Makna Filosofis dan Spiritualitas Upacara 42 Hari (Abulan Pitung Dina dan Tutug Kambuhan) dalam Tradisi Hindu Bali: Upacara Ni Putu Tarisha Nandhika Putri
Oleh : I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Pendahuluan
Dalam tradisi Hindu Bali, fase awal kehidupan seorang bayi dianggap sangat sakral dan memerlukan penyucian secara spiritual. Salah satu rangkaian upacara penting yang menandai fase ini adalah upacara 42 hari, yang terdiri dari Upacara Abulan Pitung Dina (juga dikenal sebagai Macolongan) dan Upacara Tutug Kambuhan. Kedua upacara ini dilaksanakan sebagai ungkapan syukur dan permohonan keselamatan kepada Tuhan atas kelahiran dan pertumbuhan awal bayi, dalam hal ini Ni Putu Tarisha Nandhika Putri.
Upacara Abulan Pitung Dina (Macolongan)
Upacara ini dilaksanakan saat bayi berusia 42 hari, yang menandai berakhirnya masa kambuhan atau masa rawan pasca-kelahiran. Tujuan utama dari upacara ini adalah untuk memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mengungkapkan rasa syukur atas kelahiran dan kesehatan bayi. Dalam pelaksanaannya, keluarga memohon restu kepada leluhur serta membersihkan secara niskala segala pengaruh buruk yang mungkin masih melekat pada bayi dan ibunya.
Upacara Tutug Kambuhan
Upacara ini dilaksanakan mengikuti perhitungan kalender Bali selama enam minggu (6 wuku), dan dipimpin oleh seorang pendeta atau sulinggih. Pelaksanaannya dilakukan di rumah dengan tiga titik pemujaan utama: dapur (simbol sumber makanan), tempat pemandian (simbol kesucian), dan sanggah kamulan (tempat suci leluhur).
Urgensi upacara ini sangat tinggi karena diyakini sebagai tahapan penting untuk menyucikan bayi dan menstabilkan unsur fisik maupun spiritualnya. Pelaksanaan upacara ini menandakan bahwa sang bayi telah melewati tahap rawan biologis seperti: putusnya tali pusar, bergantinya kulit tipis, lancarnya aliran darah dan pencernaan, serta berhentinya pengeluaran sisa-sisa nifas ibu.
Kutipan Sloka dan Maknanya
Sloka (Sansekerta) dalam 7 Baris:
सर्वे भवन्तु सुखिनः ।
सर्वे सन्तु निरामयाः ।
सर्वे भद्राणि पश्यन्तु ।
मा कश्चिद्दुःखभाग्भवेत् ।
शान्तिः शान्तिः शान्तिः ।
मातृदेवो भव ।
पितृदेवो भव ।
Transliterasi:
Sarve bhavantu sukhinah
Sarve santu niramayah
Sarve bhadrāṇi paśyantu
Mā kaścid duḥkha bhāgbhavet
Śāntiḥ śāntiḥ śāntiḥ
Mātṛdevo bhava
Pitṛdevo bhava
Makna:
"Semoga semua makhluk hidup berbahagia,
Semoga semua terbebas dari penyakit,
Semoga semua melihat hal-hal yang baik,
Semoga tak seorang pun mengalami penderitaan.
Damai, damai, damai.
Hormatilah ibumu seperti layaknya menghormati dewa,
Hormatilah ayahmu seperti layaknya menghormati dewa."
Sloka ini mencerminkan harapan spiritual dan sosial dalam konteks kelahiran seorang anak: yaitu agar anak tersebut hidup dalam kebahagiaan, kesehatan, dan kedamaian, serta tumbuh dalam penghormatan terhadap orang tua dan leluhur.
Penutup
Upacara 42 hari untuk bayi dalam agama Hindu bukan hanya ritual simbolis, melainkan juga bentuk komunikasi spiritual dengan alam dan Tuhan. Melalui pelaksanaan Abulan Pitung Dina dan Tutug Kambuhan seperti yang dilakukan untuk Ni Putu Tarisha Nandhika Putri, masyarakat Bali menunjukkan komitmennya terhadap warisan budaya dan nilai spiritual yang luhur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar