Makna Teologi dalam Rentetan Hari Raya Kuningan: Perspektif Sloka Sansekerta dan Filosofi Hindu Bali
Oleh: I Gede Sugata Yadnya Manuaba
Abstrak
Hari Raya Kuningan merupakan puncak dari siklus suci Galungan dan Kuningan, yang menyimbolkan kembalinya para leluhur ke alam niskala serta perayaan turunnya kemuliaan (amerta) dari Dewa. Artikel ini membahas makna teologis dari rangkaian hari-hari menjelang dan setelah Kuningan, dimulai dari Anggara Umanis, Budha Pahing, Penampahan Kuningan, Hari Raya Kuningan, Manis Kuningan, hingga Hari Bhatara Sri. Disertakan kutipan sloka dalam bahasa Sansekerta, transliterasi, dan maknanya, untuk memperkuat dasar filsafat Hindu dalam konteks spiritual Bali.
---
1. Anggara Umanis Wuku Kuningan: Hari Penyucian Diri
Makna Teologis: Anggara Umanis Wuku Kuningan diyakini sebagai awal rangkaian Kuningan yang digunakan untuk pembersihan batin, menyucikan pikiran menjelang pertemuan besar antara Siwa dan Wisnu.
Sloka:
> शौचं तपः स्वाध्यायो ह्रीस्त्यागः शान्तिरर्जवम्।
śaucaṁ tapaḥ svādhyāyo hrīs tyāgaḥ śāntir arjavam
(Bhagavad Gītā XVI.1)
Makna: Kesucian, tapa, belajar spiritual, rasa malu terhadap keburukan, pengendalian diri, kedamaian, dan kejujuran adalah sifat-sifat ilahi.
---
2. Budha Pahing Wuku Kuningan: Pertemuan Siwa dan Wisnu
Makna Teologis: Hari ini dipercaya sebagai momentum sakral pertemuan antara Dewa Siwa dan Dewa Wisnu. Di hari inilah diperingati sebagai Piodalan di Pura Kahyangan Dharma Smṛti, tempat linggih Ida Bhatara Hyang Sinuhun Siwa Putra Paramadaksa Manuaba, tokoh spiritual pelopor pendirian Pura Panataran Agung Catur Parhyangan Ratu Pasek, dan Ida Bhatara Mpu Gana di Pundukdawa.
Sloka:
> हरिः ओम् नमः शिवाय विष्णवे नमः।
hariḥ om namaḥ śivāya viṣṇave namaḥ
Makna: Salam suci kepada Siwa dan Wisnu, dua aspek agung dari Tuhan yang menyatu dalam keharmonisan universal.
Filosofi: Pertemuan ini menggambarkan penyatuan aspek pemelihara (Wisnu) dan pelebur (Siwa) sebagai harmoni dalam roda samsara — hidup, mati, dan kelahiran kembali.
---
3. Penampahan Kuningan
Makna Teologis: Hari ini merupakan simbol penyucian terakhir terhadap unsur tamas (kegelapan), menjelang puncak turunnya anugerah dharma. Pengendalian diri dan persembahan adalah kunci utama.
Sloka:
> न हि कश्चित्क्षणमपि जातु तिष्ठत्यकर्मकृत्।
na hi kaścitkṣaṇamapi jātu tiṣṭhatyakarmakṛt
(Bhagavad Gītā III.5)
Makna: Tidak ada satu makhluk pun yang dapat tinggal tanpa bertindak; setiap tindakan hendaknya disucikan melalui yadnya.
---
4. Hari Raya Kuningan
Makna Teologis: Hari ini adalah puncak turunnya anugerah Dewa berupa amerta (kemurnian hidup). Simbol kemenangan dharma yang kekal. Hari pemujaan terhadap para leluhur, dewa, dan alam semesta sebagai wujud bhakti yang paripurna.
Sloka:
> धर्मेणैव हि संसिद्धिं मनुष्यः प्राप्यते सुखम्।
dharmeṇaiva hi saṁsiddhiṁ manuṣyaḥ prāpyate sukham
(Manusmṛti VIII.83)
Makna: Manusia hanya mencapai kebahagiaan sejati melalui jalan dharma.
Catatan Filosofis: Penjor kuningan dihias dengan tamiang dan lamak berwarna kuning, melambangkan sinar kebijaksanaan dan perlindungan Dewa Wisnu serta keberlimpahan dari alam.
---
5. Manis Kuningan
Makna Teologis: Hari ini adalah refleksi kebahagiaan spiritual. Umat merefleksikan ketulusan yadnya dan pemurnian batin, dalam suasana damai dan sukacita.
Sloka:
> सर्वं ज्ञानप्लवेनेव वृजिनं सन्तरिष्यसि।
sarvaṁ jñānaplaveneva vrajinaṁ santariṣyasi
(Bhagavad Gītā IV.36)
Makna: Dengan perahu pengetahuan, engkau akan melintasi samudera dosa dan kegelapan.
---
6. Hari Bhatara Sri
Makna Teologis: Hari ini merupakan hari persembahan khusus kepada Dewi Sri, personifikasi kemakmuran, hasil bumi, dan kesuburan. Ia adalah aspek ilahi dari ibu alam.
Sloka:
> श्रीं ह्रीं क्लीं नमः श्री महालक्ष्म्यै।
śrīṁ hrīṁ klīṁ namaḥ śrī mahālakṣmyai
Makna: Salam suci kepada Mahālakṣmī, sumber kemakmuran dan kesejahteraan hidup.
Filosofi: Hari ini menyadarkan manusia akan ketergantungan pada alam. Penghormatan pada Dewi Sri menunjukkan integrasi antara spiritual dan ekologis dalam Hindu.
---
Kesimpulan
Rentetan Hari Raya Kuningan memiliki struktur teologis yang sangat dalam. Dimulai dari pembersihan diri (Anggara Umanis), puncak spiritual (Budha Pahing), penyucian materi dan batin (Penampahan), puncak anugerah (Kuningan), hingga pelepasan dan syukur (Manis Kuningan dan Bhatara Sri), semuanya menggambarkan siklus spiritual Hindu Bali yang didasari oleh ajaran Weda. Penyatuan aspek Siwa dan Wisnu menandai kesempurnaan dharma, yang diperkuat oleh pemujaan terhadap leluhur dan kekuatan alam sebagai sumber keseimbangan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar