Abstrak
Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba dari Griya Agung Bangkasa memiliki peran penting dalam mendirikan dan menjaga kesucian Pura Panataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek, khususnya linggih Ida Bhatara Mpu Gana di Pundukdawa. Meskipun tidak sempurna, beliau adalah manusia pilihan yang membawa konsep pemersatu bagi para pretisentana Ida Bhatara Panca Rsi dan Sapta Rsi. Artikel ini mengulas peran beliau dalam perspektif sejarah, spiritualitas, dan ajaran Hindu.
Pendahuluan
Dalam tradisi Hindu Bali, pemimpin spiritual memiliki tugas untuk menjaga keseimbangan dan harmoni umat. Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba adalah sosok yang memainkan peran kunci dalam menghubungkan para pretisentana Ida Bhatara Panca Rsi dan Sapta Rsi melalui pemeliporan Pura Panataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek. Keberadaan pura ini menjadi titik pemersatu dalam menjaga kesucian dan kesinambungan ajaran leluhur.
Peran dan Konsep Pemersatu
Sebagai pelopor pembangunan Pura Panataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek di Pundukdawa, Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba menanamkan nilai-nilai pemersatu di kalangan pretisentana Ida Bhatara Panca Rsi dan Sapta Rsi. Beberapa konsep utama dalam ajaran beliau meliputi:
1. Bhakti dan Kesucian Spiritual
Bhakti merupakan landasan utama dalam menjaga kesucian pura dan menjaga hubungan harmonis antar keturunan Ida Bhatara Rsi. Pemujaan kepada Ida Bhatara Mpu Gana sebagai perwujudan kecerdasan dan ketekunan menjadi bagian integral dalam kehidupan spiritual.
2. Dharma sebagai Panduan Hidup
Setiap ajaran dan tindakan yang dilakukan oleh Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba selalu berlandaskan dharma, yaitu kebenaran dan keadilan yang mengarahkan umat manusia kepada kehidupan yang harmonis.
3. Konsep Catur Parhyangan
Catur Parhyangan menjadi simbol kesatuan dan keselarasan dalam pemujaan terhadap leluhur serta Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Melalui konsep ini, Ida Sinuhun mengajarkan bahwa kesatuan dan keseimbangan harus senantiasa dijaga dalam kehidupan umat Hindu.
Sloka Sansekerta dan Maknanya
Sebagai bentuk pemahaman spiritual, ajaran beliau juga dapat dijelaskan melalui sloka berikut:
1. Sloka dalam Sansekerta
Śiva-putro'haṁ nityo'ham, pāramādakṣo'ham eva ca,
Na sampūrṇo'ham ity eva, dharmarakṣo'smi nityadā.
Makna: Aku adalah putra Śiva yang abadi, seorang yang tercerahkan. Aku memang tidak sempurna, tetapi aku adalah pelindung dharma.
2. Sloka dalam Sansekerta
Pañca-ṛṣīnāṁ śaraṇyo'haṁ, saptarṣīnāṁ ca nāyakaḥ,
Pūjayāmi sadā teṣāṁ, bhakti-mārge vyavasthitaḥ.
Makna: Aku adalah pelindung Panca Rsi dan pemimpin Sapta Rsi. Aku selalu memuja mereka dan teguh dalam jalan bhakti.
3. Sloka dalam Sansekerta
Bhaktir eva parā śaktiḥ, bhaktir eva paraṁ dhanam,
Bhaktir eva paraṁ satyaṁ, bhaktir eva paraṁ sukham.
Makna: Bhakti adalah kekuatan tertinggi, bhakti adalah kekayaan tertinggi, bhakti adalah kebenaran tertinggi, dan bhakti adalah kebahagiaan tertinggi.
4. Sloka dalam Sansekerta
Linggaṁ tiṣṭhati śuddhānāṁ, Pundukdāve mahātale,
Tatra śāntiḥ sadāsti, dharma-mārgeṣu vartate.
Makna: Lingga suci bersemayam di Pundukdawa yang luhur. Di sana kedamaian selalu ada, dan dharma terus berjalan.
5. Sloka dalam Sansekerta
Catur-paryāṅgaṁ pavitraṁ, pasekānāṁ ca saṅgatiḥ,
Dharma-yuktaṁ pravarteta, saṁbandho’stu sadā śubhaḥ.
Makna: Catur Parhyangan adalah tempat yang suci, persatuan para Pasek semakin erat. Semoga hubungan ini selalu dalam kebaikan dan berlandaskan dharma.
6. Sloka dalam Sansekerta
Sarveṣāṁ jīvitaṁ dharmaḥ, sarveṣāṁ jīvitaṁ śivaḥ,
Yatra śivaḥ tatra dharmaḥ, yatra dharmaḥ tatra śāntiḥ.
Makna: Kehidupan semua makhluk adalah dharma, kehidupan semua makhluk adalah Śiva. Di mana ada Śiva, di sana ada dharma, dan di mana ada dharma, di sana ada kedamaian.
Kesimpulan
Ida Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba dari Griya Agung Bangkasa memiliki peran sebagai pemersatu spiritual bagi para pretisentana Ida Bhatara Panca Rsi dan Sapta Rsi. Melalui dharma dan bhakti, beliau menjadi contoh bahwa meskipun manusia tidak sempurna, ia tetap dapat menjadi pembawa cahaya dan kebijaksanaan bagi generasi mendatang. Pura Panataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek di Pundukdawa menjadi simbol nyata dari usaha beliau dalam menjaga keseimbangan spiritual dan kebersamaan umat.
Daftar Pustaka
1. Mantra, I. B. (1993). Hinduism in Bali: A Study on Theology and Rituals. Denpasar: Udayana University Press.
2. Sharma, R. K. (2008). Classical Hinduism and Its Influence. Delhi: Motilal Banarsidass.
3. Titib, I. M. (2010). Teologi Hindu: Pemahaman Tentang Tuhan dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar