤꦸꦃ, pōlanuḥ.

ॐ शान्तिः शान्तिः शान्तिः Ōm Śāntiḥ Śāntiḥ Śāntiḥ

Catatan ini mengandung nilai spiritual mendalam tentang tugas Ida Sinuhun Paramadaksa dalam melanjutkan kapurusan Wiku Rakawi Ki Dalang Tangsub sesuai dengan dharma leluhur. Serta menggambarkan keputusan spiritual dan tugas suci Ida Sinuhun Paramadaksa dalam melanjutkan kapurusan Wiku Rakawi Ki Dalang Tangsub, dengan mengemban peran sebagai wiku rakawi yang menegakkan dharma dan tradisi leluhur. Catatan ini dipenuhi dengan ajaran tentang kesadaran spiritual, pengabdian, serta kesinambungan nilai-nilai kebijaksanaan dan kearifan leluhur.

Berikut adalah transliterasi Latin lengkap dan makna dari catatan tersebut:


Transliterasi Latin

Ōm Śāntiḥ Śāntiḥ Śāntiḥ

Ida Bhatara Sakti Manuaba,
jananiṅ kamatan,
wiku rakawi,
melanjeng malanḍḍharam,
kapurusan,
camūnuṅ wiku mannurijāda,
kāloning baṅ cērēlōla,
dreniṅ dharma kal,
niskala kalik anduka,
demi sakti,
minih smahak huda,
bhāmemik de midalaka,
hē kēmantri,
mumulikanat budi,
matakēranan dhēlora,
caṅgēlōka,
andadēmi,
pakraman dija,
amanatōmari,
kulumētatri,
kroṇang mōtah,
krekreḍḍa,
caṅguka,
kamami,
caludi,
celenah,
cilot,
motēh,
kunedrātra,
sōlūwa,
caraha,
casakī,
kakēla,
kahaka,
maṅgra,
myaṅjata,
puwamake,
kawahēla,
kamāna,
kalah,
batra,
praṅdha,
pilami,
parana,
pisima,
pyasoḷa,
pakyā,
pagraṭa,
palatah,
palema,
papanana,
pamalē,
palōkatu,
pamadu,
pēraṅgu,
pamunanu,
pamekasi,
pamamunata,
pāna,
pumu,
pamalaṅ,
pōlanuḥ.

Ōm Śāntiḥ Śāntiḥ Śāntiḥ


Makna Catatan penting

Catatan ini memuat pesan-pesan utama yang mencerminkan ajaran dharma dan tanggung jawab spiritual, antara lain:

  1. Keberlanjutan Dharma dan Kapurusan

    • Ida Sinuhun Paramadaksa memegang tanggung jawab untuk melanjutkan garis suci spiritual dari Wiku Rakawi Ki Dalang Tangsub.
    • Peran ini bukan hanya sekadar tradisi, tetapi merupakan tugas suci dalam menjaga keseimbangan dharma.
  2. Kebijaksanaan dan Kesadaran Spiritual

    • Seorang wiku rakawi harus memiliki ketajaman batin, kedalaman ilmu, serta pemahaman tentang niskala (dunia gaib) dan sakala (dunia nyata).
    • Dharma yang ditegakkan tidak hanya dalam ajaran tertulis, tetapi juga dalam laku hidup dan tindakan nyata.
  3. Menjaga Warisan Leluhur

    • Wiku rakawi bertanggung jawab dalam membimbing masyarakat agar tetap berada dalam jalan yang benar sesuai nilai-nilai leluhur.
    • Ini mencakup pelestarian budaya, ajaran suci, serta ritual spiritual yang diwariskan turun-temurun.
  4. Kesaktian dan Kesadaran Spiritual

    • Seorang wiku rakawi tidak hanya berperan sebagai pemimpin rohani, tetapi juga memiliki kesaktian yang bersumber dari laku tapa dan bhakti.
    • Kesaktian ini bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk menjaga keseimbangan alam, manusia, dan spiritualitas.
  5. Pengabdian kepada Masyarakat dan Alam Semesta

    • Dengan kesadaran dharma, Ida Sinuhun Paramadaksa harus menjalankan tugasnya dengan penuh keikhlasan, kebijaksanaan, dan welas asih.
    • Pengabdian ini mencakup perlindungan terhadap umat, alam, serta pelestarian nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
  6. Keselarasan dengan Alam dan Jagad Raya

    • Sloka ini juga mengandung ajaran tentang keselarasan antara mikrokosmos (manusia) dan makrokosmos (jagat raya).
    • Seorang wiku rakawi harus mampu menjaga keseimbangan antara batin, masyarakat, dan alam semesta.

Kesimpulan

Catatan ini memiliki makna mendalam tentang spiritualitas, tanggung jawab, dan kesinambungan ajaran leluhur. Ida Sinuhun Paramadaksa tidak hanya sebagai penerus kapurusan, tetapi juga sebagai penerang jalan dharma bagi umat dan pelestari warisan Wiku Rakawi Ki Dalang Tangsub.

Tugas suci ini mengandung nilai kebijaksanaan, welas asih, dan pengabdian, serta menegaskan bahwa kepemimpinan spiritual harus berlandaskan dharma, keutamaan, dan keselarasan dengan alam semesta.

Selasa, 25 Februari 2025

LEMPIRAN SOAL ESAI TIK Selama Liburan Awal Puasa Bulan Ramadhan

LEMBARAN SOAL ESAI TIK



SMP NEGERI 4 ABIANSEMAL
TAHUN PELAJARAN 2024/2025
Mata Pelajaran: Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Kelas: VII
Nama: …………………
No. Absen: …………

PETUNJUK:

  1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jelas dan menggunakan bahasa yang baik dan benar!
  2. Tuliskan jawaban pada lembar kertas yang rapi dan bersih.
  3. Print dan lampirkan foto saat belajar/mengerjakan tugas di rumah.
  4. Kumpulkan pada hari Kamis, ………… (tanggal sesuai jadwal pengumpulan).
  5. Salam sehat dan selamat belajar!

SOAL ESAI

  1. Jelaskan pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) serta berikan contoh penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari!
  2. Sebutkan dan jelaskan fungsi utama perangkat keras (hardware) dalam komputer!
  3. Apa yang dimaksud dengan sistem operasi? Sebutkan tiga contoh sistem operasi yang sering digunakan!
  4. Jelaskan perbedaan antara perangkat lunak (software) sistem dan perangkat lunak aplikasi!
  5. Tuliskan langkah-langkah dasar dalam mengoperasikan komputer dari awal hingga siap digunakan!
  6. Apa saja manfaat internet dalam dunia pendidikan? Berikan minimal tiga contoh!
  7. Sebutkan dan jelaskan langkah-langkah dalam membuat akun email baru!
  8. Jelaskan pengertian keamanan siber dan berikan tips untuk menjaga keamanan data pribadi di internet!
  9. Apa perbedaan antara jaringan kabel dan jaringan nirkabel (wireless)?
  10. Sebutkan dampak positif dan negatif dari penggunaan media sosial bagi pelajar!

Catatan:

  • Tugas ini dikerjakan secara individu.
  • Pastikan tulisan rapi dan mudah dibaca.
  • Foto yang dicetak harus menunjukkan siswa sedang belajar atau mengerjakan tugas di rumah.

Selamat belajar dan tetap semangat!

Soal Belajar Dirumah Saat Libur Awal Puasa Ramadhan Kelas 8

LEMBARAN SOAL ESAI BAHASA BALI

SMP NEGERI 4 ABIANSEMAL
TAHUN PELAJARAN 2024/2025
Mata Pelajaran: Bahasa Bali
Kelas: VIII
Nama: …………………
No. Absen: …………

PETUNJUK:

1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jelas dan menggunakan bahasa Bali yang baik dan benar!; 2. Tuliskan jawaban pada lembar kertas yang rapi dan bersih; 3. Print dan lampirkan foto saat belajar/mengerjakan tugas di rumah; 4. Kumpulkan pada hari Senin, 3 Maret 2025 (tanggal sesuai jadwal pengumpulan); 5. Salam sehat dan selamat belajar!




---

SOAL ESAI

1. Jelaskan pengertian aksara Bali dan sebutang tiga bagian utama aksara Bali!


2. Tulis 5 pemakaian aksara ukara pada kalimat dalam bahasa Bali alus dan 5 aksara ukara dalam kalimat berbahasa Bali kepara!


3. Terangkan pengertian bebasan dan sesenggakan miwah berikan masing-masing dua contoh!


4. Ceritakan sejarah aksara Bali saking awal pangembangannya sampai pemanfaatannya di jaman sekarang!


5. Jelaskan makna dan fungsi canang sari ring upacara keagamaan umat Hindu! Nganggen bahasa Bali lumbrah! 


6. Caritakan pengalamanmu dengan bahasa Bali madya!


7. Apa perbedaan pupuh Ginada dan pupuh Sinom? Tuliskan masing-masing satu contoh tembang!


8. Jelaskan fungsi dan struktur teks masatua Bali, sertakan contoh dongeng yang menceritakan silih asih!


9. Tulislah nama lengkap kalian dengan aksara Bali dan alamat rumah masing-masing! 


10. Jelaskan unsur-unsur utama dalam sastra gending dan berikan contohnya




---

Catatan:

#Tugas ini dikerjakan secara individu.
#Pastikan tulisan rapi dan mudah dibaca.
#Foto yang dicetak harus menunjukkan siswa sedang belajar atau mengerjakan tugas di rumah.

Selamat belajar!


Mobilisasi Pengabenan Berbasis Desa Adat

Mobilisasi Pengabenan Nis Preteka Nir Prabhawa di Griya Agung Bangkasa Berbasis Desa Adat

Pendahuluan

Pengabenan merupakan salah satu upacara penting dalam tradisi Hindu Bali yang bertujuan untuk mengantar roh leluhur menuju alam kelanggengan. Di Griya Agung Bangkasa, upacara Nis Preteka Nir Prabhawa dilaksanakan dengan tetap berpijak pada konsep desa adat, yang mengedepankan nilai gotong royong, keharmonisan, dan keberlanjutan warisan budaya.

Konsep Nis Preteka Nir Prabhawa

Nis Preteka Nir Prabhawa memiliki makna mendalam, yaitu penghormatan terhadap leluhur yang meninggal tanpa meninggalkan keturunan langsung. Dalam konteks adat, prosesi ini bukan hanya tanggung jawab keluarga semata, tetapi juga menjadi kewajiban krama desa sebagai bentuk bakti dan kepedulian sosial.

Di Griya Agung Bangkasa, pengabenan ini dilaksanakan dengan tetap mempertahankan adat istiadat setempat. Mobilisasi upacara melibatkan berbagai elemen masyarakat, termasuk pemuka adat, sulinggih, serta warga desa yang tergabung dalam banjar.

Mobilisasi Berbasis Desa Adat

Sebagai bagian dari desa adat, pelaksanaan pengabenan ini mengikuti beberapa tahapan utama yang melibatkan partisipasi masyarakat secara kolektif

1. Persiapan Upacara

Pembuatan bade (menara jenazah) dan lembu yang dilakukan secara bergotong royong oleh sekaa banjar.

Pengumpulan dana secara sukarela melalui urunan krama desa untuk mendukung kelancaran upacara.

Koordinasi dengan sulinggih dan pemangku dalam menentukan hari baik (dewasa ayu) untuk pelaksanaan upacara.

2. Prosesi Upacara

Narpana (penyucian jenazah secara simbolis) dilakukan oleh keluarga besar dan pemuka adat.

Pengusungan bade menuju setra (kuburan) yang dilakukan bersama oleh masyarakat, menunjukkan nilai kebersamaan dan kekeluargaan.

Pelepasan roh melalui pembakaran jasad sebagai simbol penyucian menuju moksa.

3. Pasca Pengabenan

Pembuatan sanggah pengelukatan bagi keluarga yang terlibat dalam upacara.

Nyekah dan upacara penutupan untuk memastikan roh mencapai alam kelanggengan sesuai dengan ajaran Hindu.

Makna dan Keberlanjutan Budaya

Upacara pengabenan Nis Preteka Nir Prabhawa di Griya Agung Bangkasa bukan hanya sebatas prosesi keagamaan, tetapi juga sebagai bentuk pelestarian budaya yang diwariskan turun-temurun. Mobilisasi berbasis desa adat memastikan bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab dalam menjaga tradisi, memperkuat solidaritas sosial, serta mempertahankan nilai-nilai Hindu Dharma dalam kehidupan bermasyarakat.

Dengan semangat kebersamaan, pengabenan berbasis desa adat menjadi bukti bahwa gotong royong adalah warisan leluhur yang harus tetap dijaga demi kelestarian budaya Bali di masa depan.


Arti Merajan

Akronim MERAJAN dalam konteks spiritual dan filosofi Hindu di Bali bisa dijabarkan sebagai berikut:

M → Medasar (berlandaskan)
E → Etika (kesucian dan tata krama dalam beribadah)
R → Rahayu (keselamatan dan kesejahteraan)
A → Atma (jiwa atau roh leluhur)
J → Jagadhita (kesejahteraan dunia)
A → Arcananing (pemujaan kepada Hyang Widhi)
N → Niskala (aspek tak kasat mata atau spiritual)

Akronim ini menggambarkan bahwa merajan bukan sekadar bangunan fisik, tetapi memiliki nilai spiritual sebagai tempat pemujaan, penyucian jiwa, dan keseimbangan hidup dalam konsep Tri Hita Karana.


Senin, 24 Februari 2025

Soal Bhs Bali PAT

SOAL PAT
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
Mata Pelajaran : Bahasa Bali
Jenjang/Kelas : SMP/VIII
Hari/Tanggal :
P u k u l : -
PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG
DINAS PENDIDIKAN, KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA
2022/2023
Petunjuk Umum
1. Durusang cawis pitaken ring sor antuk milih opsi sane pinih patut.
2. Tureksa soal sadurung nyawis.
3. Akeh soal inggih punika 50 butir sami punika patut kacawis.
4. Tureksa pasaurannyane sadurung nyukserahang utawi ngirim.


1. Puisi Bali yening rerehang ring panglimbak kasusastraan Bali, ngeranjing ring sajeroning kasusastraan Bali Anyar sane polih pengaruh saking kesusastraan modern sane embas ring kebudayaaan…
a. China
b. Barat (eropa)
c. Majapahit
d. Arab
2. Conto puisi Bali Anyar, inggih punika…
a. Sekar raré
b. Sekar jepun
c. Sekar agung
d. Sekar alit
3. Yening rerehang puisi sane mamurda "Bali di Hati" ngeranjing ring kesusastraan Bali…
a. Purwa
b. Anyar
c. Becik
d. Tradisional
4. Yening selehin tetilik tata wangun kesusastraan Bali Anyar wénten kalih, inggih punika…
a. Gancaran lan Carita tantri punika taler nglimbak ring panegara siosan ring sajebag jagaté, makadikapangguh ring Arab sané kawastanin carita.........
b. Prosa lan puisi
c. Intrinsik lan ekstrinsik
d. Drama lan prosa
“Jagat Bali”
Karya: Tri Angarani
Jagat Bali…
Patut iraga lestariang
Apang tusing jagate
Usak turin daki
Yening jagate usak
Jagate lakar keni blabar
Blabar punika
Banjir, tanah longsor, linuh
Tur sane tiosan
Olih krana keto
Iraga patut nyaga tur ngelestariang
Jagat Bali
5. Napi murdan puisine ring ajeng…
a. Tri Anggarani
b. Jagat Bali
c. Bali Lestari
d. Bali Lestari
6. Bencana sane pacang wenten yening jagate usak, sajabaning…
a. Blabar
b. Tanah Ambid/longsor
c. linuh
d. bianglala/pelangi
7. Sira sane ngawi puisi ring ajeng…
a. Tri Anggreni
b. Tri Anggrainin
c. Tri Yulianti
d. Tri Anggarani
8. Wangun puisi (tipografi), diksi miwah imaji rumasuk ring tata wangun puisi
sané ngeninin indik…
a. Ekstrinsik
b. Tetilik
c. Gancaran
d. Intrinsik
9. Ring sor puniki sane ngranjing ring uger-uger ngwacén puisi, sajabaning…
a. Wirasa
b. Wirama
c. Wates lengkara
d. Wesata
10. Rikala ngwacen puisi patut nganutang semu lan tata wedana majeng ring watak utawi suksman daging puisi sane kawacen kawastanin….
a. Wirasa
b. Wirama
c. Wates lengkara
d. Semita
11. Satua Tantri ngranjing ring wangun kasusastraan ....
a. Bali aga
b. Bali anyar
c. Bali purwa
d. Bali dwipa
12. Kidung Tantri sané dagingnyané nyaritayang indik beburon masuku pat kawastanin…
a. Nandhaka prakarana
b. Pisaca harana
c. Nandhaka harana
d. Mandhuka prakarana
13. Kidung Tantri Nandhaka Harana kawangun duk warsa saka…
a. 1650
b. 1360
c. 1630
d. 1560
14. Napi wastan lontar sané ngepah satua Tantri dados tigang paos?
a. Tantri Nandaka
b. Tantri Kamandhuka
c. Tantri Kamandhaka
d. Tantri Kamandanu
15. I Kidang malaib malesat ka tengah alase. Alas lian raosnne….
a. Giri
b. Segara
c. Wana
d. Danu
16. Makasami kramane metangi rikala Ida Anake Agung ngelintangin margine. Kruna macetak sondoh punika tungkalikane….
a. Malinggih
b. Malaib
c. Mabaos
d. Masiram
17. Aksara sa ring kruna sastra kasurat ngangge aksara…
a. Sasaga
b. Sasapa
c. Sadanti
d. Tatawa
18. Kasusastraan mateges…
a. Kawentenan kaweruhan sané becik tur mabuat
b. Kawentenan kaweruhan sané kaon tur mabuat
c. Kawentenan kaweruhan sané nenten mabuat
d. Kawentenan kaweruhan sané arang mabuat
19. Kruna "lemuh" yening kasurat ring aksara Bali dados …………….
A. ò mu;¾
B. là¡;¾
C. lø mu;¾
D. el mu;¾
20. Punapi sesuratan kruna “pungkur”?
A. pu \С(¾.
B. ¾ pu \С r«.
C. p\С(¾.
D. pu*¾ ku(¾.
21. Makam Pahlawan magenah Ring Margarana. Sesuratan lengkara ring sor sane pinih patut inggih punika ……………..
A. ¾ m k mæ hÞ w n¾ß g) n;¾ r&¾ m( g r n .
B. m k m¾ p hÞ w n¾É&¾ m( g r n .
C. m k m¾æ hÞ w n¾ß g) n;¾ r&¾ m( g r x.
D. mu ku mæ hÞ w n¾É&¾ m( g r x.
22. Kawigunan paribasa Bali, yéning uratiang ring kawéntenan karya seni lan ritatkala mabebaosan inggih punika ....
a. Nyutetang basa
b. Panglengut basa
c. Pamungkah basa
d. Paneges basa
23. Paribasa sane madaging Giing(bantang), Arti sujati lan arti paribasa ngeranjing ring soroh….
a. wewangsalan
b. sesawangan
c. bebladbadan
d. peparikan
24. Be bebek be guling, busan….jani…… Jangkepin wewangsalan punika!
a. Kedek, beling
b. Kadek, ngeling
c. Ngeling, kedek
d. Kedek, ngeling
25. I Made mataluh nyuh mara bapanne man ngadep carik umane. Mataluh Nyuh mateges….
a. sombong
b. tombong
c. nguluk-uluk
d. belog
26. Benang kamene, jaka di pangkunge, tegesipun: 1. Kamen antuk benang, jaka mentik di pangkunge, 2. Benang kamenen, ajaka di pangkunge. Imba punika ngeranjing ring soroh…
a. wewangsalan
b. Raos ngempelin
c. sesawangan
d. bebladbadan
27. Imba sesonggan Ngajahin bebek ngelangi. Suksmannyane….
a. Kaucapang ring anake sane magenah ring genahe sane sukil/keweh, singsal agulikan pacang nemu baya
b. Kaucapang ring anake sane mapi-mapi ngicenin barang utawi artha ring anak sane sampun sugih
c. Kaucapang ring anake sane mapi-mapi ngajahin anak sane sampun wikan utawi duweg
d. Ngrebutin brang nenten wenten isine utawi barang sane nenten malih maguna.
28. Yening iraga mapidarta basa Bali, Sor singgih basa Bali sane patut kaanggen inggih punika….
a. Basa Alus Singgih
b. Basa Alus Sor
c. Basa Alus Mider
d. Basa Alus
29. Yening mababaosan sareng anak sane patut kasinggihang utawi anak sane durung kauningin, iraga patut nganggen basa….
a. Basa Alus Singgih
b. Basa Alus Sor
c. Basa Alus Mider
d. Basa Alus
30. ring sor puniki sane nenten ngeranjing kruna satma pepadan matungkalik inggih punika….
a. Cerik-kelih
b. Tegeh- bawak
c. Bah-bangun
d. Lemah-peteng
31. I Made ngajeng buah paya ane pait…., lantas apang ilang paitne, ia ngajeng gula ane manis….. Kruna satma ngerasang arti sane patut anggen nyangkepin cecek-cecek punika….
a. Dedet, malenyad
b. Malenyad, makilit
c. Makilit, malenyad
d. Ngalub, dedet
32. Guleme tebel pesan kanti langite….
a. lemah peteng
b. peteng gati
c. peteng sajan
d. peteng dedet
33. Babad inggih punika karya sastra sané ngranjing ring Wangun kasusastran…
a. Gancaran
b. Puisi
c. Sesawangan
d. Cecimpedan
34. Kasusastraan Babad punika mawit saking basa…
a. Sanskerta
b. Jawa Kuna
c. Bali
d. Jawa tengahan
35. Kasusastraan Babad inggih punika sinalih tunggil historiografi tradisional sane marupa…
a. Karya sastra tembang
b. Karya sastra tutur
c. Karya sastra sejarah
d. Karya sastra gentian
36. Watak babad sané setata nginutin pancer ring puri, kawastanin…
a. Sakral magis
b. Raja kultus
c. Analogis
d. Istana sentris
37. Watak babad sané nyaritayang indik panglimbak warih - warih soroh soang – soang kawastanin…
a. Geneologis
b. Mitologis
c. Legendaris
d. Simbolis
38. Sane nénten ngranjing ring kasusastraan Babad inggih punika…
a. Babad mengwi
b. Satua l Lutung
c. Babad pasek
d. Babad arya
39. Ring sor puniki sane nenten tetujon kawentenan kasusastran babad inggih punika ....
a. Iraga dados uning risajeroning silsilah leluhur sane dumun
b. Dados pratisentana mangda prasida nuladin parilaksanan leluhuré sané becik
c. Kasusastran babad kanggén jalaran mendiskriminasi jadma tiosan
d. Babad kanggén arsip sejarah panglimbak kerajaan miwah kabudayannyané
40. Ring sor puniki imba sekar rare sane katembangang olih rare ring Bali inggih punika ....
a. Pupuh Sinom
b. Kidung Wargasari
c. Kakawin Ramayana
d. Ratu Anom
41. Pupuh ring bani naler kawastanin sekar Alit, ring sor puniki sane nenten ngeranjing sekar alit....
a. Bibi Anu
b. Pucung
c. Ginada
d. Ginanti
Saking tuhu manah guru
Saking tuhu manah guru
Saking tuhu manah guru
Mituturin cening jani
Kaweruhe luir senjata
Ne dadi prabotan sai
Ka anggen ngaruruh merta
Saenun ceninge urip
Saking tuhu manah guru
Mituturin cening jani
Kaweruhe luir senjata
Ne dadi prabotan sai
Ka anggen ngaruruh merta
Saenun ceninge urip
42. Pupuh punika ngeranjing ring…
a. Pupuh Pucung
b. Pupuh Ginanti
c. Pupuh Durma
d. Pupuh Maskumambang
43. Saking pupuh ring ajeng, kabaosang kaweruhane luir….
a. perabotan
b. merta
c. senjata
d. urip
44. piteket sane presida resepang iraga ring pupuh ring ajeng, inggih punika….
a. iraga patut seleg magae
b. iraga setata bhakti ring rerama
c. iraga patut mapunia rikala wenten yadnya
d. iraga patut seleg malajah anggen bekel ngerereh pangupa jiwa
45. Kecap wanda miwah ring panguntat sajeroning acarik lan sajeroning sapada ring pupuh utawi sekar alit kawastanin …
a. Lingsa
b. Pada
c. Pada lingsa
d. Guru lagu
46. Geguritan yening manut saking wewidangan kasusastraan ngeranjing ring soroh…
a. Gancaran
b. Puisi Bali anyar
c. Puisi Bali tradisional
d. Kekawin
47. 8a, 8i, 8a, 8i, 8i, 8u, 8a, 8i, 4u, 8a, pada lingsa pupuh punika ngeranjing ring pupuh….
a. Pupuh Pucung
b. Pupuh Ginanti
c. Pupuh Sinom
d. Pupuh Maskumambang
48. Pada lingsa pupuh Ginada inggih punika….
a. 8a, 8i, 8a, 8i, 8i, 8u, 8a, 8i, 4u, 8a
b. 8u, 8i, 8a, 8i, 8a, 8i
c. 8a, 8i, 8a, 8u, 8a, 4i, 8a
d. 4u, 8u, 6u, 8i, 4u, 8a
49. Yening karma Baline mepupuh biasane kamargiang rikala….
a. upacara HUT kemerdekaan
b. Sambutan Bupati
c. Upacara agama ring Bali
d. Ulang tahun sekolah
50. Iraga patut seleg malajah, tusing dadi nerplek utawi nyontek, kahanan punika ngawinang iraga prasida mandiri lan mautsaha becik ngelimbakang kaweruhan. punika anggen bekel ngerereh pangupa jiwa benjang pungkur. Pangupa jiwa lian raosne….
a. keluwihan
b. kabisan
c. pakaryan
d. mamargi

Soal Bhs Bali Maret 2025

PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG
DINAS PENDIDIKAN, KEPEMUDAAN DAN OLAHRAGA
TAHUN PELAJARAN 2024/2025
Soal Sumatif Tengah Semester Genap 

Mata Pelajaran : Bahasa Bali
Jenjang/Kelas : SMP/VIII
Hari/Tanggal :
P u k u l : -


Petunjuk Umum
1. Durusang cawis pitaken ring sor antuk milih opsi sane pinih patut.
2. Tureksa soal sadurung nyawis.
3. Akeh soal inggih punika 30 butir sami punika patut kacawis.
4. Tureksa pasaurannyane sadurung nyukserahang utawi ngirim.

PITAKEN

1. Puisi Bali Anyar ngawit medal duk warsa....
a.1959
b.1953
c.1995
d.1952. 

2. Nentuang napi sane kacaritayang olih sang pangawi napiké indik genah, indik i manusa, indik kahanan puisi magenah ring....
a. Unteng
b. Wirama
c. Daging
d. Kanti suara

3. Pengertian puisi inggih punika karya sastra sané nganggén basa Bali tur susunan ipun kaiket manut....
a. Westa,ekspresi
b.Murda,unteng,penguntat
c. wirama (irama), wirasa (imajinasi) miwah kosa basa
d.deklamasi, wacenan

4. Puisi Bali Anyar punika dados kawacen utawi....
a. Lantunang
b. Tembangang
c. Gendingan
d. Deklamasiang 

5. Pidabdab nafsir utawi narka daging lan tetuek suksman puisine inggih punika....
a. Interperetasi
b. Pengahayatan
c. Ekspresi
d. Olah vokal

6. Nelebang unteng suksman puisi inggih punika....
a. Interperetasi
b. Pengahayatan
c. Ekspresi 
d. Olah vokal

7. Puisi Bali anyar patut nyelehin semnita, semu utawi tata wedana/raras kawastanin....
a. Interperetasi
b. Pengahayatan
c. Ekspresi
d. Olah vokal

8. Panyeleh indik suara sané jelas kapiragi sida antuk minayang suara nengen, suaraarda suara, suara cendek utawi suara lantang/wirama inggih punika....
a. Interperetasi
b. Pengahayatan
c. Ekspresi
d. Olah vokal

9. Tetilik sane nyelehin : 1) Unteng (téma), 2) Rasa; rasa sané karasayang (bagia,sungsut, girang, muah sené siosan), 3) piteket; tetuwek sané kaaptiang olih sang ngaripta....
a. Tetilik saking macrotrinsik.
b. Tetilik saking substrinsik
c. Tetilik saking ekstrinsik
d. Tetilik saking intrinsik

10. Duk warsa 1925, sire sane ngamedalang cerpén mamurda” Loba muah Anak Ririh....
a. Mas Niti Sastro
b. Darma Putra
c. Maskurun
d. Suntari Pr

11. Sire sane ngripta puisi sane mamurda Suara Saking Setra.....
a. Made Sanggra
b. Darma Putra
c. Maskurun
d. Gus Surya

12. Carita tantri puniki mawit saking....
a. Bali Mula
b. Bharatawarsa
c. Bali Dwipa
d. Jambu Dwipa

13. Sasampunné katuréksa lontar-lontar tantri sané wénten ring Bali prasida kapangguh tri tantri, inggih punika:
a. 4
b. 2
c. 3
d. 6

14. Carita Tantri mawit saking panegara Bharatawarsa utawi India sane kawastanin.
a. Panca Maha Buta
b. Panca Tantra
c. Panca Bali Krama
d. Panca Yadnya

15. Tantri sane akehan kasarengin antuk beburon masuku pat, sakadi macan, kambing, cicing, jaran, sampi, miwah sane lianan, inggih punika....
a. Tantri Prakarana
b. Madhuka Prakarana
c. Pisaca Prakarana
d. Nandhaka Prakarana

16. Tantri sane akehan kasarengin antuk wangsan paksi/kedis sakadi titiran, kukur, blatuk miwah sane lianan....
a. Tantri Prakarana
b. Madhuka Prakarana
c. Pisaca Prakarana
d. Nandhaka Prakarana 

17. Tantri sane akehan kasarengin antuk manusa utawi raksasa....
a. Tantra Prakarana
b. Madhuka Prakarana
c. Pisaca Prakarana
d.Nandhaka Prakarana

18. Yening nganutin ring wentuknyane carita Tantri kepah dados
a. Siki wentuk
b. Limang wentuk
c. Kalih wentuk ,
d. Tigang wentuk,

19. Ida Pedanda Sidemen nyurat kidung sane mamurda....
a. Tantra Prakarana
b.Madhuka Prakarana
c. Pisaca Prakarana
d. Nandhaka Prakarana

20. I Gusti Madé Tangeb nyurat kidung inggih punika...
a. Tantra Prakarana
b. Madhuka Prakarana
c. Pisaca Prakarana
d. Nandhaka Prakarana

21. Ida Padanda Nyoman Pidada nyrat kidung sane mamurda....
a. Tantra Prakarana
b. Madhuka Prakarana
c. Pisaca Prakarana
d. Nandhaka Prakarana

22. Ring sajeroning ngwacén satua Tantri wenten ajah-ajahan sane mautama sanekawastanin....
a. Pati Brata
b. Tantri Brata
c. Nandhaka Brata
d. Wiraga Brata

23. Ring sajeroning ngwacén satua Tantri wenten ajah-ajahan sane mautama sane kapanggih ring satua.
a. Tantri Prakarana
b. Madhuka Prakarana
c. Pisaca Prakarana
d. Nandhaka Prakarana

24. Carita tantri punika taler nglimbak ring panegara siosan ring sajebag jagaté, makadi kapangguh ring Syria Kuna sané kawastanin carita...
a. Kalilah va Dimnah
b. Kalilag va Dimnnag
c. Tantrai, Tantai, Tantaia, Katrai
d. Hikayat Panca Tantra

25. Carita tantri punika taler nglimbak ring panegara siosan ring sajebag jagaté, makadikapangguh ring Arab sané kawastanin carita.........
a. Kalilah va Dimnah
b. Kalilag va Dimnag
c. Tantrai,Tantai,Tantaia, Kantrai
d.Hikayat Panca Tantra

26. Wangun puisi (tipografi), diksi miwah imaji rumasuk ring tata wangun puisi
sané ngeninin indik…
a. Ekstrinsik
b. Tetilik
c. Gancaran
d. Intrinsik

27. Ring sor puniki sane ngranjing ring uger-uger ngwacén puisi, sajabaning…
a. Wirasa
b. Wirama
c. Wates lengkara
d. Wesata

28. Rikala ngwacen puisi patut nganutang semu lan tata wedana majeng ring watak utawi suksman daging puisi sane kawacen kawastanin….
a. Wirasa
b. Wirama
c. Wates lengkara
d. Semita

29. Satua Tantri ngranjing ring wangun kasusastraan ....
a. Bali aga
b. Bali anyar
c. Bali purwa
d. Bali dwipa

30. Kidung Tantri Nandhaka Harana kawangun duk warsa saka…
a. 1650
b. 1360
c. 1630
d. 1560


Minggu, 23 Februari 2025

Hyang Sinuhun Brahmana Utama

Berikut adalah sloka Ida Bhatara Hyang Sinuhun di Pura Kahyangan Dharma Smerti dalam bahasa Sanskerta dengan aksara Dewanagari, transliterasi, dan artinya:

Sloka I

ॐ नमः शिवाय।
त्वं शिवः परमेशानो, सर्वपण्डितपूजितः।
विप्रराजः जगन्नाथः, सत्यधर्मपरायणः॥

इदं भट्टारः ह्यङ्सिनुहुनः,
शिवपुत्रः परमदक्षः।
मनुबः विप्रवरः, सत्यव्रतः धर्मनिष्ठः॥

सः सर्वदेवेषु संलग्नः, सर्वात्मा सर्वसंस्थितः।
सः सूर्यचन्द्रौ व्याप्य तिष्ठति, शिवरूपेण संस्थितः॥

नमोऽस्तु तस्मै ब्रह्मण्याय, धर्मसंस्थापकाय च।
महापण्डितराजाय, कह्यङ्गनधर्मस्मृतौ स्थिताय च॥

भजामहे तं सत्यानं, शिवपुत्रं दयाकरं।
प्रणमामहे भक्त्या, ब्रह्मण्यं जगदीश्वरं॥


---

Transliterasi (IAST)

Oṃ namaḥ śivāya।
Tvaṃ śivaḥ parameśāno, sarvapaṇḍitapūjitaḥ।
Viprarājaḥ jagannāthaḥ, satyadharmaparāyaṇaḥ॥

Idaṃ bhaṭṭāraḥ hyaṅsinuḥunaḥ,
śivaputraḥ paramadakṣaḥ।
Manuabaḥ vipravaraḥ, satyavrataḥ dharmaniṣṭhaḥ॥

Saḥ sarvadeveṣu saṃlagnaḥ, sarvātmā sarvasaṃsthitaḥ।
Saḥ sūryacandrau vyāpya tiṣṭhati, śivarūpeṇa saṃsthitaḥ॥

Namo'stu tasmai brahmaṇyāya, dharmasaṃsthāpakāya ca।
Mahāpaṇḍitarājāya, kahyaṅganadharmasmṛtau sthitāya ca॥

Bhajāmahe taṃ satyānaṃ, śivaputraṃ dayākaraṃ।
Praṇamāmahe bhaktyā, brahmaṇyaṃ jagadīśvaraṃ॥


---

Arti dalam Bahasa Indonesia

"Om, sembah sujud bagi Siwa.
Engkau adalah Siwa, Tuhan tertinggi, dimuliakan oleh para pandita.
Raja para brahmana, penguasa semesta, teguh dalam dharma kebenaran.

*Ida Bhatara Hyang Sinuhun,
Putra Siwa, yang amat bijaksana.
Manuaba, brahmana utama, setia pada dharma dan kebenaran.

Beliau menyatu dalam semua dewata, jiwa segala yang ada.
Beliau memenuhi matahari dan bulan, berwujud Siwa yang agung.

Sembah sujud bagi Beliau, yang teguh dalam dharma dan kebajikan.
Pandita agung, berdiri tegak di Kahyangan Dharma Smerti.

Kami memuja Beliau, Sang Kebenaran, Putra Siwa yang penuh kasih.
Dengan penuh bakti, kami bersujud pada Beliau, Guru Agung semesta."


---



Sloka II

ॐ नमः शिवाय।
त्वं शिवः, विप्रराजः, सर्वपण्डितनाथः।
इदं भट्टारः ह्यङ्सिनुहुनः,
शिवपुत्रः परमदक्ष मनुबः, विप्रवरः, अग्रतः स्थितः।
सः सर्वदेवेषु एकत्वेन स्थितः।
सः सूर्यचन्द्रौ व्याप्य तिष्ठति, शिवरूपेण।
वयं तं भट्टारं ह्यङ्सिनुहुनं,
शिवपुत्रं परमदक्ष मनुबं,
कह्यङ्गनधर्मस्मृतौ महापण्डितं,
भजामहे, प्रणमामहे।


---

Transliterasi (IAST)

Oṃ namaḥ śivāya।
Tvaṃ śivaḥ, viprarājaḥ, sarvapaṇḍitanāthaḥ।
Idaṃ bhaṭṭāraḥ hyaṅsinuḥunḥ,
śivaputraḥ paramadakṣa manubḥ, vipravaraḥ, agrataḥ sthitaḥ।
Saḥ sarvadeveṣu ekatvena sthitaḥ।
Saḥ sūryacandrau vyāpya tiṣṭhati, śivarūpeṇa।
Vayaṃ taṃ bhaṭṭāraṃ hyaṅsinuḥunaṃ,
śivaputraṃ paramadakṣa manubaṃ,
kahyaṅganadharmasmṛtau mahāpaṇḍitaṃ,
bhajāmahe, praṇamāmahe।


---

Arti dalam Bahasa Indonesia

"Ya Tuhan, dalam wujud-Mu sebagai Siwa, Raja dari para Pandita.
Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba adalah Brahmana utama, berdiri tegak paling depan.
Ia yang menyatu dalam semua dewata.
Ia yang meliputi dan memenuhi matahari dan bulan bagaikan Siwa.
Kami memuja Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba sebagai Pandita Agung di Pura Kahyangan Dharma Smerti."





Upacara Ngelungah

PROSES UPACARA WARAK KRURON, NGELANGKIR DAN NGELUNGAH (Pangupahayu Kahuripan) Tingkat Utama
DISUSUN OLEH : I GEDE SUGATA YADNYA MANUABA, S.S., M.PD
(Griya Agung Bangkasa) 
 


Juli 2019



PENDAHULUAN

Pada hakekatnya semua umat beragama mengijinkan kehidupan yang bahagia, sejahtera lahir dan bathin. Kesejahteraan lahir dan batin mengandung suatu makna keharmonisan atau keseimbangan kehidupan antara kebutuhan lahir / phisik dan kebutuhan batin / spiritual. Implementasi / perwujudan dari tujuan hidup ini tidak bisa dilepaskan dari tiga komponen dasar penyebab kebahagiaan yaitu tetap menjaga hubungan antara manusia dengan manusia anatara manusia dengan lingkungan dan antara manusia dengan lingkungan dan antara manusia dengan Tuhan / Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai penguasa dan pencipta alam semesta ini. Hal ini dalam keyakinan agama Hindu disebut dengan Tri Hita Karana (Tiga Penyebab Kebahagiaan Hidup). Dalam hubungan menjaga keharmonisan antara manusia dengan manusia perlu dijaga rasa saling harga menghargai, saling hormat menghormati satu sama lain dengan landasan dan pola pikir Tri Kaya Parisudha yaitu berkata / berucap yang baik, berperilaku yang baik, dan berpikir yang baik. Dalam upaya menjaga hubungan yang baik antara manusia dengan lingkungan perlu dijaga lingkungan yang asri, aman dan nyaman sehingga dapat memberikan manfaat dalam kehidupan. Sedangkan dalam upaya, menjaga hubungan yang harmonis antara sang pencipta / Tuhan Yang Maha Esa dengan manusia itu sendiri dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri serada bhakti kehadapanNya melalui jalan bhakti marga maupun jnana marga. Harmonis dan seimbang adalah unsur penting yang perlu kita jaga, yang perlu kita pahami dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam kehidupan beragama Hindu landasan pelaksanaannya didasarkan atas Tiga Kerangka Agama Hindu yaitu : Berdasarkan Tattwa / Filsafat, Susila / Etika, Acara / Upacara. Berpijak dari pemikiran dan landasan tersebut kami mencoba memaparkan permasalahan yang terjadi di masyarakat dalam hubungan kehidupan beragama Hindu yaitu terkait dengan permasalahan. -

Seorang ibu yang mengalami keguguran / aborsi

-

Seorang ibu yang melahirkan anak namun meninggal sebelum tali pusarnya putus

-

Seorang ibu yang melahirkan anak namun meninggal setelah tali pusarnya putus, tetapi belum tanggal gigi.

Bila ditinjau dari sumber pokok masalah dapat dijelaskan, bahwa apapun bentuk / wujud masalahnya mengakibatkan adanya gangguan keseimbangan menyangkut alam lingkungan sekitarnya, yang meliputi palemahan, pawongan, atau parhyangan. Untuk mengatasi gangguan keseimbangan dimaksud, perlu ada tindakan nyata sehingga harmonisasi tetap terjaga, terpelihara sehingga nyaman bagi penghuninya, baik secara sekala maupun niskala. Dari uraian permasalahan di atas ada beberapa wujud kegiatan yang seyogyanya dilaksanakan sebagai upaya pemecahannya yang dipaparkan berikut ini.

2

BENTUK DAN TUJUAN BERUPACARA Ada tiga bentuk / wujud upacara yang seyogyanya dilakukan dalam upaya menjaga keharmonisan / keseimbangan alam beserta isinya antara lain : 1. Upacara Warak Kruron 2. Upacara Ngelangkir 3. Upacara Ngelungah I.

Upacara Warak Kruron Obyek Upacara Upacara warak Kruron ditujukan kepada seorang ibu yang mengalami keguguran / aborsi (kruron) dengan usia kehamilan mulai satu (1) minggu sampai 3 bulan Bali (105 hari). Ciri-ciri darah yang keluar berupa gumpalan darah belum berbentuk. Hal ini dapat dipandang sebagai menstruasi brata (kotor kain). Bila umur kandungannya tidak diketahui maka dapat dilihat dari gumpalan darahnya pada waktu terjadi keguguran, yaitu menyerupai binatang merayap seperti tokek (toke). Ciri-ciri seperti ini disebut keguguran (aborsi). Menstruasi merupakan suatu penyakit yang meminta seorang perempuan mulai menginjak dewasa umur antara 12-15 tahun sampai mereka monopause (menginjak usia renta / tua). Penyakit ini adalah penyakit yang terjadi secara teratur setiap bulan sekali, sehingga sering disebut dengan penyakit datang bulan / kotor kain. Abortus / kruron pada hakekatnya terjadi tidak dengan sengaja serta tidak direncanakan sama sekali, sehingga peristiwa ini sering disebut dengan keguguran (kehamilan yang tidak jadi / gugur). Ditinjau dari segi / aspek agama tidak bertentangan dengan norma agama dan norma hukum. Bila keguguran (aborsi) terjadi dengan disengaja (takut kena aib) maka peristiwa ini bertentangan dengan norma agama (Himsa Karma) dan melanggar norma hukum (pidana). Namun apapun bentuk dan wujud perbuatan yang dilakukan perlu dilakukan upacara pembersihan secara sekala dan niskala. Namun bila aborsi / keguguran disengaja dengan pertimbangan medis (untuk keselamatan kesehatan si ibu / dapat dibenarkan baik dari norma agama maupun norma hukum. JENIS UPAKARA -

Natar Karang - Caru ayam brumbun (eka sata) lengkap dengan sealannya caru. - Maulu suci pejati, sorohan tumpeng lima pada asoroh - Tatebasan sapuh guru

3

- Tatebasan pemyak kala - Nasi rare maulam bawang jae uyah areng -

Ring Kemulan

-

Pejati asoroh

-

Pelinggih lianan rayunan putih kuning

-

Sor segehan

-

Tan ngangge penuntunan

-

Tan pangawak / penyeneng

-

Tan tirta pengentas

Banten ayaban (aborsi) -

Pras penyeneng ayaban tumpeng pitu pada asoroh

-

Tebasan pabersihan

-

Sesayut lara melaradan

Banten pangresikan (aborsi / menstruasi) -

Tepung tawar, byakala, prayascita, panglukatan

Bentuk upacara ini sama dengan pelaksanaan upacara pecaruan karena klasifikasinya masih dalam bentuk Bhuta Dengen (lontar Mpu antuk Aben). Tujuan Upacara -

Menjaga kesucian diri sendiri bagi si penderita (buana alit)

-

Menjaga kesucian buana agung alam sekitar

-

Menjaga keseimbangan antara buana alit dengan buana agung

Cuntaka / Kesebelan Cuntaka / kesebelan sesuai buku ketahuan tafsir aspek-aspek agama Hindu PHDI Pusat adalah sebagai berikut : -

Cuntaka dan kesebelan yang disebabkan oleh keguguran / aborsi bagi si penderita (ibu) adalah 45 hari (akambuhan) terhitung sejak keguguran sampai upacara.

-

Cuntaka bagi penderita menstruasi / kotor kain, sangat tergantung dari usai mengeluarkan darah sampai karmas dan meprastista durmangala (3-5 hari)

Tata cara pelaksanaannya Petunjuk pelaksanaan sedapat mungkin diantar Jero Mangku / Pinandita sebagai penganteb, dengan nunas tirta ke sang sulinggih meliputi : -

Tirta pangresikan

4

-

Tirta pemuput

-

Tirta pejati

-

Tirta caru

Dudonan pelaksanaannya sebagai berikut : -

Upasaksi ke surya

-

Penganteb banten caru lan pengilen caru

-

Penganteb banten ring merajan / kemulan

-

Kramaning sembah

-

Ngerarung caru

-

Puput

II. Upacara Ngelangkir Upacara ngelangkir merupakan upacara pengembalian unsur-unsur Panca Maha Bhuta ke tempat asalnya (bhuana agung) ring kawit mulanya. -

Upacara ngelangkir yang ditujukan kepada sang rare dianggap belum bisa berbuat dosa / belum bisa berperilaku atas kehendak sendiri untuk berbuat dosa, dalam arti bagaikan kertas yang masih putih, bersih dari kotoran.

-

Secara khusus ciri-cirinya adalah bayi yang baru lahir dan meninggal sebelum putusnya tali puser : pernah.

-

Hal ini berarti bahwa bayi itu lahir hidup dan mati.

-

Bayi sesuai proses kehidupan, yaitu pernah lahir, pernah hidup dalam beberapa saat dan kemudian meninggal setelah menikmati kehidupan.

-

Rare / bayi memiliki unsur stula sarira, suksma sarira dan ambar kareng sarira (badan kasar, atma, dan jawa). Berkenaan dengan badan kasarnya (stula sarira) tidak berfungsi lagi, maka seyogyanya dikembalikan ke asal muasalnya (dari buana alit ke buana agung).

-

Proses pengembalian unsur-unsur panca maha bhuta ke tempat asalnya bagi anak dan orang dewasa melalui proses ngaben / pengabenan.

sedangkan proses pengembalian unsur panca maha bhuta terhadap bayi (rare yang belum putus tali puser (kepus pungsed) disebut ngelangkir. Secara prinsip baik ngaben maupun ngelangkir pada intinya sama, namun yang membedakan adalah upakara yang menyertainya. -

Dalam upacara ngelangkir tidak memerlukan banten teben, dan tidak melalui proses pengaskaran sebagaimana lazim dipergunakan dalam upacara pengabenan.

Hal ini dapat dipahami karena sang bayi / rare belum pernah berbuat dosa.

5

Jenis Upakara Ngelangkir Pura Dalem lan Prajapati -

Meserana banten pejati lan suci

-

Sorohan tumpeng lima asoroh

Sor : segehan barak atanding Suskmannyane : matur piuning lan nunas tirta pengerapuh gegumuk - Banten pengendag bangbang - Pejati asoroh - Segehan cacah 9 tanding - Banten ayaban rare - Bubur pirate - Punjung putih kuning - Beras catur warna mewadah ceper - Banten Pengresikan - Isuh-isuh segau, byakala, durmangala, prayascita, pengulap - Banten pinunas tirta pengentas rare lan tirta panglukatan rare maserana : daksina, peras, soda, suci, samsam beras kuning - Banten penebusan atma meserana pejati ring pertiwi - Serana yang patut disiapkan antara lain - Penuntunan rare - Jemek / penyeneng mepayas / pengawak rare jangkepin tigasan putih kuning kwangen lan pipil (manut adan bunga-bunga) - Tirta-tirta yang perlu dipersiapkan - Tirta pengentas dari Grya - Tirta pelukatan rare dari grya - Tirta prelina rare dari grya - Tirta kahyangan tiga desa - Tirta tiga guru kawitan - Tirta penyeeb (Grya) TATA CARA PELAKSANAAN UPACARA Menurut hasil pertemuan PHDI kabupaten dengan PHDI Provinsi Bali di Denpasar dinyatakan bahwa proses upacara ngelangkir bisa dilaksanakan di kuburan / setra dan dapat pula dilakukan di segara. Sedangkan proses pengembalian unsur panca maha bhuta bisa dilakukan melalui pembakaran dan bisa dipendem / dikubur kembali di kuburan. Proses pelaksanaan secara inti adalah :

6

-

Ngaturang banten piuning ke pura Prajapati dan Pura Dalem, dilanjutkan pengendag bangbang di kuburan.

-

Permakluman kehadapan sedahan setra (bila pelaksanaan di kuburan) maupun pemongmong samudra (bila di laut)

-

Pengawak / penyeneng / pengurip di resik terlebih dahulu (isuh segau, byakala durmangala, prayascita, pengulap) lanjut melukat / mejaya-jaya bija lan karowista

-

Lakukanlah utpati petra, dan stiti preta (menstanakan sang atma pada pengawak / penyeneng, sebagai simbul selipkan kalpika ke pengawak / penyeneng.

-

Jemek / pengawak / penyeneng ayabin banten punjung putih kuning, beras catur warna, banten pelangkiran, lan segehan manca warna.

-

Pakula warga kramaning sembah pengrastiti kerahayuan, tidak disertai nyembah ke sang Petra.

Proses Mrelina Jemek / Penyeneng -

Siapkan serana bila akan dibakar / dibasmi yaitu : - Senden, tebu penguyegan, sepit, ilih, sidu, bungkak nyuh gading kinasturi - Don dapdap 3 bidang, beras catur warna - Kwangen jinah 11 keteng - Kojong / suku tunggal mepayas

-

Jemek / penyeneng ditaruh diatas senden diperciki tirta pelukatan pabersihan, tirta pengentas, tirta prelina, tirta paibon / kawitan, tirta kahyangan tiga desa, tirta pura dalem paling akhir.

-

Jemek / penyeneng dibakar dengan menyulutkan agni prelina dari sulinggih

-

Setelah jadi abu, diperciki tirta penyeeb dari sulinggih, belonyoh.

-

Diuleg dengan tebu / carang dapdap sampai lumat.

-

Abu dimasukan kedalam bungkak kelapa gading, beralaskan don dapdap 3 helai, beras catur warna.

-

Dibungkus dengan kojong, dihias lengkapi tigasan putih kuning, canang dan kwangen sesari 11 keteng.

-

Ayabin banten punjung putih kuning

-

Hanyut ke segara meserana banten pejati lan tirta pengiriman

Setelah sampai di rumah lakukan pabersihan diri dengan tirta panglukatan, banten prayascita durmangala. Proses Pemrelina tanpa pembakaran -

Setelah jemek / penyeneng ngayab banten punjung putih kuning, beras catur warna, banten pelangkiran lan segehan.

7

-

Lakukan prelina dengan tirta prelina dari Grya, serta tirta pengentas, kawitan lan kahyangan tiga.

-

Pengawak / penyeneng dan semua upakara / banten dikubur di kuburan.

-

Tempat menanam upakara diperciki tirta pengerapuh termasuk bekas kuburan sang rare.

-

Setelah sampai di rumah semua keluarga melukat dan natab banten prayascita durmangala.

Cuntaka / Kesebelan -

Cuntaka / kesebelan hanya kepada si ibu yang melahirkan yaitu satu bulan tujuh hari (bali) atau selama 45 hari

-

Keluarga terdekat 3 hari / disesuaikan dengan dresta setempat.

III. Upacara Ngelungah Upacara ngelungah pada prinsipnya sama dengan upacara ngaben namun dari segi upakara tidak disertai dengan upakara / banten teben dan upacara pengaskaran. Unsur pokok upacara ngelungah adalah mengembalikan unsur-unsur Panca Maha Bhuta sebagai wujud badan kasar (stula sarira) ketempat asalnya yaitu buana agung dan mensucikan roh / atma. Proses pengembalian untuk Panca Maha Bhuta, bisa melalui pembakaran melalui api, dan dapat pula melalui dikubur di pertiwi. Hal ini amat tergantung dari kondisi setempat. Menurut bunyi lontar tattwa loka kerti lampiran 5a menyebutkan : “Yan wwang mati mependem ring pertiwi selawasnya tan kinenami widhi wedhana, byakta matemahan roga ring bhumi haro-haro gring merana rat atemahan gad-gad. Yang artinya bilamana ada orang yang mati / bayi dikubur dipertiwi selamanya tidak pernah tersentuh dengan upakara widhi wedana mengabitkan badan kasarnya akan menyatu dengan ibu pertiwi yang menyebabkan pencemaran, bumi menjadi kacau, penyakit merajalela. Berkenaan dengan hal itu seyogyanya bagi mereka yang telah meninggal secepatnya diupacarai, dengan cara dibajar agar unsur-unsur Panca Maha Bhuta kembali ke tempat asalnya secepatnya. Demikian hakekatnya bahwa pengembalian unsur panca maha bhuta inti pokok pelaksanaan upacara ngelungah. Sasaran Upacara Yang menjadi obyek dalam pelaksanaan upacara ngelungah adalah : 1.

Bayi (rare) yang meninggal tali pusernya telah putus (kepus pungsed)

2. Bayi (rare) belum tanggal gigi (durung ketus gigi)

8

Upakara / Wewantenan 1.

Upakara pakeling di Pura Prajapati - Pejati asoroh - Segehan bang atanding

2. Upakara pakeling nunas tirta di Pura Kahyangan Tiga Desa - Pejati asoroh - Segahan manut linggih atanding 3. Ring gegumuk / bila dikubur - Banten matur piuning sedahan bangbang (pejati asoroh) - Punjung atanding - Segehan putih kuning 4. Pengendag bangbang - Pejati asoroh - Segehan cacah 9 tanding - Bunga tunjung / kalpika 5. Banten ayaban sawa - Pengawak / penyeneng - Bubur pirata - Punjung putih kuning - Segehan manca warna - Banten pelangkiran 6. Kajang Rare - Kwangen 9 tanding 7. Banten Penganyutan - Pejati - Segehan selem 8. Banten Pangresikan - Tepung tawar, byakala, durmangala, prayascita, pengulap 9. Banten Tirta Pengentas - Peras, soda, daksina suci - Samsam beras kuning 10. Tirta yang nunas di Griya - Tirta Pengentas - Tirta Pelukatan - Tirta Prelina / Agni Prelina - Tirta Penyeeb - Tirta Penganyutan - Belonyoh

9

11. Serana yang perlu disiapkan - Pengawak / penyeneng pengelungahan - Penuntun pengelungahan - Suku tunggal - Senden, tebu, sidu, sepit, ilih, bungkak nyuh gadang, nyuh gading - Kwangen jinah 11 keteng - Beras catur warna / don dapdap 3 bidang - Sangku, tigasan putih kuning, canang Banten piuning ring : - Ring pempatan, peteluan, marga agung Prosesi Upacara Ngelungah 1. Matur piuning ring Pura Prajapati lan Pura Dadya 2. Ngendagin ring sedahan bangbang serana bungan tunjung 3. Banten ayaban gelarang di atas kuburan anak-anak 4. Mereresik ke pengawak / penyeneng tepung tawar, byakala, durmangala, prayascita, pengulapan. 5. Mejaya-jaya mekarowista mebija 6. Ngelinggihang atma ring jemek utpati stiti ke jemek / penyeneng 7. Katuran ayaban ke jemek / penyeneng 8. Menghaturkan banten ke sedahan setra, sedahan bangbang sang kala pati 9. Kramaning sembah tidak disertai nyumbah. Proses Mrelina Pengawak / Penyeneng 1. Siapkan senden lengkap dengan agni prelina, sidu, tebu, sepit, ilih dan suku tunggal. 2. Jemek / penyeneng ditaruh di atas senden. 3. Jemek / penyeneng diperciki tirta prelina, pengentas dan pelukatan tirta kawitan, tirta kahyangan tiga (tirta pura dalem terakhir). 4. Setelah jadi abu, siram dengan tirta penyeeb, tirta kumkuman toya bungkak nyuh gading. 5. Uyeg dengan tebu / carang dapdap sampai lumat 6. Masukan kedalam bungkak (bkas tirta pengentas) alasai don dapdap beras catur warna. 7. Pasang kojong, kasang, bungkus hias isi kwangen uang kepeng 11 keteng, canang tigasan putih kuning. 8. Taruh di atas bokor 9. Ayabin punjung putih kuning 10. Hanyut / kirim ke segara dengan tirta pengiriman dengan serana banten pejati. 11. Keluarga pulang natab banten prayascita durmangala dan pelukatan.

10

Rujukan membuat Sarana Upakara Ngelungah dan Tirta Pengelungahan 1.

Pengawak / Penyeneng Ngelungah / Ngelangkir -

Kojong metajer lanang / istri disusun pengurip / penyeneng

-

Dibungkus kain putih pakai kekasang dan pita

-

Dalam kajang masukan bungkak kelapa gading, diisi beras catur warna, kalpika, padang lepas, sehet mingmang, ikat dengan benang tridatu.

-

Bungkak ditulisi / dirajah dwi aksara Ang Ah

-

Bungkak dibungkus daun beringin 3 lembar rajah tri aksara, daun menori 3 lembar merajah dasaksara.

2.

-

Selipkan pipil dan tungked nama

-

Isi kwangen mesari uang kepeng 11 keteng

-

Taruh dalam sangku, tambahkan tigasan dan canang selengkapnya.

Cara membuat penuntunan -

Siapkan daksina jangkep dengan buah pangi dan tingkih, telur itik

-

Peras alit atanding

-

Masukan bahan semua kedalam wakul

-

Tancapkan tulup / tambah yang telah dihias dengan jejahitan tangga menek / tuun, jan sesapi dan pidpid

3.

4.

-

Diisi bakang-bakang kwangen sesari 11 keteng, akar beras yang dibungkus

-

Dibungkus kain putih, pasang benang tridatu, gantung pasang kayu bilangan genap.

Cara membuat tirta pengentas rare -

Siapkan kelapa gadang merajah padma

-

Tiga lembar daun bunut bulu merajah tri aksara

-

Tambah embotan pudak 3 lembar

-

Sehet mingmang 33 helai

-

Karo wista, kalpika, padang lepas, bunga tunjung

-

Ikat jadi satu dengan benang tri datu, dengan carang daun beringin

Cara membuat tirta panglukatan rare -

Siapkan bungkak kelapa gading merajah padma

-

Isi dengan bija kuning dan bunga pucuk bang.

11

Puja Arga Tirta (Sulinggih) 1.

Tirta Pengentas Rare Om : Sang Hyang Ananda, rat membaning atmanya si jabang bayi dunung akna ring sunya byantara ring walung kepala maneher atma moksah, bayu moksa 3x Om : Sang Rare cili mne mne kaluhur sah sira saking unggwanira les ser

2.

Tirta Panglukatan Rare Om. Banyu mulaning sarira Sarira ngawe mala Binersih ikang banyu Tka lukat malaning wong rare Om Lukat Lukat Lukat Om

3.

Tirta Prelina Rare Om A Ta Sa Ba I Wa Si Ma Na Ya Om Ung Ang Mang Ah Ang Om Om Ang Ati Sunya Ya Namah Om Ang Prama Nurbana Sunya Ya Namah Swadah

4.

Tirta Penganyutan Rare Om Wisnu mumbul tirta suci toya akrantum Elung sira asanak lawan manusa Manusa tunggalan sire Sire tunggal ring manusa Swargan ira maring bayu Bayu mulih marung manusa Hening pada hening Suci pada suci Sukla pada sukla Pada nemu rasaning swarga Poma-Poma-Poma

5.

Tirta Penyeeb Rare Om Ang Ung Mang Suna Yogi Prame Sidyam Gangga Srayu Saraswati Sunya muna godawari Sarwa wigna winasanam